Ada Banyak Dugaan Korupsi Proyek di Sumbar, LSM Ampera Akan Laporkan Dugaan Korupsi BPJN Wil III ke KPK
D'On, Jakarta,- Pasca Laporkan sejumlah dugaan penanganan proyek yang sarat KKN di Kota Payakumbuh ke KPK RI. Agaknya, LSM AMPERA Indonesia, juga akan melaporkan dugaan korupsi yang terjadi di Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah III Sumbar - Bengkulu.
Berangkat dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Koordinator LSM Ampera Indonesia Edwar Hafri Bendang pasca melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanggal 3 September 2018.
Adapun proyek yang dilaporkan tersebut diantaranya :
1. Dugaan Mark Up serta penelantaran asset terminal agrobisnis seluas 4.149 M2 dikeluarkan Koto Panjang Payobasung kecamatan Payakumbuh Timur tahun 2013 senilai Rp. 2,3 miliar hingga detik ini tidak berfungsi.
2. Dugaan Mark Up serta penelantaran asset pembebasan lahan seluas 40.300 M2 di kelurahan Padang Kaduduak kecamatan Payakumbuh Utara APBD 2015 senilai Rp. 15 Miliar, serta dugaan Mark Up pembangunn pasar (kios serta lapak) oleh PT Dekky Cipta Perkasa senilai Rp. 6 Miliar, pengoperasian asar tersebut terkesan dipaksakan dan kondisinya jauh dari layaknya sebuah pasar.
3. Dugaan Mark Up serta penelantaran asset 1 unit Incenerator (alat pembakaran limbah padat) rumah sakit umum daerah Adnan WD kota Payakumbuh yang tidak memiliki sertifikat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta penelantaran asset APBD tahun anggaran 2015 senilai Rp. 1,8 miliar, soalnya hingga detik ini alat tersebut tidak berfungsi.
4. Dugaan KKN serta penelantaran asset daerah pembangunn Rumah Potong Hewan (RPH) bertaraf Internasional APBD Sumbar TA 2012 senilai Rp.27 Miliar, hingga detik ini tidak berfungsi sesui aturan berlaku.
5. Dugaan kesepakatan jahat pengadaan lahan balai benih induk dilahan seluas 6.256 M2 di kelurahan Padang Alai Bodi kecamatan Payakumbuh Timur APBD TA 2015 senilai Rp. 534.400.000,-, hal tersebut Pemko Payakumbuh yang bekerjasama dengan konsultan jasa penilai publik Muttaqin Bambang Purwanto Uswatun dan rekan mematok harga Rp. 85.421/M2. Padahal berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) senilai Rp. 20000 X 6.256 M2 = Rp. 125.120.000,-, setidaknya telah terjadi Mark Up harga satuan senilai Rp. 65.421.000/M2.
Berdasarkan catatan Koordinator LSM Ampera Indonesia Edwar Hafri, telah terjadi dugaan korupsi secara masif di Pemerintahan Kota Payakumbuh di era Walikota Reza Palepi tahun 2012 - 2017 serta periode 2017 - 2022.
Adapun indikasi dugaan tindak pidana korupsi seperti yang tertuang pada Undang -undang Tipikor No. 31 Tahun 1999 pasal 2 dan 3 yang dilakukan secara bersama sama diera kepemimpinan Walikota Reza Falepi tersebut yakni terjadinya Mark Up harga satuan pekerjaan juga bermuara terjadinya penelantaran asset yang bisa di pidana.
Sedangkan dugaan penelantaran Asset seerti tertuang pada peraturan pemerintah (PP) No. 27 tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah yakni pasal 2 ayat 1. Barang milik negara/daerah meliputi huruf a dijelaskan, barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah. Huruf b dijelaskan, barang yang berasal dan diperoleh lainnya yang sah.
Pasalnya 5 ayat 1 bahwa gubernur/bupati/walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, seyogianya harus bertanggungjawab atas penelantaran asset daerah itu bisa di pidanakan.
"Beranjak dari temuan ini, kita langsung melaporkan kepada KPK dengan nomor surat laporan nomor: Ist/LP-AMPERA/VIIII/2018 tanggal 27 Agustus 2018 dan dilaporkan kepada KPK tanggal 3 September 2018 lalu," kata Edwar.
Edwar berharap, pihak KPK segera menindaklanjuti laporannya ini demi terciptanya pemerintahan yang Bersih dan bebas KKN.
"Kita tidak akan main - main dengan dugaan korupsi, setelah kita dapatkan data yang lengkap langsung kita laporkan. Dan dalam waktu dekat ini LSM AMPERA juga akan melaporkan dugaan korupsi yang terjadi di Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah III Sumbar - Bengkulu," tegasnya. (Arya/mond)
Berangkat dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Koordinator LSM Ampera Indonesia Edwar Hafri Bendang pasca melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanggal 3 September 2018.
Adapun proyek yang dilaporkan tersebut diantaranya :
1. Dugaan Mark Up serta penelantaran asset terminal agrobisnis seluas 4.149 M2 dikeluarkan Koto Panjang Payobasung kecamatan Payakumbuh Timur tahun 2013 senilai Rp. 2,3 miliar hingga detik ini tidak berfungsi.
2. Dugaan Mark Up serta penelantaran asset pembebasan lahan seluas 40.300 M2 di kelurahan Padang Kaduduak kecamatan Payakumbuh Utara APBD 2015 senilai Rp. 15 Miliar, serta dugaan Mark Up pembangunn pasar (kios serta lapak) oleh PT Dekky Cipta Perkasa senilai Rp. 6 Miliar, pengoperasian asar tersebut terkesan dipaksakan dan kondisinya jauh dari layaknya sebuah pasar.
3. Dugaan Mark Up serta penelantaran asset 1 unit Incenerator (alat pembakaran limbah padat) rumah sakit umum daerah Adnan WD kota Payakumbuh yang tidak memiliki sertifikat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta penelantaran asset APBD tahun anggaran 2015 senilai Rp. 1,8 miliar, soalnya hingga detik ini alat tersebut tidak berfungsi.
4. Dugaan KKN serta penelantaran asset daerah pembangunn Rumah Potong Hewan (RPH) bertaraf Internasional APBD Sumbar TA 2012 senilai Rp.27 Miliar, hingga detik ini tidak berfungsi sesui aturan berlaku.
5. Dugaan kesepakatan jahat pengadaan lahan balai benih induk dilahan seluas 6.256 M2 di kelurahan Padang Alai Bodi kecamatan Payakumbuh Timur APBD TA 2015 senilai Rp. 534.400.000,-, hal tersebut Pemko Payakumbuh yang bekerjasama dengan konsultan jasa penilai publik Muttaqin Bambang Purwanto Uswatun dan rekan mematok harga Rp. 85.421/M2. Padahal berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) senilai Rp. 20000 X 6.256 M2 = Rp. 125.120.000,-, setidaknya telah terjadi Mark Up harga satuan senilai Rp. 65.421.000/M2.
Berdasarkan catatan Koordinator LSM Ampera Indonesia Edwar Hafri, telah terjadi dugaan korupsi secara masif di Pemerintahan Kota Payakumbuh di era Walikota Reza Palepi tahun 2012 - 2017 serta periode 2017 - 2022.
Adapun indikasi dugaan tindak pidana korupsi seperti yang tertuang pada Undang -undang Tipikor No. 31 Tahun 1999 pasal 2 dan 3 yang dilakukan secara bersama sama diera kepemimpinan Walikota Reza Falepi tersebut yakni terjadinya Mark Up harga satuan pekerjaan juga bermuara terjadinya penelantaran asset yang bisa di pidana.
Sedangkan dugaan penelantaran Asset seerti tertuang pada peraturan pemerintah (PP) No. 27 tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah yakni pasal 2 ayat 1. Barang milik negara/daerah meliputi huruf a dijelaskan, barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah. Huruf b dijelaskan, barang yang berasal dan diperoleh lainnya yang sah.
Pasalnya 5 ayat 1 bahwa gubernur/bupati/walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, seyogianya harus bertanggungjawab atas penelantaran asset daerah itu bisa di pidanakan.
"Beranjak dari temuan ini, kita langsung melaporkan kepada KPK dengan nomor surat laporan nomor: Ist/LP-AMPERA/VIIII/2018 tanggal 27 Agustus 2018 dan dilaporkan kepada KPK tanggal 3 September 2018 lalu," kata Edwar.
Edwar berharap, pihak KPK segera menindaklanjuti laporannya ini demi terciptanya pemerintahan yang Bersih dan bebas KKN.
"Kita tidak akan main - main dengan dugaan korupsi, setelah kita dapatkan data yang lengkap langsung kita laporkan. Dan dalam waktu dekat ini LSM AMPERA juga akan melaporkan dugaan korupsi yang terjadi di Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah III Sumbar - Bengkulu," tegasnya. (Arya/mond)