Reinier Jadi Penengah Sengketa SPSI Dengan Pedagang
D'On, Solok- Dalam rangka meluruskan kesalahpahaman dan kesalahan presepsi antara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) cabang kota Solok dengan pedagang bahan bangunan dan pedagang lainnya yang memiliki gudang di daerah setempat, wakil walikota Solok, Ir. Reinier, ST.MM, rabu (19/10) mengundang kedua belah pihak yang bersangkutan ke kediaman resmi wakil walikota Solok.
Dalam kegiatan itu, yakni mencarikan solusi terhadap permasalahan yang ada tersebut, dileading sektori oleh Dinas Koperasi,Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) kota Solok.
Pada proses kegiatannya, beberapa perwakilan dari pedagang atau pengusaha yang ada, melemparkan keluhan terkait dengan kinerja anggota SPSI, diantara keluhan itu adalah masalah ongkos atau biaya bongkar muat barang yang ditagih oleh pekerja tersebut, dan selain itu kurangnya tanggung jawab pekerja atas kerusakan barang juga menjadi hal yang hangat pada topik pembicaraan yang terjadi.
Menyikapi keluhan yang disampaikan oleh pengusaha itu, Firdaus,SH, ketua SPSI cabang kota Solok menyampaikan dan mengatakan bahwa, pada umumnya pemalakan atau tagihan upah yang tidak sesuai dengan kewajaran yang harus dibayarkan oleh pengusaha itu, hanya dilakukan oleh oknum yang mengatas namakan SPSI, sebab katanya seluruh anggota yang dikomandoinya itu diwajibkan memakai tanda pengenal dan dibekali dengan aturan terkait dengan masalah upah yang dapat mereka terima.
Sementara itu Armon Amir sekretaris SPSI mengakui dan mengatakan sangat kewalahan dalam mengurus anggotanya yang ada, namun diakuinya hal itu terhukum oleh keterbatasan SDM yang mereka miliki. Walaupun demikian selaku motor penggerak dia akan tetap berusaha keras untuk melakukan pembinaan terhadap anggota SPSI yang ada, sehingga masyarakat pengusaha benar benar dapat merasakan keberadaan SPSI di kota Solok.
Sementara itu pada kesempatan lain, Ir. Eva Meuthia, M. Si kepala Koperindag Pemko Solok mengatakan, efek dari hilangnya kestabilan ruang dan terjadinya mis komunikasi antara SPSI dan pengusaha yang ada tersebut adalah antara lain, memunculkan sebuah pemikiran dari pengusaha untuk hengkang dari kota Solok, dan memindahkan gudang mereka ke daerah tetangga yakni kabupaten Solok.
Adapun dasar pemikiran dari mereka untuk melakukan migrasi ke daerah lain adalah, seringnya terjadi pemalakan dan sifat arogansi dari anggota SPSI yang melakukan bongkar muat barang digudang yang ada, dan ironisnya para pekerja tersebut juga memilih pekerjaan yang dilakukannya. Dikatakannya semua data dan informasi yang disampaikanya itu adalah berdasarkan dari laporan pengusaha yang ada, kata Eva Meuthia.
Pada kesempatannya itu, Ir. Reinier mengatakan,tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, yang penting adalah kemauan dari masing masing kita yang ada. Dan untuk hal itu, kita harus melakukan musyawarah untuk mengambil kata mufakat.
Disampaikannya, sebelumnya terlebih dahulu SPSI harus melakukan pembenahan diri dan menampakan keberadaannya ditengah tengah masyarakat khususnya masyarakat pengusaha. Dan hal lain yang harus dilakukan SPSI adalah membuat suatu sistim untuk memeneg segala urusan yang bersangkutan untuk membesarkan nama dan pamor SPSI ditengah tengah masyarakat kota Solok.
Terkait dengan masalah upah bongkar barang atau biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha kepada pekerja (SPSI), adalah dengan satu cara, yakni melakukan musyawarah atau pertemuan antara SPSI dan pengusaha di kota Solok. Dan menetapkan besarnya upah yang harus dikeluarkan, paparnya. (G/hms)
Dalam kegiatan itu, yakni mencarikan solusi terhadap permasalahan yang ada tersebut, dileading sektori oleh Dinas Koperasi,Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) kota Solok.
Pada proses kegiatannya, beberapa perwakilan dari pedagang atau pengusaha yang ada, melemparkan keluhan terkait dengan kinerja anggota SPSI, diantara keluhan itu adalah masalah ongkos atau biaya bongkar muat barang yang ditagih oleh pekerja tersebut, dan selain itu kurangnya tanggung jawab pekerja atas kerusakan barang juga menjadi hal yang hangat pada topik pembicaraan yang terjadi.
Menyikapi keluhan yang disampaikan oleh pengusaha itu, Firdaus,SH, ketua SPSI cabang kota Solok menyampaikan dan mengatakan bahwa, pada umumnya pemalakan atau tagihan upah yang tidak sesuai dengan kewajaran yang harus dibayarkan oleh pengusaha itu, hanya dilakukan oleh oknum yang mengatas namakan SPSI, sebab katanya seluruh anggota yang dikomandoinya itu diwajibkan memakai tanda pengenal dan dibekali dengan aturan terkait dengan masalah upah yang dapat mereka terima.
Sementara itu Armon Amir sekretaris SPSI mengakui dan mengatakan sangat kewalahan dalam mengurus anggotanya yang ada, namun diakuinya hal itu terhukum oleh keterbatasan SDM yang mereka miliki. Walaupun demikian selaku motor penggerak dia akan tetap berusaha keras untuk melakukan pembinaan terhadap anggota SPSI yang ada, sehingga masyarakat pengusaha benar benar dapat merasakan keberadaan SPSI di kota Solok.
Sementara itu pada kesempatan lain, Ir. Eva Meuthia, M. Si kepala Koperindag Pemko Solok mengatakan, efek dari hilangnya kestabilan ruang dan terjadinya mis komunikasi antara SPSI dan pengusaha yang ada tersebut adalah antara lain, memunculkan sebuah pemikiran dari pengusaha untuk hengkang dari kota Solok, dan memindahkan gudang mereka ke daerah tetangga yakni kabupaten Solok.
Adapun dasar pemikiran dari mereka untuk melakukan migrasi ke daerah lain adalah, seringnya terjadi pemalakan dan sifat arogansi dari anggota SPSI yang melakukan bongkar muat barang digudang yang ada, dan ironisnya para pekerja tersebut juga memilih pekerjaan yang dilakukannya. Dikatakannya semua data dan informasi yang disampaikanya itu adalah berdasarkan dari laporan pengusaha yang ada, kata Eva Meuthia.
Pada kesempatannya itu, Ir. Reinier mengatakan,tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, yang penting adalah kemauan dari masing masing kita yang ada. Dan untuk hal itu, kita harus melakukan musyawarah untuk mengambil kata mufakat.
Disampaikannya, sebelumnya terlebih dahulu SPSI harus melakukan pembenahan diri dan menampakan keberadaannya ditengah tengah masyarakat khususnya masyarakat pengusaha. Dan hal lain yang harus dilakukan SPSI adalah membuat suatu sistim untuk memeneg segala urusan yang bersangkutan untuk membesarkan nama dan pamor SPSI ditengah tengah masyarakat kota Solok.
Terkait dengan masalah upah bongkar barang atau biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha kepada pekerja (SPSI), adalah dengan satu cara, yakni melakukan musyawarah atau pertemuan antara SPSI dan pengusaha di kota Solok. Dan menetapkan besarnya upah yang harus dikeluarkan, paparnya. (G/hms)