Pemilik RM Udang Kelong Tantang Walikota Bongkar Bangunannya
D'On, Padang- Menindaklanjuti kasus aliran limbah dari Rumah Makan (RM) Udang Kelong yang masuk kerumah warga ditanggapi serius oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang.
Buktinya permasalahan ini sudah ditindaklanjuti dan dalam waktu dekat tim gabungan akan turun kelapangan untuk menyelesaikan sengketa ini, ujar Nuzuir Syam selaku Kasi Lingkungan dan Hukum DHL, kala dihubungi via telepon selulernya pagi (28/8/2017) ini.
Diungkapkan Nuzuir, pemilik RM Udang Kelong ini sangat arogan, ia menantang siapa saja padahal izin amdalnya tidak ada, bangunannya pun mengambil fasilitas umum (fasum).
“Walikota saja tidak akan bisa membongkar bangunan saya, karena saya punya Hak untuk berjualan disini, kemanapun kalian kadukan masalah ini saya tidak takut,” tutur pemilik RM Udang Kelong yang disampaikan Nuzuir pada www.dirgantaraonline.co.id.
Ucapan arogansi ini juga didengar beberapa warga yang tinggal berdekatan dengan RM Udang Kelong tersebut. Menurut penuturan beberapa warga ucapan arogansi dari Hendra anak sang pemilik RM Udang Kelong sangat melecehkan warga yang terdampak.
“Kama ka kalian kadukan silahkan, ambo tidak takut karano pitih ambo banyak, bisa ambo bayar siapapun,” ucapan Hendra anak pemilik RM Udang Kelong ini sontak memancing emosi warga yang terdampak limbah tersebut.
Malahan kemarin (27/8/2017) siang, limbah pembuangan yang berbelatung ini sengaja dialirkan kerumah warga yang tepat bersebelahan dengan RM Udang Kelong ini. Akibatnya rumah dari Yenni Novita ini bergelimang limbah pembuangan yang berbelatung dan beraroma busuk menyengat. Limbah ini menimbulkan penyakit kulit pada warga yang terdampak. Sedikitnya ada 10 Kepala Keluarga (KK) yang mengalami penyakit kulit parah.
Saat dikonfirmasi www.dirgantaraonline.co.id, ulah nakal pemilik RM Udang Kelong yang sengaja mengalirkan limbah pembuangannya ke rumah warga sangat disesalkan Nuzuir.
Nuzuir menilai tindakan RM Udang Kelong sangat tidak bijak, karena dapat menimbulkan permasalahan kedepannya. Ia pun meminta kepada RM Udang Kelong taat akan aturan dan tidak melakukan tindakan provokatif yang dapat memancing emosi 10 KK yang terdampak limbah pembuangannya.
“Jelas RM Udang Kelong tidak memiliki izin Amdal, maka dari itu mereka harus memiliki izin Amdal sebelum memulai usahanya, akibat dari tidak adanya izin Amdal ini banyak warga yang mengalami kerugian baik secara materil maupun moril,” tukuknya.
Ia pun meminta pihak RM Udang Kelong tidak arogansi dengan tindakannya yang berani menantang Pemko Padang, karena sangat jelas pihak RM Udang Kelong tidak memiliki izin Amdal.
“Kami akan turun kelapangan bersama tim gabungan untuk menertibkan RM Udang Kelong yang sudah melanggar Perda No 8 tahun 2015 pasal 4 tentang pembuangan limbah selain RM Udang Kelong juga melanggar Perda No 11 tahun 2005 terkait penyalahgunaan fasum, ” pungkas Nuzuir menambahkan.
Hendra pemilik RM Udang Kelong saat dikonfirmasi via ponselnya di nomor 081267136xxx beberapa menit lalu menegaskan, bahwa persoalan limbah ia sama sekali tidak mengetahui kemana aliran air itu larinya. Namun kalau hasil buangan limbah yang menjadi permasalahan warga, menurutnya bukanlah hal yang perlu diributkan oleh masyarakat yang terkena dampak pembuangan. Tetapi status tanah tempat tinggal dari masyarakat itu yang menjadi inti pokok persoalan.
Pasalnya, keberadan riol tempat ia membuang limbah serta bangunan yang ditempat warga tersebut merupakan tanah milik orang tuanya. sejak tahun 1945 orang tuanya telah menetap disana dan 5 rumah serta 10 KK yang terdampak limbah hanya menumpang disana. Pasalnya ia yang membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tanah dan bangunan tersebut.
"Jadi apa alasan Pemko Padang membongkar bangunan saya, kalau masalah limbah nanti akan saya bayar untuk pembuangan limbah tersebut, paling juga tidak sampai Rp. 300 ribu saja, limbah tersebut bisa ia keluarkan,". ucap Hendra.
Terkait bangunannya yang melanggar Perda No 11 tahun 2005 tentang penyalahgunaan fasum, ia mengatakan bahwa sejak pendirian bangunan RM Udang Kelong ini tidak ada masalah dari pihak manapun, ujarnya pada media ini.
Selain itu terkait keberadaan tempat usahanya, dengan tegas Hendra mengatakan, bahwa siapapun tidak bisa memaksa ia untuk membongkar bangunan tersebut. Karena Ia mendirikan bangunan diatas tanahnya sendiri.
"Orang tua saya telah menempati tanah ini sejak tahun 1945, jadi lima rumah disebelah bangunan kami hanya menumpang ditanah kami. Saya memiliki sertifikat tanah ini," tuturnya.
Namun saat media ini meminta bukti sertifikat tanah tersebut Hendra enggan memberikan dengan alasan itu hak dia untuk menyimpan sertifikat ini dan tidak boleh diperlihatkan pada siapapun.
Keterangan status tanah ini kontradiktif dengan pengakuan warga, pasalnya warga mengakui bahwa bangunan yang berdiri disana merupakan tanah milik pemerintah. Pengakuan ini terlontar dari Yenni, Adek dan Devi warga yang berdomisili diatas tanah milik negara ini.
"Kami hanya ingin sengketa limbah yang telah mendera kami selama hampir satu setengah tahun ini dapat segera terselesaikan oleh Pemko Padang, pasalnya kami diserang penyakit kulit, gatal-gatal dan bau busuk dari limbah pembuangan RM Udang Kelong ini sangat menyengat sehingga membuat kami sulit bernafas," pungkas Yenni. (Mond/Apk)
Hendra pemilik RM Udang Kelong saat dikonfirmasi via ponselnya di nomor 081267136xxx beberapa menit lalu menegaskan, bahwa persoalan limbah ia sama sekali tidak mengetahui kemana aliran air itu larinya. Namun kalau hasil buangan limbah yang menjadi permasalahan warga, menurutnya bukanlah hal yang perlu diributkan oleh masyarakat yang terkena dampak pembuangan. Tetapi status tanah tempat tinggal dari masyarakat itu yang menjadi inti pokok persoalan.
Pasalnya, keberadan riol tempat ia membuang limbah serta bangunan yang ditempat warga tersebut merupakan tanah milik orang tuanya. sejak tahun 1945 orang tuanya telah menetap disana dan 5 rumah serta 10 KK yang terdampak limbah hanya menumpang disana. Pasalnya ia yang membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tanah dan bangunan tersebut.
"Jadi apa alasan Pemko Padang membongkar bangunan saya, kalau masalah limbah nanti akan saya bayar untuk pembuangan limbah tersebut, paling juga tidak sampai Rp. 300 ribu saja, limbah tersebut bisa ia keluarkan,". ucap Hendra.
Terkait bangunannya yang melanggar Perda No 11 tahun 2005 tentang penyalahgunaan fasum, ia mengatakan bahwa sejak pendirian bangunan RM Udang Kelong ini tidak ada masalah dari pihak manapun, ujarnya pada media ini.
Selain itu terkait keberadaan tempat usahanya, dengan tegas Hendra mengatakan, bahwa siapapun tidak bisa memaksa ia untuk membongkar bangunan tersebut. Karena Ia mendirikan bangunan diatas tanahnya sendiri.
"Orang tua saya telah menempati tanah ini sejak tahun 1945, jadi lima rumah disebelah bangunan kami hanya menumpang ditanah kami. Saya memiliki sertifikat tanah ini," tuturnya.
Namun saat media ini meminta bukti sertifikat tanah tersebut Hendra enggan memberikan dengan alasan itu hak dia untuk menyimpan sertifikat ini dan tidak boleh diperlihatkan pada siapapun.
Keterangan status tanah ini kontradiktif dengan pengakuan warga, pasalnya warga mengakui bahwa bangunan yang berdiri disana merupakan tanah milik pemerintah. Pengakuan ini terlontar dari Yenni, Adek dan Devi warga yang berdomisili diatas tanah milik negara ini.
"Kami hanya ingin sengketa limbah yang telah mendera kami selama hampir satu setengah tahun ini dapat segera terselesaikan oleh Pemko Padang, pasalnya kami diserang penyakit kulit, gatal-gatal dan bau busuk dari limbah pembuangan RM Udang Kelong ini sangat menyengat sehingga membuat kami sulit bernafas," pungkas Yenni. (Mond/Apk)