Mayjen Wuryanto: Tidak Ada Tebang Pilih di Tubuh TNI
D'On, Jakarta- Mengambil pelajaran dari kasus Brigadir Jenderal Teddy Hernayedi yang telah divonis Pengadilan militer Tinggi II Jakarta, kemarin, Mabes TNI melalui Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Wuryanto menegaskan bahwa Perwira tinggi TNI hingga prajurit terendah mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum, selain itu pihaknya tidak akan tebang pilih dalam memberantas korupsi di internal TNI, apapun pangkatnya.
"Inshaallah dengan keputusan ini menjadi contoh bagi seluruh prajurit bahwa semua tidak pandang bulu. Brigjen saja mendapat hukuman maksimal seperti ini, apalagi prajurit yang lain," kata Wuryanto, Kamis (1/12) dilansir dari cnnIndonesia.
"Inshaallah dengan keputusan ini menjadi contoh bagi seluruh prajurit bahwa semua tidak pandang bulu. Brigjen saja mendapat hukuman maksimal seperti ini, apalagi prajurit yang lain," kata Wuryanto, Kamis (1/12) dilansir dari cnnIndonesia.
Ditegaskan Jenderal bintang dua ini, pimpinan TNI tidak melakukan intervensi hukum atas kasus yang menjerat Teddy. Menurutnya, peristiwa hukum ini menjadi momentum bagi TNI untuk bersih-bersih internal dari korupsi dan tindak pidana lainnya.
"Sekali lagi saya sampaikan pimpinan TNI tidak mentolerir pelanggaran sekecil apapun yang dilakukan prajurit TNI baik dari pangkat terendah hingga pangkat tertinggi," ujarnya.
Dinilai Wuryanto keputusan pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, dengan sistem peradilan militer saat ini telah berjalan secara profesional.
Brigjen Teddy divonis hukuman seumur hidup karena terbukti bersalah atas korupsi anggaran alutsista sebesar US$12,4 juta saat menjabat Kepala Bidang Pelaksanaan Pembiayaan Kementerian Pertahanan periode 2010-2014.
Menurut Wuryanto, pengadilan militer yang digelar secara terbuka bagi publik berusaha memutus persepsi negatif di masyarakat mengenai sistem peradilan militer.
Bahkan menurutnya, anggapan bahwa peradilan militer akan membela prajurit, telah terbantahkan dengan putusan pengadilan yang lebih tinggi kepada Teddy. Auditor atau jaksa semula menuntut 12 tahun penjara, lebih ringan dari vonis hakim.
"Sistem peradilan militer selalu dipandang negatif, seolah tertutup, terlalu membela prajurit negara, ini tidak terbukti semua," katanya. (Khalid/cnn)