Kerugian Rp 30 Triliun/Tahun, Kepala BNPB: 150 Juta Warga Berada di Daerah Rawan Bencana
D'On, Jakata- Guna menangani dampak bencana yang terjadi di seluruh wilayah tanah air, pemerintah pada tahun 2017 ini telah mengalokasikan dana sebesar Rp16 triliun. Dana tersebut di sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) yang terkait dengan penanganan dampak bencana gempa.
“Dana tersebut masih di bawah dari kerugian yang harus ditanggung akibat terjadinya gempa atau bencana di tanah air, yang setiap tahunnya mencapai Rp30 triliun,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei dalam Forum Tematik Badan Koordinasi Hubungan Kemasyarakatan (Bakohumas), yang dihelat di Graha Lt. 15 Gedung BNPB, Jakarta, Kamis (30/3) pagi.
Dana yang dialokasikan untuk penanganan bencana itu, menurut Willem, juga meliputi program reboisasi, penghijauan yang dilakukan oleh sejumlah kementerian dan lembaga (K/L).
Menurut Kepala BNPB itu, pada 2017, korban bencana terdampak di 105 kota/kabupaten yang utamanya karena degradasi. Ia menyebutkan, sebanyak 24,67 juta DAS (Daerah Aliran Sungai) kritis dan banyak sungai yang digunakan sebagai pembuangan sampah.
Dari bencana yang ada, menurut Willem, kebanyakan karena korban tinggal di daerah bencana. Ia juga menambahkan perubahan cuaca secara ekstrem juga jadi penyebab terjadinya bencana seperti di Garut dan Kabupaten Limapuluh Koto.
“Slogan penanggulangan bencana internasional adalah Is Everyone Business. Beragam ilmu digunakan untuk penanggulangan bencana. Di Jepang pemahamannya hingga 35 persen dalam penanganan bencana,” ujar Willem.
Upaya dalam penanggulangan, menurut Willem, harus dilakukan secara bersama dan dibangun dengan kepedulian dan naluri, serta dididik setiap hari untuk hadapi bencana.
Kepala BNPB itu berharap, peringatan Hari Nasional Kesiapsiagaan Bencana bukan hanya seremonial semata, namun harus terukur dan berhasil. “Ukuran keberhasilannya adalah untuk menyelamatkan manusia lebih banyak (to save more lives),” ujarnya.
Kegiatan penanggulangan bencana, menurut Willem, alat yang sangat tepat untuk membangun kegotongroyongan, kepedulian, dan kesetiakawanan sosial.
Ia menyebutkan, masih ada sekitar 150 juta warga yang berada di rawan bencana baik daerah banjir, tsunami dan lainnya.
Sebarkan Informasi
Sementara itu Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi, Rosarita Niken Widiastuti menyampaikan pemerintah punya potensi untuk menyebarluaskan informasi di pusat dan daerah.
Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) yang berjumlah 6.000 di seluruh Indonesia, menurut Niken, sekarang ini juga bisa dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi ke masyarakat.
“Pelatihan yang dilakukan oleh BNPB menjadi penting agar menjadi pengetahuan early warning system sekaligus juga tidak mengekpos foto bencana namun lebih bagaimana cara penanganan bencana,” lanjut Niken seraya menyebut bahwa hal lain yang harus dipersiapkan adalah trauma healing.
Acara Bakohumas kali ini dihadiri oleh para pejabat eselon 1 dan 2 di lingkungan BNPB, serta pejabat/pegawai yang merupakan perwakilan dari Kementerian/Lembaga diantaranya Asdep Humas dan Protokol Sekretariat Kabinet RI. (stk)
“Dana tersebut masih di bawah dari kerugian yang harus ditanggung akibat terjadinya gempa atau bencana di tanah air, yang setiap tahunnya mencapai Rp30 triliun,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei dalam Forum Tematik Badan Koordinasi Hubungan Kemasyarakatan (Bakohumas), yang dihelat di Graha Lt. 15 Gedung BNPB, Jakarta, Kamis (30/3) pagi.
Dana yang dialokasikan untuk penanganan bencana itu, menurut Willem, juga meliputi program reboisasi, penghijauan yang dilakukan oleh sejumlah kementerian dan lembaga (K/L).
Menurut Kepala BNPB itu, pada 2017, korban bencana terdampak di 105 kota/kabupaten yang utamanya karena degradasi. Ia menyebutkan, sebanyak 24,67 juta DAS (Daerah Aliran Sungai) kritis dan banyak sungai yang digunakan sebagai pembuangan sampah.
Dari bencana yang ada, menurut Willem, kebanyakan karena korban tinggal di daerah bencana. Ia juga menambahkan perubahan cuaca secara ekstrem juga jadi penyebab terjadinya bencana seperti di Garut dan Kabupaten Limapuluh Koto.
“Slogan penanggulangan bencana internasional adalah Is Everyone Business. Beragam ilmu digunakan untuk penanggulangan bencana. Di Jepang pemahamannya hingga 35 persen dalam penanganan bencana,” ujar Willem.
Upaya dalam penanggulangan, menurut Willem, harus dilakukan secara bersama dan dibangun dengan kepedulian dan naluri, serta dididik setiap hari untuk hadapi bencana.
Kepala BNPB itu berharap, peringatan Hari Nasional Kesiapsiagaan Bencana bukan hanya seremonial semata, namun harus terukur dan berhasil. “Ukuran keberhasilannya adalah untuk menyelamatkan manusia lebih banyak (to save more lives),” ujarnya.
Kegiatan penanggulangan bencana, menurut Willem, alat yang sangat tepat untuk membangun kegotongroyongan, kepedulian, dan kesetiakawanan sosial.
Ia menyebutkan, masih ada sekitar 150 juta warga yang berada di rawan bencana baik daerah banjir, tsunami dan lainnya.
Sebarkan Informasi
Sementara itu Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi, Rosarita Niken Widiastuti menyampaikan pemerintah punya potensi untuk menyebarluaskan informasi di pusat dan daerah.
Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) yang berjumlah 6.000 di seluruh Indonesia, menurut Niken, sekarang ini juga bisa dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi ke masyarakat.
“Pelatihan yang dilakukan oleh BNPB menjadi penting agar menjadi pengetahuan early warning system sekaligus juga tidak mengekpos foto bencana namun lebih bagaimana cara penanganan bencana,” lanjut Niken seraya menyebut bahwa hal lain yang harus dipersiapkan adalah trauma healing.
Acara Bakohumas kali ini dihadiri oleh para pejabat eselon 1 dan 2 di lingkungan BNPB, serta pejabat/pegawai yang merupakan perwakilan dari Kementerian/Lembaga diantaranya Asdep Humas dan Protokol Sekretariat Kabinet RI. (stk)