Para Pemanah Di Zaman Rasulullah SAW
D'On, Bandung,- Memanah adalah satu di antara tiga olah raga yang dianjurkan Rasulullah SAW. yakni berkuda, berenang dan memanah.
Dalam sebuah hadits disebutkan keutamaan memanah, “Barangsiapa yang menembak satu panah kepada musuh baik kena atau tidak kena, pahalanya setara dengan memerdekakan budak.” (HR. Ibnu Majah 2286, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah)
Di zaman Rasulullah, ada banyak sahabat yang ahli dalam memanah. Karena keahlian ini, mereka mendapat kesempatan untuk turut serta berjuang ke medan perang.
1. Rafi bin Khadij RA
Usianya baru 15 tahun kala itu. Kaum muslimin tengah giat menyiapkan segala peralatan dan kekuatan menghadapi perang uhud. Salah satu perang paling menyejarah dalam perjuangan umat Islam. Tak hanya para lelaki dewasa yang antusias. Para remaja belia pun tak mau ketinggalan. Mereka bergegas mengambil peran dalam perjuangan Islam. Salah satunya adalah Rafi bin Khadij.
Khadij adalah nama sang ayah. Ialah yang menemui Rasulullah dan memohon agar putra kesayangannya diperkenankan ikut berlaga di medan perang. Khadij menyampaikan kemampuan yang dimiliki Rafi yakni memanah dan memainkan tombak. Saat bertemu Rasulullah, Rafi berdiri dengan berjinjit, itu ia lakukan agar terlihat lebih tinggi. Rasulullah mengamati dengan seksama kemampuan Rafi, sebelum akhirnya beliau mengizinkannya. Dalam Perang Badar, Rafi pernah meminta izin ikut, namun Rasulullah dengan tegas melarangnya.
Dalam perang Uhud tersebut Rafi terkena panah di dada, di bagian bawah ketiak. Darah mengucur dari lukanya, seraya menahan sakit ia mendatangi Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah anak panah ini dicabut.”
Rafi berharap dengan bantuan Rasulullah lukanya lekas membaik dan ia bisa ikut meneruskan berperang. Rupanya Rasulullah memberikan pilihan yang tak biasa. Beliau berucap, “Hai Rafi, aku bisa mencabut panah ini beserta mata panahnya dan engkau akan segera sembuh. Tetapi jika engkau mau, aku akan mencabut panah ini dan meninggalkan mata panahnya di tubuhmu, dan aku akan bersaksi pada hari kiamat bahwa engkau mati syahid.”
Rafi memilih agar mata panah itu tetap di tubuhnya. Demikian hingga ia berpulang kepada Rabbnya pada zaman khalifah Muawiyah.
2. Sa’ad bin Abi Waqash
Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin ‘Abdi Manaf berasal dari Bani Zuhrah. Ia merupakan paman Rasulullah dikenal sebagai sosok yang berani, kuat dan bersungguh dalam keimanan. Salah satu kegemaran dan keahlian Sa’ad bin Abi Waqqash adalah memanah.
Bukti kuatnya iman Sa’ad tercermin dalam kalimat, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku dan tidak akan berpisah darinya.” Tak heran ketika sang ibu memaksanya keluar dari Islam. Dalam kondisi lemah dan sakit, ibunya terus meminta agar Sa’ad keluar dari Islam. Berharap agar Sa’ad merasa iba dan keluar dari Islam. Namun ia tetap kukuh, “Wahai Ibu, demi Allah, andai engkau memiliki tujuh puluh nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku untuk selama-lamanya.”
Sa’ad disebut sebagai orang pertama yang melemparkan anak panah dalam perjuangan di jalan Allah.
“Aku adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan Allah.” Dia adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan orang pertama yang memanah musuh di jalan Allah.
Dalam sebuah peperangan, dengan keahlian memanahnya, ia mampu menewaskan banyak musuh. Setiap lemparan panahnya mengenai orang musyrik hingga tewas. Ia lalu mengambil anak panah lagi dan melemparkannya. Hal itu ia ulangi hingga beberapa kali. Demikianlah, hingga panahnya mampu membunuh banyak musuh. Sa’ad pun mengambil panahnya, kemudian berucap, “Ini adalah panah yang diberkahi Allah.”
Dalam sebuah hadits disebutkan keutamaan memanah, “Barangsiapa yang menembak satu panah kepada musuh baik kena atau tidak kena, pahalanya setara dengan memerdekakan budak.” (HR. Ibnu Majah 2286, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah)
Di zaman Rasulullah, ada banyak sahabat yang ahli dalam memanah. Karena keahlian ini, mereka mendapat kesempatan untuk turut serta berjuang ke medan perang.
1. Rafi bin Khadij RA
Usianya baru 15 tahun kala itu. Kaum muslimin tengah giat menyiapkan segala peralatan dan kekuatan menghadapi perang uhud. Salah satu perang paling menyejarah dalam perjuangan umat Islam. Tak hanya para lelaki dewasa yang antusias. Para remaja belia pun tak mau ketinggalan. Mereka bergegas mengambil peran dalam perjuangan Islam. Salah satunya adalah Rafi bin Khadij.
Khadij adalah nama sang ayah. Ialah yang menemui Rasulullah dan memohon agar putra kesayangannya diperkenankan ikut berlaga di medan perang. Khadij menyampaikan kemampuan yang dimiliki Rafi yakni memanah dan memainkan tombak. Saat bertemu Rasulullah, Rafi berdiri dengan berjinjit, itu ia lakukan agar terlihat lebih tinggi. Rasulullah mengamati dengan seksama kemampuan Rafi, sebelum akhirnya beliau mengizinkannya. Dalam Perang Badar, Rafi pernah meminta izin ikut, namun Rasulullah dengan tegas melarangnya.
Dalam perang Uhud tersebut Rafi terkena panah di dada, di bagian bawah ketiak. Darah mengucur dari lukanya, seraya menahan sakit ia mendatangi Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah anak panah ini dicabut.”
Rafi berharap dengan bantuan Rasulullah lukanya lekas membaik dan ia bisa ikut meneruskan berperang. Rupanya Rasulullah memberikan pilihan yang tak biasa. Beliau berucap, “Hai Rafi, aku bisa mencabut panah ini beserta mata panahnya dan engkau akan segera sembuh. Tetapi jika engkau mau, aku akan mencabut panah ini dan meninggalkan mata panahnya di tubuhmu, dan aku akan bersaksi pada hari kiamat bahwa engkau mati syahid.”
Rafi memilih agar mata panah itu tetap di tubuhnya. Demikian hingga ia berpulang kepada Rabbnya pada zaman khalifah Muawiyah.
2. Sa’ad bin Abi Waqash
Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin ‘Abdi Manaf berasal dari Bani Zuhrah. Ia merupakan paman Rasulullah dikenal sebagai sosok yang berani, kuat dan bersungguh dalam keimanan. Salah satu kegemaran dan keahlian Sa’ad bin Abi Waqqash adalah memanah.
Bukti kuatnya iman Sa’ad tercermin dalam kalimat, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku dan tidak akan berpisah darinya.” Tak heran ketika sang ibu memaksanya keluar dari Islam. Dalam kondisi lemah dan sakit, ibunya terus meminta agar Sa’ad keluar dari Islam. Berharap agar Sa’ad merasa iba dan keluar dari Islam. Namun ia tetap kukuh, “Wahai Ibu, demi Allah, andai engkau memiliki tujuh puluh nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku untuk selama-lamanya.”
Sa’ad disebut sebagai orang pertama yang melemparkan anak panah dalam perjuangan di jalan Allah.
“Aku adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan Allah.” Dia adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan orang pertama yang memanah musuh di jalan Allah.
Dalam sebuah peperangan, dengan keahlian memanahnya, ia mampu menewaskan banyak musuh. Setiap lemparan panahnya mengenai orang musyrik hingga tewas. Ia lalu mengambil anak panah lagi dan melemparkannya. Hal itu ia ulangi hingga beberapa kali. Demikianlah, hingga panahnya mampu membunuh banyak musuh. Sa’ad pun mengambil panahnya, kemudian berucap, “Ini adalah panah yang diberkahi Allah.”