Jampidsus Panggil Direksi PT PGN
Dirgantara ** Kejaksaan Agung terus mendalami kasus proyek
Floating Storage and Regasification Unit (FSRU), agar dapat diketahui
siapa-siapa yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi, yang taksirannya
ada kerugian negara sekitar Rp1 miliar.
“Masih kita dalami. Ingin kita buat terang indikasi (korupsi) itu,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah, di Kejagung. Terkait dengan itu, tim penyidik telah dan akan memanggil Direksi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sehingga akan mermbuat terang perkara. Kasus ini telah ditingkatkan ke penyidikan, sejak beberapa waktu lalu. Namun, sampai kini belum ada seorangpun yang ditetapkan tersangka.
Para saksi yang telah diperiksa, di antaranya, Dirut PGN Hendi Prio Santoso, Agoes Kresnowo (Panitia Pengadaan), Tri Setyo Utomo (Asisten Manajer Keuangan dan Administrasi Proyek), Wahid Sutopo (Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko), Eri Surya Kelana (Direktur Keuangan dan Administrasi) serta Retno Kadarni (Ketua Panitia Pengadaan).
Arminsyah menyebutkan mengatakan terdapat sejumlah masalah pada proyek tersebut. Mulai, pengadaan jaringan pipa yang terlalu mahal dan penunjukkan PGN secara langsung oleh Menteri BUMN saat itu juga bermasalah.
Koordinator Indonesia Energy Watch (IEW) M. Adnan Rarasina meminta Kejagung mengusut tuntas dan mendesak Menteri BUMN Rini Soemarno memberhentikan direksi PGN hasil RUPS.
“Sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, mereka harus mundur. Kami akan terus mengawal kasus dugaan korupsi FSRU Lampung ini hingga tuntas,” kata Adnan dalam keterangannya kepada wartawan.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean mengatakan tidak sulit menjerat sosok yang paling bertanggung jawab dalam kasus. Karena menurutnya, terdapat dugaan kesengajaan sehingga memunculkan kerugian negara per bulan mencapai US$7 juta.
Menurut Ferdinand, kerugian negara atas pembangunan FSRU di Lampung senilai US 250 juta. Pada 2011, FSRU ini akan dibangun di Belawan, Medan. Namun, Menteri BUMN saat itu, Dahlan Iskan, mengubah proyek FSRU Belawan dengan revitalisasi kilang Arun yang digarap PT Pertamina.
Tahun 2012, proyek FSRU dipindahkan ke Lampung dan rampung setelah dua tahun kemudian. September 2014, PGN mulai menjual 40,5 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) dari FSRU Lampung ke PLN untuk dialirkan ke PLTGU Muara Tawar di Bekasi, Jawa Barat.
Namun, kontrak jual-beli gas dengan harga US$18 per MMBTU tersebut tidak dilanjutkan per Januari 2015. Meskipun kerjasama berhenti, PGN harus terus membayar biaya sewa dan operasional kapal FSRU meskipun tidak ada pemasukan.
Selain itu, investasi menara sandar kapal yang mencapai US$100 juta dan pembangunan jaringan pipa offshore (lepas pantai) sepanjang 30-50 kilometer dari FSRU Lampung ke jaringan transmisi Sumatera Selatan-Jawa Barat dan fasilitas off take (penjualan) pendukung lainnya sebesar US$150 juta. Harga tersebut dianggap kemahalan. rel/pskt
“Masih kita dalami. Ingin kita buat terang indikasi (korupsi) itu,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah, di Kejagung. Terkait dengan itu, tim penyidik telah dan akan memanggil Direksi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sehingga akan mermbuat terang perkara. Kasus ini telah ditingkatkan ke penyidikan, sejak beberapa waktu lalu. Namun, sampai kini belum ada seorangpun yang ditetapkan tersangka.
Para saksi yang telah diperiksa, di antaranya, Dirut PGN Hendi Prio Santoso, Agoes Kresnowo (Panitia Pengadaan), Tri Setyo Utomo (Asisten Manajer Keuangan dan Administrasi Proyek), Wahid Sutopo (Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko), Eri Surya Kelana (Direktur Keuangan dan Administrasi) serta Retno Kadarni (Ketua Panitia Pengadaan).
Arminsyah menyebutkan mengatakan terdapat sejumlah masalah pada proyek tersebut. Mulai, pengadaan jaringan pipa yang terlalu mahal dan penunjukkan PGN secara langsung oleh Menteri BUMN saat itu juga bermasalah.
Koordinator Indonesia Energy Watch (IEW) M. Adnan Rarasina meminta Kejagung mengusut tuntas dan mendesak Menteri BUMN Rini Soemarno memberhentikan direksi PGN hasil RUPS.
“Sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, mereka harus mundur. Kami akan terus mengawal kasus dugaan korupsi FSRU Lampung ini hingga tuntas,” kata Adnan dalam keterangannya kepada wartawan.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean mengatakan tidak sulit menjerat sosok yang paling bertanggung jawab dalam kasus. Karena menurutnya, terdapat dugaan kesengajaan sehingga memunculkan kerugian negara per bulan mencapai US$7 juta.
Menurut Ferdinand, kerugian negara atas pembangunan FSRU di Lampung senilai US 250 juta. Pada 2011, FSRU ini akan dibangun di Belawan, Medan. Namun, Menteri BUMN saat itu, Dahlan Iskan, mengubah proyek FSRU Belawan dengan revitalisasi kilang Arun yang digarap PT Pertamina.
Tahun 2012, proyek FSRU dipindahkan ke Lampung dan rampung setelah dua tahun kemudian. September 2014, PGN mulai menjual 40,5 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) dari FSRU Lampung ke PLN untuk dialirkan ke PLTGU Muara Tawar di Bekasi, Jawa Barat.
Namun, kontrak jual-beli gas dengan harga US$18 per MMBTU tersebut tidak dilanjutkan per Januari 2015. Meskipun kerjasama berhenti, PGN harus terus membayar biaya sewa dan operasional kapal FSRU meskipun tidak ada pemasukan.
Selain itu, investasi menara sandar kapal yang mencapai US$100 juta dan pembangunan jaringan pipa offshore (lepas pantai) sepanjang 30-50 kilometer dari FSRU Lampung ke jaringan transmisi Sumatera Selatan-Jawa Barat dan fasilitas off take (penjualan) pendukung lainnya sebesar US$150 juta. Harga tersebut dianggap kemahalan. rel/pskt