Agusmardi: UU Pilkada Kebiri Hak Konstitusi Rakyat
Dirgantara~Banyak komentaran yang bermunculan dari masyarakat, pasca disahkannya Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Rabu 24 September 2014 lalu. Dalam UU tersebut menyatakan bahwa Kepala Daerah (KDH) dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Banyak tanggapan yang menyebutkan, keberhasilan Koalisi Merah Putih (KMP) dalam memengakan pengesahan UU Pilkada ini merupakan kekalahan bagi kubu Jokowi-JK. Namun Agusmardi kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Sumatera Barat membantah hal tersebut.
"Ide pembentukan UU Pilkada yang baru tersebut sudah lama, dimana ide tersebut muncul dari Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Salah satu alasan yang digunakan adalah Pilkada langsung memakan biaya tinggi, dan setelah terpilih kepala daerah rentan melakukan korupsi guna menutupi hutang-hutang selama pilkada," ujarnya.
Agusmardi menambahkan, Pilkada melalui DPRD merupakan kemunduran berdemokrasi. Reformasi yang selama ini diperjuangkan telah dikhianati oleh mereka yang selama ini mengaku ikut memperjuangkannya, bahkan sampai diberi gelar bapak reformasi segala. Kedaulatan rakyat dalam menentukan kepala daerah mereka secara langsung telah dikebiri. Dan itu merampas hak konstitusi rakyat.
Agusmardi menilai, pada saat proses pengesahan UU Pilkada tersebut telah terjadi skenario besar untuk memenangkan kelompok tertentu dan mengebiri hak rakyat. Apatah lagi, dalam proses, anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI melakukan aksi walk out dalam rapat paripurna DPR RI dengan agenda pengesahan UU Pilkada tersebut. Ditambah lagi, saat pengesahan UU Pilkada itu, Ketua Umum Partai Demokrat SBY yang juga Presiden Republik Indonesia berada di luar negeri.
"Kenapa mereka melakukan aksi walk out? kenapa dalam setiap pengambilan keputusan penting di negeri ini, SBY selalu berada di luar negeri? Pertanyaan ini pantas muncul? Kecurigaan rakyat jadi beralasan. Tentunya perlu penjelasan serius dari pihak SBY dan Partai Demokrat. Bahkan di media sosial, SBY dan Partai Demokrat sudah dibully oleh rakyat negeri ini terkait sikap mereka pada pengesahan UU Pilkada tersebut," tukasnya. (mond)
Banyak tanggapan yang menyebutkan, keberhasilan Koalisi Merah Putih (KMP) dalam memengakan pengesahan UU Pilkada ini merupakan kekalahan bagi kubu Jokowi-JK. Namun Agusmardi kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Sumatera Barat membantah hal tersebut.
"Ide pembentukan UU Pilkada yang baru tersebut sudah lama, dimana ide tersebut muncul dari Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Salah satu alasan yang digunakan adalah Pilkada langsung memakan biaya tinggi, dan setelah terpilih kepala daerah rentan melakukan korupsi guna menutupi hutang-hutang selama pilkada," ujarnya.
Agusmardi menambahkan, Pilkada melalui DPRD merupakan kemunduran berdemokrasi. Reformasi yang selama ini diperjuangkan telah dikhianati oleh mereka yang selama ini mengaku ikut memperjuangkannya, bahkan sampai diberi gelar bapak reformasi segala. Kedaulatan rakyat dalam menentukan kepala daerah mereka secara langsung telah dikebiri. Dan itu merampas hak konstitusi rakyat.
Agusmardi menilai, pada saat proses pengesahan UU Pilkada tersebut telah terjadi skenario besar untuk memenangkan kelompok tertentu dan mengebiri hak rakyat. Apatah lagi, dalam proses, anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI melakukan aksi walk out dalam rapat paripurna DPR RI dengan agenda pengesahan UU Pilkada tersebut. Ditambah lagi, saat pengesahan UU Pilkada itu, Ketua Umum Partai Demokrat SBY yang juga Presiden Republik Indonesia berada di luar negeri.
"Kenapa mereka melakukan aksi walk out? kenapa dalam setiap pengambilan keputusan penting di negeri ini, SBY selalu berada di luar negeri? Pertanyaan ini pantas muncul? Kecurigaan rakyat jadi beralasan. Tentunya perlu penjelasan serius dari pihak SBY dan Partai Demokrat. Bahkan di media sosial, SBY dan Partai Demokrat sudah dibully oleh rakyat negeri ini terkait sikap mereka pada pengesahan UU Pilkada tersebut," tukasnya. (mond)