Humas Mesti Punya Strategi Agar Pesan Menjadi Viral
D'On, Jakarta-- Praktisi public relations (PR) Nita Kartikasari mengatakan, perkembangan PR atau Humas di Indonesia dan Asia Tenggara tidak sepesat perkembangan teknologi dan perubahan perilaku konsumen. Ia melihat, masih banyak lulusan sekolah PR / Humas, praktisi PR / Humas, dan profesi di luar PR / Humas yang menganggap profesi ini hanyalah terkait konferensi pers dan membuat siaran pers.
Padahal, keduanya hanyalah cara PR / Humas bukan strategi PR / Humas secara keseluruhan. "Esensinya seorang PR / Humas membuat konferensi pers untuk menginformasikan pesan-pesan yang diinginkan kepada wartawan yang kemudian wartawan akan menulisnya sesuai bahasa mereka masing-masing ke masyarakat," kata Nita pada pre-launch buku karyanya VIRAL: Gebrakan Kekinian PR di Era Digital, yang digelar di Zenbu Gandaria City, Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Lebih lanjut perempuan yang pernah menjadi Manajer PR di perusahaan multinasional P&G ini menegaskan, PR / Humas sejatinya adalah bagaimana meng-influence orang ketiga untuk mau membicarakan pesan yang diinginkan dengan gaya mereka masing-masing. "Berarti tugas utama PR / Humas adalah bagaimana membuat strategi sehingga sebuah pesan bisa menjadi viral," tegasnya.
Karena itu, Nita mendorong agar PR meninggalkan paradigma lama dan berubah menyelaraskan dengan paradigma baru PR di era digital. Dengan begitu PR akan menempati posisi terhormat dan diperhitungkan, setara dengan fungsi lainnya seperti marketing dan sales.
Melalui buku ini, Nita memperkenalkan paradigma dan cara-cara PR baru yang ia geluti selama 10 tahun di perusahaan multinasional di Indonesia, Singapura, dan Thailand.
Secara garis besar buku ini dibagi dalam tiga bagian. Pertama, New Paradigm of PR mengupas dasar pemikiran tentang pentingnya mengubah perspektif, pendekatan, dan strategi PR di era yang serba berubah.
Pada bagian kedua, New PR in Digital Era menjelaskan pentingnya respek kepada audiens, pendekatan story telling dalam PR, dan bagaimana membangun dan memilih influencer.
Di bagian ketiga, Viral membahas social orchestra atau strategi membangun percakapan yang viral di media sosial, Key Performance Indocator (KPI) baru untuk PR, dan contoh-contoh kasus cara menggunakan PR untuk membangkitkan merek yang citranya merosot, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan publik berkaca dari pengalamannya magang di Pemprov DKI Jakarta.
Selain Nita, acara yang dihadiri para jurnalis dari berbagai media ini menghadirkan pembicara PR Guru Magdalena Wenas, Pemred FHM Indonesia Richard Sam Bera, dan pakar digital Danny Oei Wirijanto.
Padahal, keduanya hanyalah cara PR / Humas bukan strategi PR / Humas secara keseluruhan. "Esensinya seorang PR / Humas membuat konferensi pers untuk menginformasikan pesan-pesan yang diinginkan kepada wartawan yang kemudian wartawan akan menulisnya sesuai bahasa mereka masing-masing ke masyarakat," kata Nita pada pre-launch buku karyanya VIRAL: Gebrakan Kekinian PR di Era Digital, yang digelar di Zenbu Gandaria City, Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Lebih lanjut perempuan yang pernah menjadi Manajer PR di perusahaan multinasional P&G ini menegaskan, PR / Humas sejatinya adalah bagaimana meng-influence orang ketiga untuk mau membicarakan pesan yang diinginkan dengan gaya mereka masing-masing. "Berarti tugas utama PR / Humas adalah bagaimana membuat strategi sehingga sebuah pesan bisa menjadi viral," tegasnya.
Karena itu, Nita mendorong agar PR meninggalkan paradigma lama dan berubah menyelaraskan dengan paradigma baru PR di era digital. Dengan begitu PR akan menempati posisi terhormat dan diperhitungkan, setara dengan fungsi lainnya seperti marketing dan sales.
Melalui buku ini, Nita memperkenalkan paradigma dan cara-cara PR baru yang ia geluti selama 10 tahun di perusahaan multinasional di Indonesia, Singapura, dan Thailand.
Secara garis besar buku ini dibagi dalam tiga bagian. Pertama, New Paradigm of PR mengupas dasar pemikiran tentang pentingnya mengubah perspektif, pendekatan, dan strategi PR di era yang serba berubah.
Pada bagian kedua, New PR in Digital Era menjelaskan pentingnya respek kepada audiens, pendekatan story telling dalam PR, dan bagaimana membangun dan memilih influencer.
Di bagian ketiga, Viral membahas social orchestra atau strategi membangun percakapan yang viral di media sosial, Key Performance Indocator (KPI) baru untuk PR, dan contoh-contoh kasus cara menggunakan PR untuk membangkitkan merek yang citranya merosot, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan publik berkaca dari pengalamannya magang di Pemprov DKI Jakarta.
Selain Nita, acara yang dihadiri para jurnalis dari berbagai media ini menghadirkan pembicara PR Guru Magdalena Wenas, Pemred FHM Indonesia Richard Sam Bera, dan pakar digital Danny Oei Wirijanto.