Hikmah Ramadhan : Keshalehan Individu dan Keshalehan Sosial
Oleh : DESRI AYUNDA
Ibadah puasa punya implikasi yang kuat terhadap keshalehan individu dan keshalehan sosial. Dua hal yang sering kali kelihatannya paradoks. Padahal, keduanya mesti sejalan seumpama langkah kaki kiri dan kaki kanan. Keshalehan individu semata bisa membuat seseorang asyik sendiri beribadah tanpa ingin tahu alam sekitarnya.
Ini tentu saja sangat kontra bagi kehidupan sebagai seorang makhluk sosial. Keshalehan sosial semata juga bisa membuat seseorang lupa atas kewajiban diri dan terbawa sifat sombong, karena rawan ingin tampil sebagai pahlawan. Keduanya memang dianjurkan agar seimbang.
Allah SWT mewajibkan, shalat, ibadah puasa dan mewajibkan pula membayar zakat. Ibadah-ibadah wajib yang menguatkan jati diri seorang muslim yang beriman. Puasa melatih diri menjadi orang yang jujur sedangkan zakat diwajibkan agar seseorang memiliki sifat sosial. Puasa juga merasakan bagaimana fakir, menahan haus dan lapar. Kehendak badaniah yang kita sebut; selera! Ini berdekatan dengan hawa nafsu.
Sedangkan Zakat merupakan pembersihan jiwa dan raga (zakat fitrah) dan juga pembersihan harta (zakat mal). Zakat kini dikelola secara profesional oleh badan-badan sosial baik yang didirikan secara swadaya maupun didirikan pemerintah. Seperti Kota Padang, sudah punya Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sesuai dengan perintah UU. Kehadirannya sebagai lembaga yang ditugaskan untuk membagi rata setiap dana yang terkumpul kepada yang berhak menerimanya. Mereka yang berhak menerimanya, populer disebut ”asnaf yang delapan”; orang fakir, orang miskin, muallaf, petugas zakat (amil zakat), orang berhutang, para budak, fi sabilillah dan ibnu sabil. Seperti tertera dalam al-Quran. Kemudian ditafsirkan kembali oleh Mufassir dan hasil ijma’ para ulama.
Profesionalitas sangat dituntut kepada pengurus dana ummat ini agar tidak ada ummat kelaparan, fakir, miskin, serta hidup yang melarat. Inilah substansinya. Namun tentu tidak mudah hingga bisa sampai pada tahap yang ideal. Perlu juga perjuangan dan keseriusan.
Kembali ke soal ibadah puasa, banyak orang yang shaleh secara individu tetapi belum tentu secara sosial. Kata seorang mubaligh menjelang tarawih, sifat sosial juga harus dilatih melalui infaq, shadaqah, tentu saja kewajiban berzakat. Ibadah puasa membangun rasa empati terhadap kaum papa, dimana mereka lebih kerap menahan selera. Baik dalam arti selera makan enak maupun kehendak untuk hidup layak.
Pada kesempatan lain, seorang mubaligh juga menyampaikan, rahasia infaq, shadaqah, zakat, berhubungkait dengan rezeki. Dimana ada tarik menarik, antara banyak memberi dan banyak menerima. Sungguhpun soal rezeki, pertemuan, maut, jodoh, adalah empat rahasia yang tak tersingkapkan oleh Allah.
Selamat menunaikan ibadah puasa. Jangan lupa, bersedekah. Guna meningkatkan keshalehan sosial. Salam. []
Ibadah puasa punya implikasi yang kuat terhadap keshalehan individu dan keshalehan sosial. Dua hal yang sering kali kelihatannya paradoks. Padahal, keduanya mesti sejalan seumpama langkah kaki kiri dan kaki kanan. Keshalehan individu semata bisa membuat seseorang asyik sendiri beribadah tanpa ingin tahu alam sekitarnya.
Ini tentu saja sangat kontra bagi kehidupan sebagai seorang makhluk sosial. Keshalehan sosial semata juga bisa membuat seseorang lupa atas kewajiban diri dan terbawa sifat sombong, karena rawan ingin tampil sebagai pahlawan. Keduanya memang dianjurkan agar seimbang.
Allah SWT mewajibkan, shalat, ibadah puasa dan mewajibkan pula membayar zakat. Ibadah-ibadah wajib yang menguatkan jati diri seorang muslim yang beriman. Puasa melatih diri menjadi orang yang jujur sedangkan zakat diwajibkan agar seseorang memiliki sifat sosial. Puasa juga merasakan bagaimana fakir, menahan haus dan lapar. Kehendak badaniah yang kita sebut; selera! Ini berdekatan dengan hawa nafsu.
Sedangkan Zakat merupakan pembersihan jiwa dan raga (zakat fitrah) dan juga pembersihan harta (zakat mal). Zakat kini dikelola secara profesional oleh badan-badan sosial baik yang didirikan secara swadaya maupun didirikan pemerintah. Seperti Kota Padang, sudah punya Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sesuai dengan perintah UU. Kehadirannya sebagai lembaga yang ditugaskan untuk membagi rata setiap dana yang terkumpul kepada yang berhak menerimanya. Mereka yang berhak menerimanya, populer disebut ”asnaf yang delapan”; orang fakir, orang miskin, muallaf, petugas zakat (amil zakat), orang berhutang, para budak, fi sabilillah dan ibnu sabil. Seperti tertera dalam al-Quran. Kemudian ditafsirkan kembali oleh Mufassir dan hasil ijma’ para ulama.
Profesionalitas sangat dituntut kepada pengurus dana ummat ini agar tidak ada ummat kelaparan, fakir, miskin, serta hidup yang melarat. Inilah substansinya. Namun tentu tidak mudah hingga bisa sampai pada tahap yang ideal. Perlu juga perjuangan dan keseriusan.
Kembali ke soal ibadah puasa, banyak orang yang shaleh secara individu tetapi belum tentu secara sosial. Kata seorang mubaligh menjelang tarawih, sifat sosial juga harus dilatih melalui infaq, shadaqah, tentu saja kewajiban berzakat. Ibadah puasa membangun rasa empati terhadap kaum papa, dimana mereka lebih kerap menahan selera. Baik dalam arti selera makan enak maupun kehendak untuk hidup layak.
Pada kesempatan lain, seorang mubaligh juga menyampaikan, rahasia infaq, shadaqah, zakat, berhubungkait dengan rezeki. Dimana ada tarik menarik, antara banyak memberi dan banyak menerima. Sungguhpun soal rezeki, pertemuan, maut, jodoh, adalah empat rahasia yang tak tersingkapkan oleh Allah.
Selamat menunaikan ibadah puasa. Jangan lupa, bersedekah. Guna meningkatkan keshalehan sosial. Salam. []