Minta Dihukum Paling Berat, Sri Mulyani Kecewa Masih Ada Petugas Pajak Yang Ditangkap
D'On, Jakarta,- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tak bisa menutupi kekecewaannya terkait masih adanya pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan, termasuk Direktorat Jenderal Pajak, yang tertangkap aparat karena melakukan penyelewenangan dalam tugasnya, termasuk bermain-main dengan wajib pajak.
“Saya betul-betul kecewa ni dengan beberapa kali yang dilakukan. Karena pada saat kita sedang meluncurkan reformasi ada saja yang melakukan seperti itu,” kata Sri Mulyani menjawab wartawan usai menghadiri acara pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2017, di Istana Negara, pada hari Kamis (14/9) pagi.
Pernyataan itu disampaikan Menkeu menanggapi pertanyaan mengenai adanya pegawai Direktorat Jenderal Pajak dari KPP Madya Gambir, AP, dan JJ, eks pegawai di KPP Madya Jakarta Selatan, yang ditangkap petugas Kejaksaan Agung terkait penerimaan suap sebesar Rp 14 miliar dari sebuah perusahaan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaapuspenkum) Kejaksaan Agung, M Rum, dalam keterangannya, Selasa (12/9) mengatakan, AP ditahan selama 20 hari ke depan, yakni 11-30 September berdasarkan surat penahanan bernomor Print-24/F.2/Fd.1/09/2017.
Hukuman Paling Berat
Menkeu menegaskan, kalau sudah ada bukti mengenai keterlibatan yang bersangkutan dalam hal ini di Kejaksaan Agung, maka yang bersangkutan sudah dilakukan adalah di nonjobkan. Selain itu, juga dilakukan penindakan dari sisi seluruh proses kepegawaian.
“Kalau dari bukti-bukti ini sudah sangat kuat, ya kita mencari hukuman yang paling berat saja yang kita bisa lakukan di dalam tata kelola kepegegawaian yang kita miliki. Saya sudah menyampaikan kepada Irjen, maupun dari Pajak, dan Bea Cukai,” tegas Sri Mulyani.
Menurut Menkeu, pihaknya sudah meminta untuk dipetakan, ini sebenarnya daerah rawannya siapa, pelaku rawannya siapa. Diakuinya, mungkin bukan soal daerah rawan, tapi ada saja memang pelaku rawan.
“Kalau pelaku-pelaku rawan ini sudah diidentifikasi, kita sekarang mau mengatakan siapa yang terlibat, bagaimana bentuk networknya, dan bagaimana kita membersihkan. Jadi ini yang sedang kita lakukan baik di Pajak, institusi, maupun unit yang lain,” tegas Menkeu. (stk)
“Saya betul-betul kecewa ni dengan beberapa kali yang dilakukan. Karena pada saat kita sedang meluncurkan reformasi ada saja yang melakukan seperti itu,” kata Sri Mulyani menjawab wartawan usai menghadiri acara pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2017, di Istana Negara, pada hari Kamis (14/9) pagi.
Pernyataan itu disampaikan Menkeu menanggapi pertanyaan mengenai adanya pegawai Direktorat Jenderal Pajak dari KPP Madya Gambir, AP, dan JJ, eks pegawai di KPP Madya Jakarta Selatan, yang ditangkap petugas Kejaksaan Agung terkait penerimaan suap sebesar Rp 14 miliar dari sebuah perusahaan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaapuspenkum) Kejaksaan Agung, M Rum, dalam keterangannya, Selasa (12/9) mengatakan, AP ditahan selama 20 hari ke depan, yakni 11-30 September berdasarkan surat penahanan bernomor Print-24/F.2/Fd.1/09/2017.
Hukuman Paling Berat
Menkeu menegaskan, kalau sudah ada bukti mengenai keterlibatan yang bersangkutan dalam hal ini di Kejaksaan Agung, maka yang bersangkutan sudah dilakukan adalah di nonjobkan. Selain itu, juga dilakukan penindakan dari sisi seluruh proses kepegawaian.
“Kalau dari bukti-bukti ini sudah sangat kuat, ya kita mencari hukuman yang paling berat saja yang kita bisa lakukan di dalam tata kelola kepegegawaian yang kita miliki. Saya sudah menyampaikan kepada Irjen, maupun dari Pajak, dan Bea Cukai,” tegas Sri Mulyani.
Menurut Menkeu, pihaknya sudah meminta untuk dipetakan, ini sebenarnya daerah rawannya siapa, pelaku rawannya siapa. Diakuinya, mungkin bukan soal daerah rawan, tapi ada saja memang pelaku rawan.
“Kalau pelaku-pelaku rawan ini sudah diidentifikasi, kita sekarang mau mengatakan siapa yang terlibat, bagaimana bentuk networknya, dan bagaimana kita membersihkan. Jadi ini yang sedang kita lakukan baik di Pajak, institusi, maupun unit yang lain,” tegas Menkeu. (stk)