Kontras: Jokowi Gagal Penuhi Janjinya Ungkap Kasus Munir
D'On, Jakarta,- Pemerintah Indonesia gagal mengungkap dalang pembunuhan Munir. Pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa kasus pembunuhan ini adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, pun masih menjadi sebatas janji tanpa bukti.
Wakil Koordinator Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, (Kontras) Yeti Adriani, mengatakan menjelang akhir periode pemerintahan Jokowi, tidak ada kemajuan dalam pengungkapan kasus ini. Menurutnya, pernyataan Presiden justru bertolak belakang dengan tindakan yang ditunjukkan pemerintah.
"Kita bisa saksikan pemerintah tidak mampu mengungkap, Presiden juga masih menolak penyelidikan TPF (tim pencari fakta) Munir. Tindak kebijakan tersebut bertolak belakang dengan apa yang dijanjikan Presiden. Di tahun ke-14, sekali lagi negara belum mampu untuk memberantas pembunuhan Munir," ucap Yeti di Kantor Kontras, Jakarta Pusat, Jumat (7/9).
Yeti mengatakan, ketidakjelasan dokumen penyelidikan TPF meninggalnya Munir sengaja diabaikan, dihilangkan, atau setidaknya tidak diketahui status keberadaannya.
Menurut Yeti, situasi seperti ini menjadi cambuk bagi Pemerintah Indonesia. "Ini adalah satu situasi buruk di pemerintahan Jokowi dan menjadi cambuk bagi Presiden dan penegak hukum," ucap Yeti.
Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Arief Sulistyanto menegaskan, upaya pengungkapan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib masih berjalan. Ia menegaskan, kasus itu tidak pernah ditutup.
"Jadi, di dalam penyidikan itu tidak ada buka dan tutup. Jadi saya bingung teman-teman nanya kapan dibuka. Ini kami tidak pernah menutup karena di dalam penyidikan tidak ada konsep buka dan tutup," kata Arief di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (7/9).
Arief pun menyebut, dalam penyelidikan suatu kasus yang ada hanya memulai dan menyelesaikan. Dalam memulai penyelidikan, Polri sudah menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) sejak tahun 2004 ke Kejaksaan selaku Jaksa Penuntut Umum.
Sejak kasus itu dimulai, Arief pun mengklaim Polri sudah melakukan langkah signifikan dalam proses penyelidikan.
"Dalam proses penyidikan pada tahun 2004, telah memberkas perkara sebanyak empat berkas perkara dengan empat tersangka. Yang semuanya sudah menjalani hukuman dan sudah selesai. Bahkan, kemarin itu saudara polycarpus juga sudah selesai menjalani masa hukumannya. Sehingga itu adalah hasil penyidikan oleh Polri," katanya.
Namun, lanjut Arief, jika nantinya dalam perjalanan kasus ini ditemukan fakta baru (novum) maka Polri akan melanjutkan penyidikan. Saat ini, Arief mengatakan, Polri sedang mencari apakah ada fakta baru terkait kasus Munir. "Jadi kasus ini ada kemungkinan masih berjalan kalau ditemukan bukti baru tadi dan ditemukan fakta hukum baru untuk pengembangan kasusnya. Ini sedang dicari," ujarnya.
Ia pun menyebut kasus pembunuhan Munir adalah salah satu kasus yang rumit. Sebab, pada 2004 lalu, dirinya menjadi salah satu penyidiknya. "Yang mengikuti kasus ini dari awal pasti tahu bagaimana pembuktian itu betul-betul complicated (rumit) karena saya waktu itu adalah salah satu tim penyidik," tuturnya. (wira)
Wakil Koordinator Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, (Kontras) Yeti Adriani, mengatakan menjelang akhir periode pemerintahan Jokowi, tidak ada kemajuan dalam pengungkapan kasus ini. Menurutnya, pernyataan Presiden justru bertolak belakang dengan tindakan yang ditunjukkan pemerintah.
"Kita bisa saksikan pemerintah tidak mampu mengungkap, Presiden juga masih menolak penyelidikan TPF (tim pencari fakta) Munir. Tindak kebijakan tersebut bertolak belakang dengan apa yang dijanjikan Presiden. Di tahun ke-14, sekali lagi negara belum mampu untuk memberantas pembunuhan Munir," ucap Yeti di Kantor Kontras, Jakarta Pusat, Jumat (7/9).
Yeti mengatakan, ketidakjelasan dokumen penyelidikan TPF meninggalnya Munir sengaja diabaikan, dihilangkan, atau setidaknya tidak diketahui status keberadaannya.
Menurut Yeti, situasi seperti ini menjadi cambuk bagi Pemerintah Indonesia. "Ini adalah satu situasi buruk di pemerintahan Jokowi dan menjadi cambuk bagi Presiden dan penegak hukum," ucap Yeti.
Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Arief Sulistyanto menegaskan, upaya pengungkapan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib masih berjalan. Ia menegaskan, kasus itu tidak pernah ditutup.
"Jadi, di dalam penyidikan itu tidak ada buka dan tutup. Jadi saya bingung teman-teman nanya kapan dibuka. Ini kami tidak pernah menutup karena di dalam penyidikan tidak ada konsep buka dan tutup," kata Arief di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (7/9).
Arief pun menyebut, dalam penyelidikan suatu kasus yang ada hanya memulai dan menyelesaikan. Dalam memulai penyelidikan, Polri sudah menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) sejak tahun 2004 ke Kejaksaan selaku Jaksa Penuntut Umum.
Sejak kasus itu dimulai, Arief pun mengklaim Polri sudah melakukan langkah signifikan dalam proses penyelidikan.
"Dalam proses penyidikan pada tahun 2004, telah memberkas perkara sebanyak empat berkas perkara dengan empat tersangka. Yang semuanya sudah menjalani hukuman dan sudah selesai. Bahkan, kemarin itu saudara polycarpus juga sudah selesai menjalani masa hukumannya. Sehingga itu adalah hasil penyidikan oleh Polri," katanya.
Namun, lanjut Arief, jika nantinya dalam perjalanan kasus ini ditemukan fakta baru (novum) maka Polri akan melanjutkan penyidikan. Saat ini, Arief mengatakan, Polri sedang mencari apakah ada fakta baru terkait kasus Munir. "Jadi kasus ini ada kemungkinan masih berjalan kalau ditemukan bukti baru tadi dan ditemukan fakta hukum baru untuk pengembangan kasusnya. Ini sedang dicari," ujarnya.
Ia pun menyebut kasus pembunuhan Munir adalah salah satu kasus yang rumit. Sebab, pada 2004 lalu, dirinya menjadi salah satu penyidiknya. "Yang mengikuti kasus ini dari awal pasti tahu bagaimana pembuktian itu betul-betul complicated (rumit) karena saya waktu itu adalah salah satu tim penyidik," tuturnya. (wira)