Pedang Allah Yang Terhunus (Bag-2 Tamat)
D'On,- Khalid Setelah Masuk Islam
Khalid ikut dalam perang bersama kaum muslimin untuk pertama kalinya dalam Perang Mu’tah melawan Gassasanah dan Romawi. Dalam perang tersebut tiga orang panglimanya mati syahid. Mereka adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawwahah. Maka dengan cepat Tsabit bin Arqam mengangkat tinggi-tinggi bendera komando. Kemudian dia mendatangi Khalid sembari berkata, “Ambillah bendera ini wahai Abu Sulaiman.” Khalid merasa dirinya bukanlah orang yang berhak mengambil bendera itu, maka dia menolak sembari berkata, “Aku tidak akan mengambil bendera, engkau lebih berhak mengambilnya, karena engkau lebih tua dan telah ikut dalam Perang Badar.”
Tsabit menjawab, “Ambillah, karena engkau lebih tahu dan berpengalaman tentang peperangan dibanding aku. Demi Allah, Aku tidak mengambilkan bendera itu kecuali untukmu.” Kemudian dia berteriak di antara kaum muslimin, “Apakah kalian rela kepemimpinan Khalid?” Mereka menjawab serempak, “Ya.”
Lalu Khalid mengambil bendera itu, dan bersamanya Allah menyelamatkan tentara muslimin. Khalid berkata, “Aku telah mematahkan sembilan pedang. Tidak ada yang tidak patah di tanganku selain pedang dari Yaman (Jenis pedang yang lebar mata pedangnya).”
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar kabar dari para sahabat tentang perang itu, beliau berkata, “Zaid telah mengambil bendera itu kemudian dia terbunuh, lalu Ja’far mengambil bendera, dia juga terbunuh, dan setelah itu Ibnu Rawwahah mengambil bendera itu, tapi dia juga terbunuh -Nabi berkata dengan berlinang air mata-, sampai akhirnya bendera diambil oleh salah seorang pedang Allah, sehingga Allah membuka hati mereka.”
Maka setelah hari itu Khalid bin Walid dijuluki Saifullah (Sang Pedang Allah).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memerintahkan Khalid untuk memimpin salah satu pasukan Islam yang bergerak untuk membuka Makkah. Beliau juga menggunakannya untuk menangkap secara rahasia Ukaidar, raja di Daumatul Jandal, pada saat Perang Tabuk.
Khalid juga berada di barisan paling depan tentara muslimin pada Perang Hunain di Bani Sulaim. Pada waktu itu dia terluka, sehingga Rasulullah memintanya kembali. Namun dia tidak mempedulikan lukanya itu. Lalu Beliau mengirim Khalid kepada Ukaidar bin Abdul Malik, raja Daumatul Jandal. Dia menawan raja itu dan membawanya ke hadapan Rasulullah. Kemudian raja itu sepakat untuk membayar jizzah, lalu dia diperkenankan pulang ke negaranya.
Pada tahun ke sepuluh, Khalid dikirim oleh Rasulullah ke Bani Harits bin Ka’ab bin Madzhij. Kemudian beberapa orang dari mereka datang bersama Khalid kepada Rasulullah. Lalu mereka masuk Islam. Setelah itu mereka kembali kepada kaum mereka di Najran.
Perannya dalam Memerangi Orang-orang Murtad
Setelah Nabi wafat, khalifah Abu Bakar :memerintahkan Khalid bin Walid untuk memerangi orang-orang murtad. Pertama kalianya dia dan pasukannya menghadapi seorang wanita Sujah yang mengaku Nabi, kemudian Musailamah Al-Kadzdzab, yang merupakan orang yang paling berbahaya dalam mengaku-ngaku Nabi. Karena dia memiliki banyak pengikut dan tentara. Terjadi pertempuran yang sengit antara kedua belah pihak, yang berakhir dengan kekalahan Bani Hanifah dan terbunuhnya Musailamah. Dalam pertempuran itu Malik bin Nuwairah yang dituduh murtad juga terbunuh. Namun orang-orang berbeda pendapat mengenai terbunuhnya Malik bin Nuwairah. Dikatakan bahwa dia terbunuh dalam keadaan Islam karena salah sangka Khalid saja dan perkataan yang didengar darinya. Akan tetapi Abu Qatadah mengingkarinya dan dia bersumpah bahwa dia tidak berperang di bawah panjinya. Dan Umar bin Khathab juga mengingkari hal itu.
Perannya Dalam Membuka Negara Persia
Setelah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menyelesaikan urusan orang-orang yang murtad -yang hampir saja memecah belah umat dan Islam, khalifah pertama ini mengarahkan pandangannya ke Irak. Dia ingin mengamankan batas wilayah pemerintahan Islam, dan menghancurkan kekuatan Persia yang mengintai Islam di sana.
Khalid bin Walid adalah komandan di barisan paling depan yang dikirim Abu Bakar untuk melaksanakan misi ini. Dalam misi ini Khalid mampu mendapatkan banyak kemenangan atas Persia, dia terus merangsek maju sehingga pembukaannya mencapai sebagian besar dari daerah Irak. Kemudian dia mengerahkan pasukannya menuju Anbar untuk dibukanya. Tetapi penduduk Anbar sangat kuat penjagaannya. Di sekeliling daerah itu dibuat parit atau galian besar yang sulit dilewati. Namun Khalid tidak kehilangan akal, dia perintahkan tentaranya untuk memanah mata tentara penjaga parit. Sehingga kurang lebih seribu mata mereka terluka. Kemudian dia sengaja menyembelih onta yang lemah dan kurus, lalu menjatuhkannya di dalam parit yang jaraknya paling sempit sehingga menjadi jembatan yang bisa dilewati olehnya dan pasukan berkuda Muslimin di bawah derasnya panah yang dilepaskan para pemanahnya untuk melindungi mereka dari para musuh yang mengintai mereka dari atas tembok benteng yang tinggi dan kokoh. Ketika panglima Persia melihat apa yang dilakukan Khalid dan tentaranya maka mereka minta berdamai. Dan jadilah Anbar dalam genggaman kaum muslimin.
Kemudian Khalid dan pasukannya menuju Ainut Tamar dimana orang-orang Persia banyak berkumpul di sana dan mendapat bantuan dari beberapa kabilah Arab. Ketika pasukan Khalid yang ada di barisan terdepan tiba, orang-orang itu melarikan diri, dan sebagian dari mereka mengungsi ke benteng. Khalid dan pasukannya mengepung benteng sampai akhirnya mereka yang ada di dalamnya menyerah. Kemudian Khalid menunjuk Uwaim bin Kahil Al-Aslami sebagai penanggung jawab Ainut Tamar. Setelah itu Khalid dan pasukannya menuju Daumatul Jandal dan membuka daerah itu.
Perannya dalam Membuka Negara Syam (Syiria)
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bermaksud mengarahkan penaklukkannya ke Syam setelah Khalid bin Walid berhasil menancapkan kakinya di Irak dan kemenangannya yang besar atas Persia. Khalid merupakan panglimanya yang telah melempar para musuhnya dimanapun tempat. Sehingga dia berkata mengenai panglimanya itu, “Sungguh, Romawi akan melupakan gangguan setan disebabkan Khalid bin Walid.”[5] Khalid tidak mengecewakan dugaan Abu Bakar ini, karena dia mampu sampai di Syam dalam waktu yang sebentar untuk menolong kaum muslimin di sana setelah dia menempuh jalan pintas melalui gurun pasir Samawah.
Sebelum sampai di Syam, Khalid bin Walid mengumpulkan tentara Muslimin di bawah satu bendera agar mereka mampu menghadapi dan melawan musuh mereka. Khalid mengatur ulang formasi tentara. Dia membagi tentara menjadi beberapa batalion supaya tampak banyak di mata musuh. Dia jadikan setiap komandan pasukan kaum Muslimin pimpinan sejumlah batalion. Dia menempatkan Abu Ubaidah di tengah dengan membawahi delapan belas batalion. Bersamanya Ikrimah bin Abu Jahal dan Qa’qa’ bin Amru. Dia menempatkan Amr bin Ash di sebelah kanan dengan membawahi sepuluh batalion. Dia ditemani oleh Syurahbil bin Hasanah. Kemudian dia tempatkan Yazid bin Abu Sufyan di sebelah kiri membawahi sepuluh batalion.
Pasukan Muslimin dan pasukan Romawi bertemu di lembah Yarmuk. Pasukan Muslimin menyerang pasukan Romawi dengan serangan yang dahsyat. Mereka mendapat keberuntungan, hingga akhirnya mendapatkan kemenangan. Sebelum peperangan, terdengar kabar bahwa Khalifah Abu Bakar wafat dan khalifah digantikan oleh Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu. Khalifah kedua ini mengirimkan surat kepada Abu Ubaidah bin Jarah yang berisi perintah untuk memimpin tentara menggantikan Khalid. Karena orang-orang telah terpesona oleh Khalid sehingga mereka berprasangka bahwa kemenangan tidak akan dapat diraih kecuali di bawah kepemimpinannya, maka Abu Ubaidah lebih mengutamakan untuk menyembunyikan surat itu sampai berakhirnya peperangan, yang berakhir dengan kemenangan di bawah kepemimpinan Khalid. Dalam peperangan ini kurang lebih tiga ribu pasukan Muslimin yang menjadi syuhada. Di antara mereka terdapat banyak dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Peranan Khalid tidak berhenti sampai di sini, meskipun Khalifah Umar bin Khathab menggantikan dia dengan Abu Ubaidah sebagai pemimpin pasukan. Tetapi dia terus berperang di tengah barisan kaum Muslimin dan masuk di dalam barisan pasukan berkuda. Dia termasuk pahlawan perang yang tidak tertandingi dalam sejarah.
Khalid punya peran utama dalam membuka Damaskus, Homsh, dan Qinnisrin. Dan dia tidak menjadi lemah menjadi salah satu tentara kaum muslimin setelah sebelumnya menjadi panglima dan pimpinan mereka. Karena tujuan utama yang ingin diraihnya adalah berjihad di jalan Allah, yang senantiasa dia lantunkan di manapun tempat dan kondisi.
Songkok Khalid bin Walid
Di songkok Khalid bin Walid -yang dia gunakan dalam berperang- terdapat beberapa helai rambut Rasulullah dimana Khalid selalu minta pertolongan dan berkahnya. Karenanya, dia selalu diberi kemenangan. Kisahnya pada saat haji Wada’, ketika Rasulullah memotong rambutnya, Nabi memberikan kepada Khalid beberapa helai rambut di dahi beliau. Lalu Khalid memasangnya di depan ujung songkoknya. Ketika songkok itu terjatuh pada Perang Yarmuk, dia mencarinyanya dengan sekuat tenaga dan orang-orang pun ikut serta mencarinya; ketika Khalid dicela karena hal itu, maka dia berkata, “Sesungguhnya di songkok tersebut terdapat beberapa helai rambut Rasulullah dan aku selalu berharap baik dan minta pertolongan dengannya.”
Perkataan Khalid bin Walid Sebelum wafatnya
Khalid bin Walid meninggal di Homsh pada tanggal 18 Ramadhan tahun 21 Hijriyah bertepatan dengan 20 Agustus 642 Masehi. Ketika kematian hendak menjemputnya, dari kedua matanya mengalir air mata yang panas karena sangat sedih. Air matanya keluar bukan karena dia takut dengan kematian; karena selama ini dia menghadapi kematian dengan ketajaman pedangnya di setiap peperangan, dia membawa nyawanya di atas ujung tombaknya. Akan tetapi kesedihan dan tangisannya dikarenakan dia sangat merindukan perang; dia merasa tersiksa karena harus mati di atas ranjangnya. Padahal selama ini dia selalu mendatangi medan-medan peperangan dan menjadikan hati para musuh gemetar dan ngeri karena sepak terjangnya, dan bumi di bawah kaki mereka terasa berguncang. Perkataan terakhir Khalid mengungkapkan rasa sedih dan sesalnya seperti ini, “Aku telah datang di banyak peperangan, dan aku hanya menginginkan sayatan pedang di tubuhku, lemparan panah, atau tusukan tombak. Jika aku mati di atas ranjangku, maka seperti matinya seekor onta, dan mata orang-orang takut tidak akan tidur.” [6]
Dan, ketika Khalifah Umar bin Khathab mendengar berita wafatnya, dia berkata, “Biarkan para wanita Bani Makhzum menangisi Abu Sulaiman, karena sesungguhnya mereka tidak berdusta, sesungguhnya orang seperti Abu Sulaiman akan ditangisi oleh siapa pun.”
Foot Note:
[5] Ath-Thabari, Tarikh Ar-Rusul wal Muluk (3/408)
[6] Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan-Nihayah (7/129)
Sumber: Dikutip dari ‘Para Penakluk Muslim Yang Tak Terlupakan’, Tamir Badar, Pengantar: Dr.Raghib As Sirjani, Penerbit al Kautsar