Kalah Dari Negara Tetangga, Presiden Jokowi: Segera Perbaiki ‘Nation Branding’ Indonesia
D'On, Jakarta- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan, bahwa brand power Indonesia masih lemah, baik untuk perdagangan, untuk investasi, maupun untuk pariwisata dibandingkan negara-negara lain. Karena itu, Presiden meminta agar segera diperbaiki brand power sebagaimana negara lain habis-habisan menggarap nation branding mereka.
“Dari data yang saya peroleh di bidang perdagangan dan investasi, brand power Indonesia berada pada posisi 6,4%. Kalah dibandingkan Singapura yang hampir mencapai 10% dan Thailand yang sedikit di atas Indonesia. Posisi ini berada di bawah rata-rata dunia yang mencapai 7,7 %,” kata Presiden Jokowi dalam pengantarnya saat memimpin rapat terbatas terkait lanjutan pembahasan Nation Branding, di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (3/2) siang.
Presiden juga menyampaikan, di bidang pariwisata, brand power Indonesia berada pada angka 5,2%. Artinya, juga masih berada di bawah Thailand, 9,4 persen yang memimpin di Asia, serta Singapura yang angkanya 8,6 persen.
Untuk itu, Presiden meminta agar segera diperbaiki sebagaimana banyak negara yang saat ini habis-habisan menggarap nation branding mereka.
“Dengan mengharap brand power mereka ingin meningkatkan daya saing di bidang investasi, di bidang perdagangan, dan di bidang pariwisata. Mereka juga berlomba-lomba membangun reputasi di dunia dengan cara soft power. Melalui diplomasi kebudayaan film, diplomasi kuliner, sampai diplomasi olahraga,” papar Presiden.
Jangan Sendiri-Sendiri
Presiden Jokowi yang didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla menekankan, perlunya diketahui lebih dalam lagi apa saja kekuatan dan kelemahan dalam brand power, apa saja persepsi yang positif dan negatif tentang Indonesia.
Kedua, dalam membangun citra Indonesia di dunia internasional, Presiden menegaskan, bahwa setiap Kementerian dan Lembaga (K/L) tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Misalnya, Kementerian Perdagangan mengangkat tagline Remarkable Indonesia, Kementerian Pariwisata mengusung Wonderful Indonesia, kemudian juga promosi di BKPM yang mempunyai tema sendiri.
Untuk itu, Presiden mengingatkan perlunya dilakukan konsolidasi pada ajang-ajang promosi dan pameran di luar negeri. Sehingga lebih masif, lebih terintegrasi, dan juga memiliki dampak yang konkret, dampak yang nyata, dan betul-betul mampu bersaing dengan negara-negara yang lain. Terutama sekali lagi di bidang investasi, perdagangan, dan pariwisata.
Presiden Jokowi menekankan, bahwa nation branding ini bukan sebatas membuat logo atau menemukan tagline, slogan. Tapi reputasi positif yang betul-betul dirasakan orang ketika datang ke Indonesia. “Artinya, perlu bersama kita bekerja lebih fokus dalam mewujudkan itu dan sekaligus menjaga citra positif negara,” tuturnya.
Rapat terbatas itu dihadiri oleh Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko PMK Puan Maharani, Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan, Seskab Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menperin Airlangga Hartarto, Mendag Enggartiasto Lukita, Menlu Retno Marsudi, Menkumham Yasonna H. Laoly, Menkominfo Rudiantara, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf. (stk)
“Dari data yang saya peroleh di bidang perdagangan dan investasi, brand power Indonesia berada pada posisi 6,4%. Kalah dibandingkan Singapura yang hampir mencapai 10% dan Thailand yang sedikit di atas Indonesia. Posisi ini berada di bawah rata-rata dunia yang mencapai 7,7 %,” kata Presiden Jokowi dalam pengantarnya saat memimpin rapat terbatas terkait lanjutan pembahasan Nation Branding, di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (3/2) siang.
Presiden juga menyampaikan, di bidang pariwisata, brand power Indonesia berada pada angka 5,2%. Artinya, juga masih berada di bawah Thailand, 9,4 persen yang memimpin di Asia, serta Singapura yang angkanya 8,6 persen.
Untuk itu, Presiden meminta agar segera diperbaiki sebagaimana banyak negara yang saat ini habis-habisan menggarap nation branding mereka.
“Dengan mengharap brand power mereka ingin meningkatkan daya saing di bidang investasi, di bidang perdagangan, dan di bidang pariwisata. Mereka juga berlomba-lomba membangun reputasi di dunia dengan cara soft power. Melalui diplomasi kebudayaan film, diplomasi kuliner, sampai diplomasi olahraga,” papar Presiden.
Jangan Sendiri-Sendiri
Presiden Jokowi yang didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla menekankan, perlunya diketahui lebih dalam lagi apa saja kekuatan dan kelemahan dalam brand power, apa saja persepsi yang positif dan negatif tentang Indonesia.
Kedua, dalam membangun citra Indonesia di dunia internasional, Presiden menegaskan, bahwa setiap Kementerian dan Lembaga (K/L) tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Misalnya, Kementerian Perdagangan mengangkat tagline Remarkable Indonesia, Kementerian Pariwisata mengusung Wonderful Indonesia, kemudian juga promosi di BKPM yang mempunyai tema sendiri.
Untuk itu, Presiden mengingatkan perlunya dilakukan konsolidasi pada ajang-ajang promosi dan pameran di luar negeri. Sehingga lebih masif, lebih terintegrasi, dan juga memiliki dampak yang konkret, dampak yang nyata, dan betul-betul mampu bersaing dengan negara-negara yang lain. Terutama sekali lagi di bidang investasi, perdagangan, dan pariwisata.
Presiden Jokowi menekankan, bahwa nation branding ini bukan sebatas membuat logo atau menemukan tagline, slogan. Tapi reputasi positif yang betul-betul dirasakan orang ketika datang ke Indonesia. “Artinya, perlu bersama kita bekerja lebih fokus dalam mewujudkan itu dan sekaligus menjaga citra positif negara,” tuturnya.
Rapat terbatas itu dihadiri oleh Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko PMK Puan Maharani, Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan, Seskab Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menperin Airlangga Hartarto, Mendag Enggartiasto Lukita, Menlu Retno Marsudi, Menkumham Yasonna H. Laoly, Menkominfo Rudiantara, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf. (stk)