Waspada Narkoba Mengintai Anak Bangsa
D'On, Jakarta- Kasus penyalahgunaan narkoba kembali hadir di negeri ini lewat kasus penyanyi Ridho Rhoma. Dalam keterangan kepolisian diketahui Ridho telah mengkonsumsi narkoba jenis sabu-sabu selama 2 tahun.
Ironisnya, sang ayah Rhoma Irama tidak mengetahui hal tersebut. Padahal Rhoma dan Sonneta Grup berniat untuk bekerja sama dengan BNN dalam memberantas narkoba. Tetapi malang, ia malah kecolongan saat anaknya tertangkap basah menggunakan narkoba di salah satu hotel di Jakarta Barat oleh petugas BNN (Badan Narkotika Nasional).
Menurut Kurniawan (2008), narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati, serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik degan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik dan lain sebagainya.
Narkoba sangat mengancam pengguna dan lingkungan khususnya negara. Pengguna narkoba akan mengalami gangguan psikologis, seperti sering menyendiri, gelisah. Serta gangguan fisik, seperti penyakit HIV, pengerasan jaringan paru-paru, dan masih banyak lagi. Lebih-lebih narkoba yang dikonsumsi secara overdosis menimbulkan kematian bagi penggunanya.
BNN pun melansir data tentang kerugian akibat narkoba, bahwa di tahun 2014 sekitar 50 orang meninggal setiap hari akibat narkoba dan kerugian ekonomi maupun sosial mencapai Rp 63 triliun rupiah.
Kerugian negara tersebut memiliki kesamaan seperti kerugian akibat peperangan. Karena sama-sama membunuh para penerus bangsa.
Orang yang berjuang di medan perang sejatinya adalah penerus cita-cita pembangunan bangsa. Apabila mereka banyak yang gugur dikalahkan penjajah, bangsa Indonesia akan mudah dihancurkan.
Demikian dengan bahaya narkoba, data jumlah rehabilitasi di BNN pada tahun 2011 menunjukkan bahwa pengguna yang direhabilitasi paling banyak adalah usia 16-35 tahun. Selain itu dinyatakan pula pada tahun 2013 jumlah pengguna narkoba terbanyak adalah kalangan pelajar.
Padahal pada umur tersebut merupakan umur yang produktif. Mereka warga negara yang produktif merupakan investasi bangsa Indonesia untuk meneruskan perjuangan cita-cita pembangunan bangsa ini. Tatkala mereka mati dengan sia-sia akibat narkoba maka sama saja memupus cita-cita bangsa Indonesia.
Penyalahgunaan narkoba yang sudah sedemikian masif ini, tidak akan maksimal bila diatasi oleh BNN saja. Selama ini BNN sudah bekerja keras, menurut BNN sendiri, tercatat dari sepanjang kurun waktu tahun 2015 sampai juni tahun 2016 telah terungkap sebanyak 1.015 kasus dari 72 jaringan sindikat narkoba. Dan menangkap 1.681 tersangka. Serta berhasil mengeksekusi mati 60 terpidana kasus Narkoba yang berasal dari dalam dan luar negeri.
Namun itu semua tak lantas membuat situasi aman, pasalnya sekarang ini penggunaan narkoba terus meningkat tajam. Bak sebuah fenomena gunung es, yang hanya mencuat di permukaan, tetapi di bawah permukaan air ada bongkahan es yang lebih besar.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) seandainya ada 1 kasus terungkap berarti ada 10 kasus lain yang tidak terdeteksi. Ketua BNN Komjen Pol Budi Waseso pun menyatakan bahwa jumlah pengguna narkoba di Indonesia sampai November 2015 mencapai 5,9 juta orang. Padahal dibandingkan bulan Juni 2015 jumlahnya hanya 4,2 juta.
Oleh sebab itu perlu ada kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba. Hal ini sudah tertuang dalam UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 104 dan 105.
Para orang tua bisa memantau perkembangan anak dan menjaganya dari pergaulan bebas. Masih ada orang tua yang cenderung memberi kebebasan anaknya untuk bergaul tanpa di pantau karena kesibukan kerja. Inilah yang akhirnya menyebabkan si anak mudah dijadikan target penyalahgunaan narkoba oleh pengedar.
Para guru, kiai perlu mengawasi para peserta didiknya dan memberi penyuluhan bahaya narkoba. Pasalnya selama ini lingkungan pendidikan tidak terjamin aman dari peredaran Narkoba. Komjen Pol Budi Waseso menemukan adanya penyalahgunaan narkoba di lingkungan pesantren. Mirisnya narkoba itu digunakan dengan modus penambah stamina agar para santri kuat berzikir selama 2 hari 2 malam.
Para ketua RT, RW dan LSM juga harus saling bekerja sama untuk mengawasi lingkungannya dari peredaran narkoba. Karena dalam beberapa kasus, rumah sering dijadikan tempat memproduksi narkoba. Misalnya saja yang terjadi saat penggerebekan yang dilakukan oleh petugas BNN di sebuah kontrakan di jalan utama 1, kelurahan Neglasari, Kota Tanggerang.
Mengutip pesan Walikota Bandung Ridwan Kamil. “Kini bukan jamannya mengubah zaman sendirian. Kita perlu bersama-sama, kita perlu berkolaborasi. Kolaborasi itu ibarat kunci pintu rumah yang bernama masyarakat madani.”
Pencegahan dan penanggulangan narkoba tidak semata-mata diartikan sebagai tanggung jawab pemerintah daerah dan pusat, tidak juga tanggung jawab BNN saja, tetapi diartikan sebagai tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. Seluruh rakyat Indonesia harus memikul tanggung jawab dengan saling bahu-membahu untuk mengusir penjajah baru bernama narkoba dari tanah air tercinta.
Ironisnya, sang ayah Rhoma Irama tidak mengetahui hal tersebut. Padahal Rhoma dan Sonneta Grup berniat untuk bekerja sama dengan BNN dalam memberantas narkoba. Tetapi malang, ia malah kecolongan saat anaknya tertangkap basah menggunakan narkoba di salah satu hotel di Jakarta Barat oleh petugas BNN (Badan Narkotika Nasional).
Menurut Kurniawan (2008), narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati, serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik degan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik dan lain sebagainya.
Narkoba sangat mengancam pengguna dan lingkungan khususnya negara. Pengguna narkoba akan mengalami gangguan psikologis, seperti sering menyendiri, gelisah. Serta gangguan fisik, seperti penyakit HIV, pengerasan jaringan paru-paru, dan masih banyak lagi. Lebih-lebih narkoba yang dikonsumsi secara overdosis menimbulkan kematian bagi penggunanya.
BNN pun melansir data tentang kerugian akibat narkoba, bahwa di tahun 2014 sekitar 50 orang meninggal setiap hari akibat narkoba dan kerugian ekonomi maupun sosial mencapai Rp 63 triliun rupiah.
Kerugian negara tersebut memiliki kesamaan seperti kerugian akibat peperangan. Karena sama-sama membunuh para penerus bangsa.
Orang yang berjuang di medan perang sejatinya adalah penerus cita-cita pembangunan bangsa. Apabila mereka banyak yang gugur dikalahkan penjajah, bangsa Indonesia akan mudah dihancurkan.
Demikian dengan bahaya narkoba, data jumlah rehabilitasi di BNN pada tahun 2011 menunjukkan bahwa pengguna yang direhabilitasi paling banyak adalah usia 16-35 tahun. Selain itu dinyatakan pula pada tahun 2013 jumlah pengguna narkoba terbanyak adalah kalangan pelajar.
Padahal pada umur tersebut merupakan umur yang produktif. Mereka warga negara yang produktif merupakan investasi bangsa Indonesia untuk meneruskan perjuangan cita-cita pembangunan bangsa ini. Tatkala mereka mati dengan sia-sia akibat narkoba maka sama saja memupus cita-cita bangsa Indonesia.
Penyalahgunaan narkoba yang sudah sedemikian masif ini, tidak akan maksimal bila diatasi oleh BNN saja. Selama ini BNN sudah bekerja keras, menurut BNN sendiri, tercatat dari sepanjang kurun waktu tahun 2015 sampai juni tahun 2016 telah terungkap sebanyak 1.015 kasus dari 72 jaringan sindikat narkoba. Dan menangkap 1.681 tersangka. Serta berhasil mengeksekusi mati 60 terpidana kasus Narkoba yang berasal dari dalam dan luar negeri.
Namun itu semua tak lantas membuat situasi aman, pasalnya sekarang ini penggunaan narkoba terus meningkat tajam. Bak sebuah fenomena gunung es, yang hanya mencuat di permukaan, tetapi di bawah permukaan air ada bongkahan es yang lebih besar.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) seandainya ada 1 kasus terungkap berarti ada 10 kasus lain yang tidak terdeteksi. Ketua BNN Komjen Pol Budi Waseso pun menyatakan bahwa jumlah pengguna narkoba di Indonesia sampai November 2015 mencapai 5,9 juta orang. Padahal dibandingkan bulan Juni 2015 jumlahnya hanya 4,2 juta.
Oleh sebab itu perlu ada kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba. Hal ini sudah tertuang dalam UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 104 dan 105.
Para orang tua bisa memantau perkembangan anak dan menjaganya dari pergaulan bebas. Masih ada orang tua yang cenderung memberi kebebasan anaknya untuk bergaul tanpa di pantau karena kesibukan kerja. Inilah yang akhirnya menyebabkan si anak mudah dijadikan target penyalahgunaan narkoba oleh pengedar.
Para guru, kiai perlu mengawasi para peserta didiknya dan memberi penyuluhan bahaya narkoba. Pasalnya selama ini lingkungan pendidikan tidak terjamin aman dari peredaran Narkoba. Komjen Pol Budi Waseso menemukan adanya penyalahgunaan narkoba di lingkungan pesantren. Mirisnya narkoba itu digunakan dengan modus penambah stamina agar para santri kuat berzikir selama 2 hari 2 malam.
Para ketua RT, RW dan LSM juga harus saling bekerja sama untuk mengawasi lingkungannya dari peredaran narkoba. Karena dalam beberapa kasus, rumah sering dijadikan tempat memproduksi narkoba. Misalnya saja yang terjadi saat penggerebekan yang dilakukan oleh petugas BNN di sebuah kontrakan di jalan utama 1, kelurahan Neglasari, Kota Tanggerang.
Mengutip pesan Walikota Bandung Ridwan Kamil. “Kini bukan jamannya mengubah zaman sendirian. Kita perlu bersama-sama, kita perlu berkolaborasi. Kolaborasi itu ibarat kunci pintu rumah yang bernama masyarakat madani.”
Pencegahan dan penanggulangan narkoba tidak semata-mata diartikan sebagai tanggung jawab pemerintah daerah dan pusat, tidak juga tanggung jawab BNN saja, tetapi diartikan sebagai tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. Seluruh rakyat Indonesia harus memikul tanggung jawab dengan saling bahu-membahu untuk mengusir penjajah baru bernama narkoba dari tanah air tercinta.
#cnnind