Breaking News

Nge"Fly" Berkat Suara Sang Maestro Bob Marley

D'On- Selama 40 tahun, tak seorang pun sadar ada rekaman berharga teronggok di dalam kardus di lantai basement sebuah hotel di London. Baru-baru ini rekaman itu ditemukan, yang ternyata peninggalan legenda reggae Bob Marley. Rekaman itu jadi salah satu ‘the lost masters.’

Mengutip The Guardian, itu merupakan rekaman dari konser Marley selama 1974 sampai 1978, di London dan Paris. Rekaman analog itu disimpan di sebuah kardus yang kemudian dilupakan di lantai bawah tanah hotel di Kensal Rise, London. Itu merupakan hotel yang sama tempat Marley dan grupnya di The Wailers tinggal selama tur Eropa mereka, pertengahan 1970-an.

Saat itu mereka konser di Lyceum London (1975), Hammersmith Odeon (1976), Rainbow London (1977), dan Pavilion de Paris (1978). Konser mereka saat itu diabadikan oleh satu-satunya kendaraan yang juga studio rekaman berjalan di Inggris, disewakan oleh Rolling Stones.

Di dalam rekaman berharga itu, ada suara live Marley yang membawakan No Woman No Cry, Jammin, Exodus dan I Shot the Sheriff. Tapi karena terlupakan sekian lama, ia pun lembap dan rusak. Kerusakan paling parah disebabkan karena air. Perlu upaya keras memulihkannya.

Setelah upaya restorasi menggunakan teknik musik selama lebih dari setahun, rekaman itu akhirnya bisa dipulihkan. Suara asli Marley—yang meninggal pada 1981—masih sanggup menggetarkan hati penggemarnya lewat situ. Disebut-sebut suaranya ‘bikin merinding.’

Tak Mampu Berkata-kata

Adalah Joe Gatt, pebisnis asal London sekaligus penggemar berat Marley, yang menyelamatkan rekaman berharga itu dari pembuangan sampah. Ia mendapat panggilan dari seorang teman yang mengatakan bahwa ia mungkin menemukan rekaman tua milik Marley, saat membersihkan gedung.

“Itu [barang-barang yang akan dibuang] termasuk rekaman dua inchi dari tahun 1970-an. Saya tidak bisa hanya berdiri dan membiarkan barang itu, rusak atau tidak, dihancurkan. Jadi saya memintanya untuk tidak membuang mereka,” tutur Gatt, saat diwawancara The Guardian.

Ia kemudian memberikan rekaman itu kepada rekan bisnisnya yang juga seorang penyanyi jazz, Louis Hoover. Mendengar apa yang ada di rekaman itu, Hoover langsung terkejut.

“Saya tidak bisa berkata-kata, sejujurnya. Saya sangat dramatis, sementara Joe tetap santai padahal ada fakta bahwa dia menyelamatkan artefak global yang saya benar-benar sampai harus menghentikan mobil untuk memastikan apakah saya tidak salah dengar,” katanya.

Saat ia mengecek label dan catatan di rekaman itu, Hoover tak mempercayai matanya. Tapi ia kemudian prihatin saat melihat betapa parah kondisi rekaman itu. Benar-benar ada masalah di setiap inchi-nya. “Menyelamatkan kualitas suara rekaman itu, sepertinya akan sia-sia.”

Rekaman itu kemudian kembali berpindah tangan. Kali ini ke Martin Nichols, spesialis teknisi suara di White House Studio. Kata Nichols, jika ada yang memainkan rekaman itu dengan cara yang salah sekali saja, mereka bisa langsung kehilangan semua isinya.

Proses restorasinya sangat menantang. Menghabiskan biaya sampai 25 ribu Poundsterling atau Rp416 juta. Nichols juga harus sangat berhati-hati. Ia menghabiskan jam demi jam, memeriksa inchi demi inchi, membersihkan semua nodanya sampai tahap yang disebut ‘baking.’

“Agar mereka bisa dimainkan dengan aman,” kata Nichols menjelaskan.

Ia sendiri lantas terkejut dengan hasilnya. “Sekarang ia dalam format digital dan sagat berkualitas tinggi. Itu menunjukkan bahwa rekaman orisinalnya pun sudah dibuat secara profesional,” tutur Nichols. Dari 13 gulungan rekaman, 10 di antaranya sudah diperbaiki.

“Dua lagi kosong dan satu sudah terlalu rusak dan tidak bsia diperbaiki,” tutur Nichols.

Tapi dari yang ada saja, semua orang sudah puas. Hoover sendiri sampai dibuat ‘melayang’ saat mendengarkannya. “Membuat merinding,” katanya mengungkapkan. Ia membandingkan itu dengan pengalaman menemukan kanvas, kuas, dan lukisan Van Gogh di sebuah ruangan tua.

“Lalu ia muncul dari pintu rahasia untuk melukis 26 masterpieces-nya hanya untuk kita.” 
#cnnind