Realita Pendidikan Hari Ini dan Harapan Masa Depan
Dicky Osmond |
D'On-- Peran pendidikan sangat vital dalam kehidupan manusia, banyak corak orientasi pendidikan untuk memberikan bekal kepada peserta didik untuk mencapai kebahagian baik dunia maupun akhirat. Dan sejatinya pendidikan dari tahun ketahun harus terus diperbaharui dengan konsep dan aktualitas untuk merespon perkembangan zaman yang semakin dinamis, modern dan temporal pada masa ini. Dengan mengikuti perkembanagn zaman diharapkan peserta didik tidak berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis) namun kebahagian hidup di dunia dapat diraih pula.
Pemikiran dan perhatian terhadap dunia pendidikan selalu muncul sepanjang zaman, pada hakikatnya pendidikan merupakan kebutuhan dasar umat manusia. Sehingga pendidikan merupakan conditio sine quo non dalam kehidupan manusia. Hal tersebut semakin di rasakan urgen dan kemestiannya pada saat muncul berbagai masalah dalam kehidupan manusia yang menyangkut peningkatan kesejahtraan dan kebahagiaan mereka. Begitu urgennya pendidikan, Munir Mulkhan mengatakan secara ektrim bahwa, nasib suatu bangsa dan peradaban di masa depan terlihat dan tergantung dari bagaimana bangsa itu memperhatikan dan mengembangkan pendidikan bagi generasi dan anak-anak bangsa. Sebuah bangsa dan peradaban adalah produk pendidikan, kegagalan suatu bangsa dan hancurnya sebuah peradaban adalah kegagalan dunia pendidikan jua.
Melihat pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa dan peradaban, maka dari itu dibutuhkan model pendidikan nasional yang bermutu. Hal ini seperti yang diamanatkan oleh UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pada BAB II Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemapuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Makna Peringatan Hardiknas
Hari Pendidikan Nasional, atau disingkat dengan HARDIKNAS, ditetapkan pemerintah jatuh setiap tanggal 2 Mei. Hardiknas sendiri merupakan peringatan untuk kelahiran Ki Hadjar Dewntara. Beliau merupakan sosok pelopor dunia pendidikan Indonesia, selain itu beliau merupakan pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa, dan pahlawan nasional. Maka dari itu ditetapkanlah Tanggal kelahiran Ki Hadjar Dewantara kemudian diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Sama kita ketahui bahwa dalam pelaksanaan peringatan HARDIKNAS dirayakan dengan berbagai macam cara oleh insan-insan pendidikan di seluruh tanah nusantara. Dari kegiatan upacara, seminar, mengadakan perlombaan, turun ke jalan, dan lain sebagianya. Perayaan tersebut dilakukan agar insan-insan pendidikan bisa memahami serta memaknai makna pendidikan yang sebenarnya. Namun tetapi masih banyak dari kita yang merayakannya hanya dilakukan secara seromonial belaka, tanpa mengetahi makna dibalik peringatan hari pendidikan nasional yang dilaksanakan.
Sejatinya tujuan peringatan HARDIKNAS bukan dirayakan secara seromonial belaka. Selayaknya tujuan sebenarnya adalah bagaimana memperkuat komitmen seluruh insan pendidikan akan penting dan strategisnya pendidikan bagi peradaban dan daya saing bangsa, meningkatkan kembali kepada seluruh insan pendidikan akan filosofi perjuangan Ki Hadjar Dewantara dalam meletakkan dasar dan arah pendidikan bangsa, serta meningkatkan rasa nasionalisme dikalangan insan pendidikan. Dengan demikian, peringatan HARDIKNAS yang dilakukan akan membekas dalam jiwa seluruh insan pendidikan yang akhirnya bisa memberikan kontribusi yang efektif-konstruktif bagi kemajuan bangsa dan Negara melalui pendidikan.
Realitas Pendidikan Nasional Saat Ini
Masih banyak problem yang kerap terjadi didunia pendidikan nasional kita. Realita problem yang terjadi baik dari tataran ontology, epistemologi, aksiologi, manajemen, kesadaran, dan lain sebagainya. Sehingga berdampak pada penurunan mutu pendidikan nasional.
Hakikatnya persoalan pendidikan merupakan persoalan yang berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. Persoalan pendidikan terus mengalami perubahan serta perkembangan sesuai dengan kehidupan tersebut, baik secara teori maupun konsep operasionalnya. Namun setiap problem atau masalah yang dihadapi manusia sering dicari pemecahannya dalam dunia pendidikan. Dalam kasus tersebut, mungkin orang akan mempertanyakan konsep filosofis yang melandasi sistem pendidikan yang sedang dilaksanakan atau mungkin juga konsep-konsep operasionalnya ditinjau dan dikritik serta diperbahrui agar tetap relevan dan up to date dengan tuntutan perbahan dan perkembangan kehidupan manusia.
Jamak kita ketahui bahwasanya, kejahatan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai kerap dilakukan oleh berbagai golongan dalam lapisan masyarakat diberbagai aspek kehidupan. Lebih ironisnya kejahatan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai ini justru banyak dilakukan oleh kaum atau golongan yang seharusnya memberikan teladan kepada masyarakat luas atau yang dikenal dengan sebutan penjahat kerah putih (white color crime). Tindakan yang merugikan masyarakat luas ini merupakan kejahatan yang dilakukan oleh golongan terpelajar, pengusaha, pejabat dalam menjalankan peran dan fungsinya. Bahkan kejahatan kerah putih ini lebih berbahaya daripada yang dilakukan oleh kaum kerah biru (blue color crime), yaitu golongan yang menempati strata rendah, kaum kurang terdidik atau kurang terpelajar dalam tatanan kemasyarakatan.
Bila itu semua dikaitkan dengan pendidikan, ini menunjukkan rapuhnya landasan moral dan nilai-nilai dalam dunia pendidikan Indonesia. Saat ini sistem nilai dan moral yang terbangun dari dunia pendidikan masih jauh dari harapan kita bersama. Demi mengatasi permasalahan tersebut, pendidikan nasional perlu merekonstruksi kembali konsep dan sistem pendidikannya sesuai dengan moral dan nilai-nilai Islam dan disesuai dengan moral dan nilai-nilai pancasila sehingga dapat membangun peradaban sesuai dengan misi Islam serta sesuai dengan misi ideologi Negara yaitu pancasila.
Selama ini jika diperhatikan, pendidikan tidak lagi berorientasi pada kemandirian para peserta didik, tetapi justru menjerumus ke praktik-praktik dehumanisasi. Para peserta didik tidak dikondisikan pada situasi-situasi pembelajaran yang mendorong tumbuhnya kemampan untuk memecahkan masalah, tapi lebih pada orientasi pragmatis mendapatkan nilai yang baik dan lulus, dan itu kita rasakan saat ini.
Maka dari itu kita berani menyebut bahwa, proses pendidikan telah direduksi sekedar transformasi knowledge, namun miskin aplikasi dari peserta didik maupun pendidik. Semestinya Paradigma pendidikan seharusnya memandangg siswa/mahasiswa sebagai subjek pendidikan. Pendidikan merupakan proses pendewasaan, interaksi edukasional, dan pembentukan karakter (budi pekerti) serta pembenatukan akhlak (adab). Jika kita lihat secara gambling, pendidikan nasional kita hari ini masih menerapkan model pendidikan “gaya bank” seperti yang dikritik Paulo Fraire, para murid diposisikan sebagai objek pendidikan dan menjauhkannya dari realitas sosialnya. Selain masalah tersebut, masih banyak lagi problem-problem yang terjadi di sektor pendidikan nasional kita yang tidak dapat penulis sebutkan dalam tulisan ini, tanpa mengesampingkan prestasi-prestasi serta keberhasilan yang diraih oleh pendidikan kita. Namun, secara realita kita bisa melihat bahwa, problem yang terjadi di sektor pendidikan lebih menonjol dari pada keberhasilan yang pernah diraih oleh pendidikan nasional kita. Sebagai indikatornya adalah pendidikan nasional belum mampu mewujudkan apa yang menjadi tujuan pendidikan, seperti yang tertuang dalam UU Sisdiknas NO. 20 Tahun 2003 silam.
Dapat kita simpulkan bahwa, pendidikan nasional belum mampu mengembangkan kemapuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, serta belum mampu mencetak generasi-generasi bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Pendidikan Mencerdaskan di Masa Depan
Dari sudut pandang Paulo Fraire tentang pendidikan, pendidikan sejatinya untuk menggugah kesadaran kritis para pelajar dan dipahami sebagai aksi kultural untuk memanusiakan manusia dan membentuk karakter building yang baik. Maka dari itu, pendidikan harus berorientasi pada realitas diri dan manusia dalam relasi yang kompleks dengan realitas social disekitarnya. Dengan proses tersebut, setiap pelajar secara langsung dilibatkan dalam permasalahan realitas sosial dan eksistensi dirinya sebagai mahluk sosial. Dalam konteks ini, pendidikan diarahkan untuk membangun kemampuan kritis pelajar dengan mengedapankan etika dan estetika. Dengan kata lain, pendidikan nasional ke depannya harus bisa mengarahkan pelajar sebagai generasi bangsa agar mereka menjadi pribadi yang cerdas dan berakhlak, sehingga mereka mampu membangun bangsa yang adil dan beradab sesuai dengan norma agama dan kebangsaan.
Terkait dengan hal itu dan bertujuan agar pendidikan nasional bisa mencerdaskan kehidupan bangsa mengingat tujuan pendidikan akan tercapai dengan efektif jika pendidikan nasional menerapkan konsep yang benar dalam penerapannya. Menurut penulis, Salah satu konsep pendidikan yang fundamental, integral dan dianggap mampu membangun peradaban serta dapat dijadikan sebagai kerangka ataupun landasan pendidikan adalah konsep yang ditawarkan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas yakni konsep ta’dib.
Sosok Syed Muhammad Naquib al-Attas merupakan seorang pemikir pendidikan yang concern terhadap pendidikan. Dalam karya monumentalnya The Concept of Education In Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Educaton, dan dalam Konferensi Dunia Pertama dan Kedua tentang Pendidikan Islam di Makkah dan Islambad, al-Attas memutuskan dan menawarkan bahwa konsep atau istilah yang tepat, benar, dan relevan untuk pendidikan saat ini adalah konsep ta’dib.
Konsep ta’dib ini merupakan konsep yang menanamkan nilai-nilai akhlak (adab) dalam diri manusia. Sebab pendidikan yang mencerdaskan adalah pendidikan yang mampu mencetak generasi berakhlak atau beradab yaitu generai bangsa yang mampu mengintegrasikan antara ilmu, amal, dan akhlak.
Bila kita mau mencermati, konsep pendidikan al-Attas (ta’dib) dalam tatanannya identik dengan aspek metafisika atau spiritualitas. Pada intinya Pendidikan dalam perspektif al-Attas (ta’dib) adalah proses penanaman adab. Adab yang dimaksud al-Attas sendiri adalah ilmu tentang tujuan mencari pengetahuan itu sendiri. Ilmu di sini didefinisikan al-Attas sebagai sampainya makna segala sesuatu pada jiwa seorang penuntut ilmu. Hal ini berbeda dengan konsep pendidikan sekuler yang berupaya meniadakan dimensi metafisika pada tatanannya. Seperti yang dikemukakan Abdurrahman an-Nahlawi, bahwa konsep pendidikan sekuler memisahkan dimensi agamis dalam tatanannya, sehingga pada praktiknya konsep pendidikan Barat (sekuler) adalah suatu upaya pemberian kebebasan mutlak untuk mempertinggi aktivitas individu, baik pria maupun wanita. Kelihatannya konsep pendidikan inilah yang saat ini selalu mewarnai tatanan pendidikan pada umumnya. Akibat lanjutnya adalah lahir out put dari berbagai institusi pendidikan yang menguasai pengetahuan hanya dari segi kognitif. Sedangkan aspek afektif dan psikomotorik cenderung diabaikan dalam hal ini.
Prof. Wan Mohd Nur Wan Daud mengatakan bahwa dalam pengertian ta’dib melibatkan hal-hal berikut: (a) suatu tindakan untuk mendisiplikan jiwa dan pikiran. (b) pencarian kualitas dan sifat-sifat jiwa dan pikiran yang baik. (c) perilaku yang benar dan sesuai yang berlawanan dengan perilaku yang salah dan buruk. (d) ilmu yang dapat meyelamatkan manusia dari kesalahan dalam mengambil keputusan dan sesuatu yang tidak terpuji. (e) pengenalan dan pengakuan kedudukan (sesuatu) secara benar dan tepat. (f) sebuah metode mengetahui yang mengaktualisasikan kedudukan sesuatu secara benar dan tepat. (g) realisasi keadilan sebagaimana direfleksikan oleh hikmah.
Namun menurut Prof. Mujamil Qomar pendidikan yang mencerdaskan adalah pendidikan yang mampu mewujudkan tiga kunci pokok, yaitu penguatan epistemologi pendidikan, penguatan manajemen pendidikan, dan membangun kesadaran pada semua lapisan masyarakan akan pentingnya pendidikan. Penguatan epistemologi pendidikan merupakan kunci dalam memajukan pendidikan pada ranah ide-ide/gagasan, wawasan, pemikiran, konsep, teori, bahkan hukum ilmu pengetahuan pendidikan. Hal yang terpenting yaitu penguatan menajemen pendidikan, ini merupakan kunci yang difungsikan untuk memajukan penyelenggaraan, pelaksanaan, dan penerapan pendidikan secara kelembagaan. Sedangkan membangun kesadaran akan pentingnya pendidikan merupakan kunci yang berfungsi mengembangkan perilaku positif, sikap yang positif, dan penguasaan maupun pendalaman terhadap ilmu pengetahuan yang telah dipelajari.
Mengakhiri tulisan ini, tak lupa penulis menyampaikan selamat hari pendidikan nasional, Semoga cita-cita luhur pendidikan nasional kita ke depannya semakin berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi. Selain itu penulis juga berharap dunia pendidikan kita mampu menciptakan atau mencetak generasi-generasi bangsa yang berintelektual dan beradab (berakhlak). Dengan demikian maka generasi-generasi tersebut menjadi generasi berkarakter pancasila yang mampu membawa perubahan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejahtra, adil, dan beradab dan tetap menjunjung norma agama sebagai landasan iman. Amiim Yaa Rabbal ‘alamiin.
Penulis: Dicky Osmond