Menjadi Pahlawan Masa Kini
Setiap mengangkat tangan kanan, meletakkannya di sudut pelipis, mata ini selalu berkaca-kaca menatap bendera merah putih yang dikerek perlahan. Ketika telinga ini menangkap alunan lagu Indonesia Raya, tiap itu pula jantung ini berdebar, darah berdesir dan bulu kuduk meremang. Dalam ruang kepala saya seperti ada film yang diputar, menayangkan adegan pertempuran, antara pejuang berbambu runcing melawan penjajah bersenjata bedil.
Perasaan seperti itulah yang kerap melanda saban upacara bendera digelar, apalagi upacara besar seperti Upacara Peringatan Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2014 kemarin. Mungkin perasaan itu lahir akibat pengaruh ayah. Kendati lahir tujuh tahun pasca kemerdekaan, namun karena ayah adalah seorang pejuang kemerdekaan, maka saya dapat menyimak langsung kisah-kisah heroik yang pernah beliau lakoni. Jejak-jejak luka di tubuh beliau akibat melawan para penjajah juga telah saya saksikan dengan hati terenyuh. Apalagi beliau pernah dipenjarakan ketika Agresi Belanda ke II tahun 1948.
Kekaguman dan rasa hormat saya pada para pejuang kemerdekaan tidak terkira. Saat duduk di bangku SD, seorang guru menanyakan tentang tokoh idola, dengan lantang saya menyebut nama ayah. Alhamdulillah, rasa bangga akan sosok pejuang kemerdekaan kian hari kian bertambah. Sampai sekarang pun, bila ada yang menanyakan tokoh paling menginspirasi dan berperan besar dalam hidup saya, maka jawaban saya tetaplah Zaini Ismail, ayah saya, walaupun beliau tidak mau dikatakan sebagai pahlawan.
Entah apalah jadinya bila bangsa ini tidak memiliki pahlawan. Tidak ada pejuang, tidak ada orang yang ingin berkorban demi tanah air, tidak ada satupun yang berani melawan kezaliman para penjajah, tidak ada panutan akan nilai-nilai heroik yang menjadi teladan dan akhirnya tidak ada proklamasi 17 Agustus 1945. Syukurlah hal itu tidak terjadi, baca sejarah, bangsa ini kaya akan pejuang kemerdekaan, bangsa kita penuh dengan kisah-kisah heroik para pahlawannya. Para pejuang yang rela mengorbankan harta hingga jiwa demi berkibarnya merah putih dari Sabang sampai Merauke.
Mari kita kenang kembali pesan Bung Karno yang mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Penghargaan terhadap jasa para pahlawan tersebut meliputi bagaimana cara kita mengenang perjuangan pahlawan sekaligus meneladani mereka. Namun yang terjadi saat ini sungguh mengibakan hati. Saya percaya, tiap kita telah mengetahui nama-nama para Pahlawan, dari mana daerah muasalnya berikut kisah-kisah perjuangan mereka, tetapi tidak dipungkiri, kita belum sepenuhnya meneladani prinsip dan sikap perjuang bangsa tersebut.
Maraknya korupsi, penjarahan lingkungan, tawuran antar anak sekolah, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan di sekolah, pembunuhan, perampokan, penipuan, pemerkosaan dan banyak lagi hal-hal memilukan yang terjadi di sekitar kita memunculkan tanda tanya besar saat ini, apakah ini arti kemerdekaan ? kemanakah perginya nilai-nilai keteladanan yang telah dicontohkan para pahlawan tempo dulu ? memikirkan hal ini, membuat kita hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala.
Melihat daftar yang dirilis Kementerian Sosial, hingga 2013, ada 159 pejuang yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, namun diluar itu, saya percaya masih ada ribuan bahkan jutaan pejuang kemerdekaan yang gugur demi membela tanah air yang bahkan namanya pun tidak dikenal. Tetapi semangat dan motivasi mereka sama, menegakkan kedaulatan NKRI dengan keberanian menggebu tanpa pamrih.
Perjuangan berani tanpa pamrih itulah yang perlahan terkikis dalam sanubari sehingga mengakibatkan kerakusan dan kemalasan dalam generasi kita. Hasil instan dengan mengesampingkan cara-cara halal menjadi pilihan. Inilah penyebab munculnya berbagai permasalahan sosial yang berujung pada tindakan kriminal seperti yang dipaparkan di atas. HUT RI ke 69 ini harus jadi momentum bagi kita semua untuk mengevaluasi diri terhadap fenomena ini, nilai-nilai kepahlawanan perlu digugah kembali.
Pahlawan masa kini bukanlah yang mengangkat bambu runcing dan lalu menghunuskannya ke tubuh penjajah sembari meneriakkan merdeka. Pahlawan masa kini adalah yang mampu membawa harum nama negara bangsa dan negara ke kancah dunia di berbagai bidang keahliannya. Pahlawan zaman sekarang adalah mereka yang menebarkan kebaikan di lingkungan sekitar mereka. Pahlawan era ini adalah mereka yang menyemaikan inspirasi sehingga membangkitkan semangat orang-orang lainnya untuk berbuat positif.
Yang menggembirakan hati kita, saat ini banyak tumbuh keberanian dan keikhlasan dalam diri sejumlah insan. Mereka adalah pahlawan yang berkiprah di berbagai bidang, dengan ciri berani, tak kenal lelah dan berjuang tanpa pamrih. Ada Butet Manurung yang menjadi guru bagi anak-anak Suku Kubu yang tinggal di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi sejak tahun 1999. Bahkan pada tahun 2004 Majalah Time menganugerahi lulusan Antropologi Universitas Padjajaran ini sebagai Heroes of Asia Award. Baru-baru ini, kisah Butet juga sudah difilmkan dalam Sokola Rimba garapan sutradara Riri Riza.
Kemudian ada Budi Ahmad Santoso dari Surabaya, yang meski “hanya” berkaki satu, namun justru aktif sebagai relawan Rumah Zakat, turut menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan. Selanjutnya ada Gendu Mulatif, seorang kakek yang menghimpun para penderita gangguan jiwa untuk ia rawat hingga sembuh di rumahnya. Ribuan orang gila berhasil disembuhkannya meski biaya yang dikeluarkannya disisihkan dari usaha beliau sendiri yakni hasil penyewaan delman dan jual beli kuda.
Dari pejuang lingkungan ada Victor Emanual Rayon yang merintis penanaman hutan bakau di sepanjang pantai. Awalnya dia sempat mendapat cemooh dari warga karena idenya itu, namun sekarang terbukti, pantai yang dahulu gersang telah berubah menjadi teduh oleh rimbunnya hutan bakau. Dengan hadirnya hutan bakau ini, otomatis ikan-ikan bersarang di sana, sehingga menambah penghasilan nelayan. Dan banyak lagi pahlawan masa kini yang menempatkan pengorbanan diri di urutan pertama prinsip hidup mereka.
Akan menghabiskan berlembar-lembar kertas bila seluruh nama anak bangsa yang berhasil menjadi Pahlawan masa kini tersbut dituliskan semua. Yang jelas saya ingin menyampaikan, bahwa setiap kita dapat menjadi seorang pahlawan. Bila tidak berskala nasional, kita dapat memberi manfaat di skala Propinsi Sumatera Barat, atau di tingkat kota/kabupaten hingga RT/RW di mana kita berada.
Bagi para pegawai jadilah pahlawan di kantor kita masing-masing, bekerja dengan sungguh-sungguh dan penuh pengabdian. Bagi para pedagang, jadilah pahlawan di pasar, melayani pembeli dengan baik, menjaga kebersihan tempat berjual-beli. Bagi pengemudi angkot, jadilah pahlawan di jalan raya, mentaati aturan berkendara sehingga kecelakaan lalu lintas dapat
Bagi anak-anak sekolah, jadilah pahlawan di sekolah, raihlah prestasi, berlajar dengan giat serta patuh pada guru-guru. Atau paling tidak, masing-masing kita dapat menjadi pahlawan bagi keluarga kita. Menjaga dan membawa harum nama baik keluarga itu juga sikap terhormat dan membanggakan.
Begitulah hendaknya kita mengisi kemerdekaan bangsa ini, dengan menjadi pahlawan, yang menebarkan manfaat, besar atau pun kecil pada orang-orang di sekitar kita.(**)
Perasaan seperti itulah yang kerap melanda saban upacara bendera digelar, apalagi upacara besar seperti Upacara Peringatan Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2014 kemarin. Mungkin perasaan itu lahir akibat pengaruh ayah. Kendati lahir tujuh tahun pasca kemerdekaan, namun karena ayah adalah seorang pejuang kemerdekaan, maka saya dapat menyimak langsung kisah-kisah heroik yang pernah beliau lakoni. Jejak-jejak luka di tubuh beliau akibat melawan para penjajah juga telah saya saksikan dengan hati terenyuh. Apalagi beliau pernah dipenjarakan ketika Agresi Belanda ke II tahun 1948.
Kekaguman dan rasa hormat saya pada para pejuang kemerdekaan tidak terkira. Saat duduk di bangku SD, seorang guru menanyakan tentang tokoh idola, dengan lantang saya menyebut nama ayah. Alhamdulillah, rasa bangga akan sosok pejuang kemerdekaan kian hari kian bertambah. Sampai sekarang pun, bila ada yang menanyakan tokoh paling menginspirasi dan berperan besar dalam hidup saya, maka jawaban saya tetaplah Zaini Ismail, ayah saya, walaupun beliau tidak mau dikatakan sebagai pahlawan.
Entah apalah jadinya bila bangsa ini tidak memiliki pahlawan. Tidak ada pejuang, tidak ada orang yang ingin berkorban demi tanah air, tidak ada satupun yang berani melawan kezaliman para penjajah, tidak ada panutan akan nilai-nilai heroik yang menjadi teladan dan akhirnya tidak ada proklamasi 17 Agustus 1945. Syukurlah hal itu tidak terjadi, baca sejarah, bangsa ini kaya akan pejuang kemerdekaan, bangsa kita penuh dengan kisah-kisah heroik para pahlawannya. Para pejuang yang rela mengorbankan harta hingga jiwa demi berkibarnya merah putih dari Sabang sampai Merauke.
Mari kita kenang kembali pesan Bung Karno yang mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Penghargaan terhadap jasa para pahlawan tersebut meliputi bagaimana cara kita mengenang perjuangan pahlawan sekaligus meneladani mereka. Namun yang terjadi saat ini sungguh mengibakan hati. Saya percaya, tiap kita telah mengetahui nama-nama para Pahlawan, dari mana daerah muasalnya berikut kisah-kisah perjuangan mereka, tetapi tidak dipungkiri, kita belum sepenuhnya meneladani prinsip dan sikap perjuang bangsa tersebut.
Maraknya korupsi, penjarahan lingkungan, tawuran antar anak sekolah, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan di sekolah, pembunuhan, perampokan, penipuan, pemerkosaan dan banyak lagi hal-hal memilukan yang terjadi di sekitar kita memunculkan tanda tanya besar saat ini, apakah ini arti kemerdekaan ? kemanakah perginya nilai-nilai keteladanan yang telah dicontohkan para pahlawan tempo dulu ? memikirkan hal ini, membuat kita hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala.
Melihat daftar yang dirilis Kementerian Sosial, hingga 2013, ada 159 pejuang yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, namun diluar itu, saya percaya masih ada ribuan bahkan jutaan pejuang kemerdekaan yang gugur demi membela tanah air yang bahkan namanya pun tidak dikenal. Tetapi semangat dan motivasi mereka sama, menegakkan kedaulatan NKRI dengan keberanian menggebu tanpa pamrih.
Perjuangan berani tanpa pamrih itulah yang perlahan terkikis dalam sanubari sehingga mengakibatkan kerakusan dan kemalasan dalam generasi kita. Hasil instan dengan mengesampingkan cara-cara halal menjadi pilihan. Inilah penyebab munculnya berbagai permasalahan sosial yang berujung pada tindakan kriminal seperti yang dipaparkan di atas. HUT RI ke 69 ini harus jadi momentum bagi kita semua untuk mengevaluasi diri terhadap fenomena ini, nilai-nilai kepahlawanan perlu digugah kembali.
Pahlawan masa kini bukanlah yang mengangkat bambu runcing dan lalu menghunuskannya ke tubuh penjajah sembari meneriakkan merdeka. Pahlawan masa kini adalah yang mampu membawa harum nama negara bangsa dan negara ke kancah dunia di berbagai bidang keahliannya. Pahlawan zaman sekarang adalah mereka yang menebarkan kebaikan di lingkungan sekitar mereka. Pahlawan era ini adalah mereka yang menyemaikan inspirasi sehingga membangkitkan semangat orang-orang lainnya untuk berbuat positif.
Yang menggembirakan hati kita, saat ini banyak tumbuh keberanian dan keikhlasan dalam diri sejumlah insan. Mereka adalah pahlawan yang berkiprah di berbagai bidang, dengan ciri berani, tak kenal lelah dan berjuang tanpa pamrih. Ada Butet Manurung yang menjadi guru bagi anak-anak Suku Kubu yang tinggal di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi sejak tahun 1999. Bahkan pada tahun 2004 Majalah Time menganugerahi lulusan Antropologi Universitas Padjajaran ini sebagai Heroes of Asia Award. Baru-baru ini, kisah Butet juga sudah difilmkan dalam Sokola Rimba garapan sutradara Riri Riza.
Kemudian ada Budi Ahmad Santoso dari Surabaya, yang meski “hanya” berkaki satu, namun justru aktif sebagai relawan Rumah Zakat, turut menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan. Selanjutnya ada Gendu Mulatif, seorang kakek yang menghimpun para penderita gangguan jiwa untuk ia rawat hingga sembuh di rumahnya. Ribuan orang gila berhasil disembuhkannya meski biaya yang dikeluarkannya disisihkan dari usaha beliau sendiri yakni hasil penyewaan delman dan jual beli kuda.
Dari pejuang lingkungan ada Victor Emanual Rayon yang merintis penanaman hutan bakau di sepanjang pantai. Awalnya dia sempat mendapat cemooh dari warga karena idenya itu, namun sekarang terbukti, pantai yang dahulu gersang telah berubah menjadi teduh oleh rimbunnya hutan bakau. Dengan hadirnya hutan bakau ini, otomatis ikan-ikan bersarang di sana, sehingga menambah penghasilan nelayan. Dan banyak lagi pahlawan masa kini yang menempatkan pengorbanan diri di urutan pertama prinsip hidup mereka.
Akan menghabiskan berlembar-lembar kertas bila seluruh nama anak bangsa yang berhasil menjadi Pahlawan masa kini tersbut dituliskan semua. Yang jelas saya ingin menyampaikan, bahwa setiap kita dapat menjadi seorang pahlawan. Bila tidak berskala nasional, kita dapat memberi manfaat di skala Propinsi Sumatera Barat, atau di tingkat kota/kabupaten hingga RT/RW di mana kita berada.
Bagi para pegawai jadilah pahlawan di kantor kita masing-masing, bekerja dengan sungguh-sungguh dan penuh pengabdian. Bagi para pedagang, jadilah pahlawan di pasar, melayani pembeli dengan baik, menjaga kebersihan tempat berjual-beli. Bagi pengemudi angkot, jadilah pahlawan di jalan raya, mentaati aturan berkendara sehingga kecelakaan lalu lintas dapat
Bagi anak-anak sekolah, jadilah pahlawan di sekolah, raihlah prestasi, berlajar dengan giat serta patuh pada guru-guru. Atau paling tidak, masing-masing kita dapat menjadi pahlawan bagi keluarga kita. Menjaga dan membawa harum nama baik keluarga itu juga sikap terhormat dan membanggakan.
Begitulah hendaknya kita mengisi kemerdekaan bangsa ini, dengan menjadi pahlawan, yang menebarkan manfaat, besar atau pun kecil pada orang-orang di sekitar kita.(**)