Gak Selamanya Pimpinan Itu Ideal Lho Guys
D'On, Bandung,- Setiap orang terlahir sebagai seorang pemimpin, setidaknya pemimpin bagi dirinya sendiri. Kurang lebih seperti itulah isi substansi dari kata pemimpin yang hilir mudik terdengar di telinga kita. Berbicara mengenai pemimpin bisa jadi berbicara mengenai individu dan ruang itu sendiri.
Di suatu siang penulis sempat membicarakan makna pemimpin dengan salah seorang sahabat. Obrolan ini memang muncul karena kegelisihan kami tentang diri, jati diri, dan usaha untuk menemukan dan mengembangkannya.
Kami terus menggali fakta sebenarnya pemimpin itu memang sifatnya lahiriah artinya ada yang berbakat jadi pemimpin dan ada yang tidak atau memang hanya bisa terwujud ketika ditempa. Parameter yang digunakan adalah melalui hasil psikotes berupa bakat dan minat yang menjadikan kepemimpinan sabagai salah satu bakat yang berkemungkinan dimiliki seorang individu. Jadi sebenarnya pemimpin itu bagaimana?
Pembicaraan berkembang sangat kompleks di antara kami. Sampai akhirnya penulis sendiri memiliki pemikiran bahwa sejatinya setiap individu memang memiliki bakat menjadi pemimpin yang lagi-lagi setidaknya pemimpin bagi dirinya sendiri. Memimpin diri sendiri sejatinya bukanlah hal yang mudah.
Sebagai manusia kita memiliki ide, ego, dan super ego masing-masing yang bisa mengarahkan pada hal yang positif atau negatif. Kita pun memiliki kewenangan sendiri untuk akhirnya bagaimana dalam menyelaraskan pikiran, hati, dan tindakan dalam menjalani kehidupan ini.
Setiap orang adalah pemimpin bukan? Bedanya adalah apakah individu tersebut bisa menempa dan mengembangkan bakat kepemimpinannya tersebut untuk mengerahkan diri dan orang lain dalam misi kebermanfaatan bersama.
Untuk itu, penulis pun akhirnya sampai pada suatu pemikiran bahwasanya pemimpin itu tidak hanya seperti pandangan seorang pemimpin dengan indikator-indikator ideal yang kerap kita ketahui. Misalnya, kita terjebak pada definisi bahwa pemimpin itu harus tegas, keras, kritis, hingga misalnya serius.
Penulis sama sekali tidak menstimuli bahwa indikator-indikator di atas keliru. Bukan. Melainkan terbesit dalam pemikiran bahwasanya makna pemimpin dewasa ini sifatnya fleksibel. Apa maksud fleksibel di sini?
Maksudnya adalah seorang pemimpin bukan diharuskan memiliki sifat dan karakter yang seperti tergambarkan di atas. Melainkan seorang pemimpin adalah sosok yang paling bisa menyesuaikan dengan ruang yang ia pimpin itu sendiri. Ibaratnya ia seperti bunglon yang bisa menyelamatkan diri lewat beradaptasi dengan lingkungan yang ia tempati, begitu pun dengan pemimpin.
Untuk menjelaskan analogi di atas, penulis akan memberikan contoh apa itu pemimpin yang bisa menyesuaikan dengan kondisi. Misalnya, dalam organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), maka kita cenderung membutuhkan sosok pemimpin yang tegas, sistematis, kritis, dan cerdas terutama saat menjalankan tugasnya sebagai Ketua BEM Universitas tertentu. Di luar dari tugasnya, bisa saja ia memiliki sifat lainnya, Namun, saat bertugas poin-poin di atas sangatlah penting.
Namun, lain halnya bila kita berbicara mengenai pemimpin dalam kasus sebagai Kordinator Desa (Kordes) saat menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN). Seorang Kordes dalam pandangan dan pengalaman penulis, perlu menjadi pemimpin yang bisa merangkul semua karakter anggotanya dalam waktu 1 bulan misalnya, ia memiliki jiwa humoris yang baik, hingga harus pandai dalam melakukan blusukan (sosialisasi) ke dalam berbagai pihak seperti Karang Taruna, Ibu PKK hingga aparat desa saat menjalankan tugasnya.
Meskipun bukan berarti pemimpin kategori kedua tidak diharuskan kritis dan berpikiran sistematis. Hal tersebut tetap diperlukan namun dalam penerapan ruang yang berbeda. Artinya dengan caranya masing-masing. Pemimpin adalah dia yang benar-benar bisa memahami ruangnya sendiri untuk pada akhirnya bisa menerka bagaimana cara mengolah segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya untuk mewujudkan visi dan misi yang telah disepakati bersama dengan anggotanya.
Setelah memahami karakter dan situasi ruang serta indivisu yang dihadapinya. Kita bisa menyelaraskan dengan pengasahan rencana yang dilakukan dengan berpikir secara sistematis dan strategis. Kestrategisan pemimpin dalam berpikir dan bertindak akan menjadi contoh bagi anggotanya untuk kembali mengukuhkan makna dna tujuan yang telah disepakati dan hendk dibangun bersama dalam kelompok tersebut.
Dengan begitu kembali lagi pada kegelisahan di awal artikel ini. Pemimpin memiliki ruang dan makna yang beragam. Memang, pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin. Ia memiliki ruangnya masing-masing. Dirinya sendiri dan juga tentunya ruang yang ia bawa. Hal tersebut pun diperoleh tidak cuma-cuma, melainkan ada penempaan pada setiap diri individu. Entah berdasarkan proses pembelajaran, pelatihan hingga pengalaman hidup yang dimilikinya.
Ia yang paling bisa menyesuaikan dengan kondisi dan situasi lantas mengerahkan ruangnya dengan sistematis. Ia adalah pemimpin.
Di suatu siang penulis sempat membicarakan makna pemimpin dengan salah seorang sahabat. Obrolan ini memang muncul karena kegelisihan kami tentang diri, jati diri, dan usaha untuk menemukan dan mengembangkannya.
Kami terus menggali fakta sebenarnya pemimpin itu memang sifatnya lahiriah artinya ada yang berbakat jadi pemimpin dan ada yang tidak atau memang hanya bisa terwujud ketika ditempa. Parameter yang digunakan adalah melalui hasil psikotes berupa bakat dan minat yang menjadikan kepemimpinan sabagai salah satu bakat yang berkemungkinan dimiliki seorang individu. Jadi sebenarnya pemimpin itu bagaimana?
Pembicaraan berkembang sangat kompleks di antara kami. Sampai akhirnya penulis sendiri memiliki pemikiran bahwa sejatinya setiap individu memang memiliki bakat menjadi pemimpin yang lagi-lagi setidaknya pemimpin bagi dirinya sendiri. Memimpin diri sendiri sejatinya bukanlah hal yang mudah.
Sebagai manusia kita memiliki ide, ego, dan super ego masing-masing yang bisa mengarahkan pada hal yang positif atau negatif. Kita pun memiliki kewenangan sendiri untuk akhirnya bagaimana dalam menyelaraskan pikiran, hati, dan tindakan dalam menjalani kehidupan ini.
Setiap orang adalah pemimpin bukan? Bedanya adalah apakah individu tersebut bisa menempa dan mengembangkan bakat kepemimpinannya tersebut untuk mengerahkan diri dan orang lain dalam misi kebermanfaatan bersama.
Untuk itu, penulis pun akhirnya sampai pada suatu pemikiran bahwasanya pemimpin itu tidak hanya seperti pandangan seorang pemimpin dengan indikator-indikator ideal yang kerap kita ketahui. Misalnya, kita terjebak pada definisi bahwa pemimpin itu harus tegas, keras, kritis, hingga misalnya serius.
Penulis sama sekali tidak menstimuli bahwa indikator-indikator di atas keliru. Bukan. Melainkan terbesit dalam pemikiran bahwasanya makna pemimpin dewasa ini sifatnya fleksibel. Apa maksud fleksibel di sini?
Maksudnya adalah seorang pemimpin bukan diharuskan memiliki sifat dan karakter yang seperti tergambarkan di atas. Melainkan seorang pemimpin adalah sosok yang paling bisa menyesuaikan dengan ruang yang ia pimpin itu sendiri. Ibaratnya ia seperti bunglon yang bisa menyelamatkan diri lewat beradaptasi dengan lingkungan yang ia tempati, begitu pun dengan pemimpin.
Untuk menjelaskan analogi di atas, penulis akan memberikan contoh apa itu pemimpin yang bisa menyesuaikan dengan kondisi. Misalnya, dalam organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), maka kita cenderung membutuhkan sosok pemimpin yang tegas, sistematis, kritis, dan cerdas terutama saat menjalankan tugasnya sebagai Ketua BEM Universitas tertentu. Di luar dari tugasnya, bisa saja ia memiliki sifat lainnya, Namun, saat bertugas poin-poin di atas sangatlah penting.
Namun, lain halnya bila kita berbicara mengenai pemimpin dalam kasus sebagai Kordinator Desa (Kordes) saat menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN). Seorang Kordes dalam pandangan dan pengalaman penulis, perlu menjadi pemimpin yang bisa merangkul semua karakter anggotanya dalam waktu 1 bulan misalnya, ia memiliki jiwa humoris yang baik, hingga harus pandai dalam melakukan blusukan (sosialisasi) ke dalam berbagai pihak seperti Karang Taruna, Ibu PKK hingga aparat desa saat menjalankan tugasnya.
Meskipun bukan berarti pemimpin kategori kedua tidak diharuskan kritis dan berpikiran sistematis. Hal tersebut tetap diperlukan namun dalam penerapan ruang yang berbeda. Artinya dengan caranya masing-masing. Pemimpin adalah dia yang benar-benar bisa memahami ruangnya sendiri untuk pada akhirnya bisa menerka bagaimana cara mengolah segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya untuk mewujudkan visi dan misi yang telah disepakati bersama dengan anggotanya.
Setelah memahami karakter dan situasi ruang serta indivisu yang dihadapinya. Kita bisa menyelaraskan dengan pengasahan rencana yang dilakukan dengan berpikir secara sistematis dan strategis. Kestrategisan pemimpin dalam berpikir dan bertindak akan menjadi contoh bagi anggotanya untuk kembali mengukuhkan makna dna tujuan yang telah disepakati dan hendk dibangun bersama dalam kelompok tersebut.
Dengan begitu kembali lagi pada kegelisahan di awal artikel ini. Pemimpin memiliki ruang dan makna yang beragam. Memang, pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin. Ia memiliki ruangnya masing-masing. Dirinya sendiri dan juga tentunya ruang yang ia bawa. Hal tersebut pun diperoleh tidak cuma-cuma, melainkan ada penempaan pada setiap diri individu. Entah berdasarkan proses pembelajaran, pelatihan hingga pengalaman hidup yang dimilikinya.
Ia yang paling bisa menyesuaikan dengan kondisi dan situasi lantas mengerahkan ruangnya dengan sistematis. Ia adalah pemimpin.
#Khalil