Ini Penjelasan YIM Tentang Presiden Tak Perlu Cuti
D'On, Jakarta,- Mantan Menteri Sekretaris Kabinet Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa kewajiban presiden mundur sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 sudah tidak berlaku.
Ketentuan pencalonan presiden dan wakil presiden petahana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya dalam Bab yang mengatur pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
Yusril menyampaikan hal itu menanggapi rumor seolah-olah aturan lama masih berlaku.
"Di media sosial beredar copy Pasal 6 UU Nomor 42 Tahun 2018 itu disertai kata-kata 'Jokowi Sudah Sah Bukan Presiden Indonesia dan Harus Mundur Sekarang Juga', " kata Yusril, Sabtu (8/9) kemarin.
Ahli hukum tata negara ini mengatakan tidak ada ketentuan presiden dan wapres petahana harus berhenti atau cuti. Hal itu tepat sesuai aaturan yang benar dilihat dari sudut Hukum Tata Negara.
"Sebab, jika diatur demikian akan terjadi kerumitan yang membawa implikasi kepada stabilitas politik dan pemerintahan di negara ini," katanya.
Yusril mencontohkan andaikan presiden petahana berhenti setahun sebelum masa jabatan berakhir, maka Presiden wajib digantikan oleh Wakil Presiden sampai akhir masa jabatan.
"Untuk itu diperlukan Sidang Istimewa MPR untuk melantik Wapres menjadi Presiden," katanya.
Menurut Yusril, bila presiden dan wapres petahan mencalonkan diri maka Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Luar Negeri/Menlu (triumvirat) akan membentuk Presidium Pemerintahan Sementara.
Kemudian harus diadakan sidang istimewa untuk memilih Presiden dan Wapres yang baru dalam waktu 30 hari.
Andai ketika jabatan Presiden vakum, terjadi keadaan darurat atau keadaan bahaya, kata Yusril, siapa yang berwenang menyatakan negara dalam keadaan bahaya?
Ia menambahkan, hanya Presiden yang bisa melakukan itu. Wakil Presiden apalagi Triumvirat, tidak punya kewenangan melakukannya.
Kalau hal seperti itu terjadi setiap lima tahun, maka bukan mustahil akan terjadi kerawanan politik. "Kerawanan itu bisa mengancam keutuhan bangsa dan negara. Negara itu tidak boleh vakum kepemimpinan karena bisa menimbulkan keadaan kritis yang sulit diatasi," katanya.
Oleh karena itu, Yusril berpendapat, Presiden petahana, Jokowi atau siapapun, demi kepentingan bangsa dan negara, tidak perlu berhenti atau cuti. (mi)
Ketentuan pencalonan presiden dan wakil presiden petahana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya dalam Bab yang mengatur pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
Yusril menyampaikan hal itu menanggapi rumor seolah-olah aturan lama masih berlaku.
"Di media sosial beredar copy Pasal 6 UU Nomor 42 Tahun 2018 itu disertai kata-kata 'Jokowi Sudah Sah Bukan Presiden Indonesia dan Harus Mundur Sekarang Juga', " kata Yusril, Sabtu (8/9) kemarin.
Ahli hukum tata negara ini mengatakan tidak ada ketentuan presiden dan wapres petahana harus berhenti atau cuti. Hal itu tepat sesuai aaturan yang benar dilihat dari sudut Hukum Tata Negara.
"Sebab, jika diatur demikian akan terjadi kerumitan yang membawa implikasi kepada stabilitas politik dan pemerintahan di negara ini," katanya.
Yusril mencontohkan andaikan presiden petahana berhenti setahun sebelum masa jabatan berakhir, maka Presiden wajib digantikan oleh Wakil Presiden sampai akhir masa jabatan.
"Untuk itu diperlukan Sidang Istimewa MPR untuk melantik Wapres menjadi Presiden," katanya.
Menurut Yusril, bila presiden dan wapres petahan mencalonkan diri maka Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Luar Negeri/Menlu (triumvirat) akan membentuk Presidium Pemerintahan Sementara.
Kemudian harus diadakan sidang istimewa untuk memilih Presiden dan Wapres yang baru dalam waktu 30 hari.
Andai ketika jabatan Presiden vakum, terjadi keadaan darurat atau keadaan bahaya, kata Yusril, siapa yang berwenang menyatakan negara dalam keadaan bahaya?
Ia menambahkan, hanya Presiden yang bisa melakukan itu. Wakil Presiden apalagi Triumvirat, tidak punya kewenangan melakukannya.
Kalau hal seperti itu terjadi setiap lima tahun, maka bukan mustahil akan terjadi kerawanan politik. "Kerawanan itu bisa mengancam keutuhan bangsa dan negara. Negara itu tidak boleh vakum kepemimpinan karena bisa menimbulkan keadaan kritis yang sulit diatasi," katanya.
Oleh karena itu, Yusril berpendapat, Presiden petahana, Jokowi atau siapapun, demi kepentingan bangsa dan negara, tidak perlu berhenti atau cuti. (mi)