Breaking News

Polres Jakbar: Perlakuan PR Tersangka Pengeroyokan Iwan Sesuai HAM dan Prosedur

D'On, Jakarta- Polres Jakarta Barat kembali menegaskan bahwa apa yang dituduhkan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) yang kemudian dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) soal perlakuan tidak manusiawi terhadap RP, tersangka pengeroyokan Iwan di Tambora sangatlah tidak sesuai fakta.

Kapolres Jakarta Barat Kombes Roycke Harry Langie membantah keras tudingan pelanggaran HAM tersebut.

"Kembali kami jelaskan bahwa hal itu tidak benar. Tidak ada kami melarang ibadah. Foto itu kebetulan lagi ada ceramah keagamaan, bukan lagi salat. Kenapa jadi dibawa-bawa ke agama?," kata KBP Roycke.

Dalam aduannya ke Komnas HAM, ACTA yang juga mempersoalkan RP (terduga pelaku pengeroyokan Iwan) dilarang mengenakan celana panjang. Atas hal ini, RP tidak bisa melaksanakan salat.

Terhadap hal tersebut, KBP Roycke kembali memastikan bahwa anggotanya memberikan kebebasan terhadap tahanan dalam melaksanakan kegiatan ibadah sesuai kepercayaannya masing-masing. Termasuk didalamnya menyediakan fasilitas tempat untuk kegiatan keagamaan di dalam ruang tahanan yang tentunya semua diatur sesuai prosedur.

Ia juga menambahkan, pihaknya tetap memperhatikan Hak Azasi Manusia (HAM) dalam penanganan terhadap tersangka.
"Sejak tahun 1998, tidak ada kita begitu-begitu. Kami tetap mengedepankan hak azasi. Cek saja diruang tahanan kami, ada kok tempat ibadahnya," tandas KBP Roycke.

Satu lagi yang dituduhkan oleh ACTA adalah persoalan memplontosi atau membotaki rambut pada kepala RP. Roycke mengatakan bahwa pihak kepolisian tidak melakukan itu.

"Lihat tahanan yang lain, tidak ada yang botak dan itu yang memangkas rambut itu temannya sendiri kok," ucapnya.

Secara teknis, Kasat Reskrim Polres Jakbar, AKBP Andi Adnan memastikan bahwa standar operasional prosedur penanganan tahanan termasuk RP mengenai penggunaan celana pendek diatur dalam Perkap Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perawatan Tahanan di Lingkungan Polri.

"SOP Sat Tahti 001 Tahun 2013, dimana didalamnya dijelaskan bahwa yang jaga tahanan memeriksa barang yang dibawa pembesuk. Yang di mana tidak boleh ada antara lain, barang benda tajam, alat untuk menusuk, korek api, kain sarung, celana panjang, baju panjang, minuman keras, obat-obatan, serta alat komunikasi," ujar AKBP Andi Adnan pada hari, Jumat (17/3) siang.

Baju yang dipakai di lingkungan tahanan adalah celana pendek dan baju tahanan. Ada alasan mengapa tahanan tidak diperbolehkan menggunakan celana panjang atau sarung.

"Berdasarkan analisa dan evaluasi, terjadi bunuh diri tahanan menggunakan sarung dan celana panjang. Kalau digunakan oleh profesional, sarung bisa merusak jeruji tahanan," jelas Andi.

Hal tersebut menurut dia sudah umum terjadi di ruang tahanan dan lapas se-Indonesia.

Soal kasus pengeroyokan Iwan, tidak ada sangkut pautnya dengan Pilkada DKI Jakarta. Bagi pihak Kepolisian, kasus ini murni pidana.

"Penyidik tidak kait-kaitkan dengan politik dan pilkada. Pasal 170 KUHP, di mana bunyinya adalah secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang atau orang," tutup Andi.

Seperti diberitakan sebelumnya, persoalan ini bermula saat ACTA menjenguk RP di Polres Metro Jakarta Barat, pada Rabu (15/3) lalu, pihak ACTA menuding RP tidak diperlakukan sesuai HAM. Selanjutnya ACTA juga sempat protes ketika Ruby sedang menjalankan salat hanya diperbolehkan memakai celana. (dvsh)