Breaking News

DPR Tandingan Rusak Perkembangan Demokrasi

Dirgantara~Adanya sikap ketidakpuasan terhadap ketua DPR-RI yang diusung Koalisi Merah Putih (KMP), membuat Koalisi Indonesia Hebat (KIH), membentuk DPR tandingan di parlemen. KIH berdalih pembentukan DPR tandingan untuk melindungi kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Pakar hukum mensinyalir dengan terbentuknya DPR tandingan ini justru kan menimbulkan kisruh di dalam parlemen.

Seperti yang disampikan anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Arief Wibowo, Rabu (29/10) yang dilansir dari media elektronik nasional, mengatakan, KIH telah menunjuk beberapa nama untuk menjadi pemimpin sementara DPR. “Komposisinya disesuaikan dengan fraksi-fraksi yang tergabung dalam KIH”, ungkapnya
KIH telah menetapkan Pramono Anung dari Fraksi PDI-P sebagai ketua sementara. Adapun wakilnya Abdul Kadir Karding (F-PKB), Syaifullah Tamliha (F-PPP), Patrice Rio Capella (F-Nasdem) dan Dossy Iskandar (F-Hanura).

Arif beralasan, kubunya membentuk DPR tandingan karena menganggap adanya upaya pemakzulan terhadap pemerintahan Jokowi-JK dari KMP. Asumsi ini didasari atas disahkannya UU MD3 hingga pemilihan pimpinan DPR yang dikuasai KMP. Satu lagi yang membuat KIH gerah dengan KMP, setiap intrupsi/protes KIH di parlemen tidak digubris sama sekali.

Meski berdalih tindakan mereka benar, tidak demikian dengan pendapat pakar hukum tata Negara, Refly Harun. Refly mengatakan dualism kepemimpinan DPR berdampak kan mengganggu kinerja pemerintahan Jokowi-JK.

Dilansir dari detik.com, “Pemerintah akan dilematis harus bekerja dengan pimpinan yang mana, di satu sisi yang terpilih adalah kubu Koalisi Merah Putih, sementara paket KIH pendukung dia (Jokowi).”

Refly Harun menegaskan, kinerja DPR tidak akan berjalan dengan semestinya. Keputusan yang berkaitan dengan  fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran tak akan mampu maksimal. Justru yang tercipta adalah kekisruhan politik yang melahirkan persoalan baru. ungkapnya

Sementara itu Yusril Ihza Mahendra, ahli hukum tata negara, berpendapat yang terjadi saat ini adalah egoisme para politikus yang mengutamakan kepentingan golongan daripada kepentingan bangsa. Hal ini akan berdampak buruk bagi perkembangan demokrasi, dan merusak tatanan parlemen itu sendiri.

“Pembentukan pimpinan DPR tandingan yang kini telah terjadi sungguh memprihatinkan bagi perkembangan demokrasi kita. Politikus kita belum mampu mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok dan kepentingan pribadi,” seperti yang dilansir dari JPNN. (mond)