Kerajinan Batu Akik Di Pacitan Hasilkan Rp 9 Miliar Per Bulan
Dirgantara ~ Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, mencatat lebih dari 1.200 perajin batu akik di wilayahnya dapat menghasilkan minimal Rp 9 miliar setiap bulan atau Rp 300 juta setiap harinya.
"Di Pacitan ada lebih dari 1.200 perajin. Kalau sehari laku satu akik saja dengan harga murah, yakni rata-rata Rp 250 ribu, sehari bisa menghasilkan Rp 300 juta. Kalau sebulan tinggal kali 30 saja," kata Kepala Dinas Koperindag Kabupaten Pacitan, Supomo di Pacitan, Senin (22/6).
Padahal, menurut dia, sangat mungkin dalam sehari satu perajin bisa menghasilkan dan menjual lebih dari satu akik. Apalagi, jika hari-hari libur akan semakin banyak pengunjung yang datang ke Pacitan, baik untuk melakukan kunjungan wisata maupun khusus membeli batu akik.
Jauh sebelum saat ini tenar, Pacitan sejak awal tahun 1980-an sudah dikenal sebagai penghasil batu akik sehingga mendapat julukan 'Pacitan Kota Akik'.
Pada tahun 1985, Pemkab Pacitan membentuk Unit Bina Industri Batu Mulia (Ubibam) yang kini menjadi unit pelaksana teknis (UPT) Diskoperindag.
Ubibam Kabupaten Pacitan diresmikan oleh Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan IV pada era Orde Baru, yakni Hartarto Sastrosoenarto. Ubibam memiliki tugas pokok mendidik dan membina perajin batu akik agar lebih terampil.
"Jadi, hampir semua perajin akik di sini adalah lulusan dari Ubibam. Dahulu, perajin akik di Pacitan hanya 150-an orang, kini meningkat tajam. Sejak pertengahan 2014 sampai Februari 2015 kami mencatat ada sekitar 1.200 orang. Mungkin dari Februari sampai sekarang bisa bertambah lagi," katanya seperti dilansir Antara.
Kalau satu perajin saja mempekerjakan minimal tiga orang, kata dia, sudah ada 3.600 tenaga kerja yang terserap dari usaha kerajinan batu akik itu.
Supomo mengemukakan efek samping dari akik yang populer saat ini sangat luar biasa bagi Kabupaten Pacitan. Selain menambah penghasilan masyarakat dari membuat dan mencari bahan dasar hingga berdagang batu akik, juga telah mengurangi angka pengangguran yang relatif cukup banyak.
"Otomatis juga mengurangi urbanisasi karena di Pacitan ada alternatif mendapatkan penghasilan yang lebih baik, yakni dari batu akik. Dampak lainnya adalah keamanan yang semakin meningkat karena akses ekonomi masyarakat bertambah," katanya.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Pacitan akan terus melakukan pembinaan dan mendorong para perajin tetap berproduksi secara berkelanjutan. Selain memberikan pelatihan, pihaknya juga membantu peralatan dan modal dari dana bergulir kepada para perajin. Merdeka.Com
"Di Pacitan ada lebih dari 1.200 perajin. Kalau sehari laku satu akik saja dengan harga murah, yakni rata-rata Rp 250 ribu, sehari bisa menghasilkan Rp 300 juta. Kalau sebulan tinggal kali 30 saja," kata Kepala Dinas Koperindag Kabupaten Pacitan, Supomo di Pacitan, Senin (22/6).
Padahal, menurut dia, sangat mungkin dalam sehari satu perajin bisa menghasilkan dan menjual lebih dari satu akik. Apalagi, jika hari-hari libur akan semakin banyak pengunjung yang datang ke Pacitan, baik untuk melakukan kunjungan wisata maupun khusus membeli batu akik.
Jauh sebelum saat ini tenar, Pacitan sejak awal tahun 1980-an sudah dikenal sebagai penghasil batu akik sehingga mendapat julukan 'Pacitan Kota Akik'.
Pada tahun 1985, Pemkab Pacitan membentuk Unit Bina Industri Batu Mulia (Ubibam) yang kini menjadi unit pelaksana teknis (UPT) Diskoperindag.
Ubibam Kabupaten Pacitan diresmikan oleh Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan IV pada era Orde Baru, yakni Hartarto Sastrosoenarto. Ubibam memiliki tugas pokok mendidik dan membina perajin batu akik agar lebih terampil.
"Jadi, hampir semua perajin akik di sini adalah lulusan dari Ubibam. Dahulu, perajin akik di Pacitan hanya 150-an orang, kini meningkat tajam. Sejak pertengahan 2014 sampai Februari 2015 kami mencatat ada sekitar 1.200 orang. Mungkin dari Februari sampai sekarang bisa bertambah lagi," katanya seperti dilansir Antara.
Kalau satu perajin saja mempekerjakan minimal tiga orang, kata dia, sudah ada 3.600 tenaga kerja yang terserap dari usaha kerajinan batu akik itu.
Supomo mengemukakan efek samping dari akik yang populer saat ini sangat luar biasa bagi Kabupaten Pacitan. Selain menambah penghasilan masyarakat dari membuat dan mencari bahan dasar hingga berdagang batu akik, juga telah mengurangi angka pengangguran yang relatif cukup banyak.
"Otomatis juga mengurangi urbanisasi karena di Pacitan ada alternatif mendapatkan penghasilan yang lebih baik, yakni dari batu akik. Dampak lainnya adalah keamanan yang semakin meningkat karena akses ekonomi masyarakat bertambah," katanya.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Pacitan akan terus melakukan pembinaan dan mendorong para perajin tetap berproduksi secara berkelanjutan. Selain memberikan pelatihan, pihaknya juga membantu peralatan dan modal dari dana bergulir kepada para perajin. Merdeka.Com