KPK Tangkap Buronan Penyuang Hakim Ad Hoc PN Medan
D'On, Jakarta,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tersangka Hadi Setiawan yang sempat lolos dari sergapan Tim Satgas saat menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Hakim Ad Hoc Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba.
"KPK dengan bantuan Polri telah melakukan penangkapan tersangka HS [Hadi Setiawan]. Yang bersangkutan menyerahkan diri di Surabaya," kata Febri Diansyah, juru bicara KPK di Jakarta, Selasa (4/9).
Orang kepercayaan dari Direktur PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi, itu lolos dari sergapan Tim Sagtas KPK karena saat OTT digelar pada 28 Agustus 2018, dia diduga sedang berada di Bali.
"Setelah HS ditetapkan sebagai tersangka, penyidik KPK melakukan koordinasi dengan Polri untuk menemukan HS. KPK juga melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap yang bersangkutan untuk 6 bulan ke depan," ujarnya.
Setelah sekitar satu pekan menghilang, pada Jumat (31/8/2018), KPK mendapatkan informasi bahwa tersangka Hadi Setiawan akan menyerahkan diri kepada penyidik di lobby Hotel Sun City, Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim), pada hari Selasa 4 September 2018. Sekitar pukul 09.45 WIB, tersangka Hadi Setiawan diantar oleh istri dan beberapa anggota keluarganya berada di lobby hotel.
"Penyidik KPK secara resmi melakukan penangkapan dan sebagai pemenuhan hak tersangka, penyidik memberikan turunan surat perintah penangkapan kepada istri HS [Hadi Setiawan]," kata Febri.
Penyidik kemudian membawa tersangka Hadi Setiawan menuju Bandara Juanda untuk diterbangkan menuju Jakarta. "Sore tadi sekitar pukul 15.30 WIB, tersangka HS [Hadi Setiawan] sudah tiba di kantor KPK untuk dilakukan pemeriksaan dan proses lanjutan lainnya," kata Febri.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Hakim Ad Hoc PN Medan, Merry Purba sebagai tersangka bersama Helpandi selaku panitera pengganti (PP) PN Medan serta Direktur PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi, dan Hadi Setiawan selaku orang kepercayaan Tamin.
Merry diduga menerima suap sejumlah SGD 280.000 melalui Helpandi dari Tamin Sukardi bersama Hadi. Suap ini diberikan agar Tamin divonis ringan dalam kasus korupsi penjualan tanah aset negara senilai Rp132 milyar lebih.
Dalam vonis yang dibacakan pada tanggal 27 Agustus 2018 ini, Merry menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion) bahwa penjualan tanah senilai Rp 132 miliar lebih itu bukan merupakan tindak pidana korupsi. Adapun jaksa penuntut umum meminta majelis hakim memvonis Tamin 10 tahun pidana penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp132 miliar.
KPK menyangka Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan diduga selaku pemberi suap melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan terhadap Merry Purba dan Helpandi diduga selaku penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (mi/mond)