Breaking News

Ketika Setiyono Tersedak "Apple" dan "Semen Campuran"




D'On, Pasuruan,- Dikenal adem-ayem, Kota Pasuruan mendadak riuh. Adalah Wali Kota Pasuruan Setiyono yang tiba-tiba dicokok tim Satgas KPK, usai tersedak “apel” dan “semen campuran” dari proyek di lingkungan Pemkot.
Hari belum siang betul ketika serombongan Tim Satgas Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT), terhadap Wahyu Tri Hardianto. Kamis (4 Oktober 2018) pagi, tim yang beranggotakan belasan orang itu, menangkap pegawai Kelurahan Purutrejo, Kota Pasuruan ini di rumahnya.
Jam yang masih menunjuk pukul 05.30 WIB, membuat peristiwa itu tak banyak diketahui warga. Adalah Bu Bas, salah satu tetangga Wahyu di komplek perumahan Pesona Candi 4 Blok AB, yang memergoki operasi senyap ala KPK itu. “Saya tidak tahu kalau itu KPK. Saya kira temannya Mas Wahyu,” katanya, mengisahkan proses penangkapan terhadap bapak tiga anak itu.
Dalam keterangannya, KPK menyebut, penangkapan Wahyu bermula dari adanya informasi akan adanya transaksi keuangan, kepada penyelenggara negara. Setelah lama mengintai, Wahyu lantas dibekuk sebelum uang berpindah tangan.
Dari keterangan Wahyu ini lah, secara berurutan, KPK mengamankan M. Baqir dan ayahnya Muhdor pukul 06.00 WIB; Dwi Fitri Nurcahyo sekira pukul 06.30 WIB, di kediamannya di Purutrejo. Setelah itu, giliran Wali Kota Setiyono yang dibekuk di rumah dinasnya, pukul 06.44 WIB.

Tak cukup disitu. Pukul 07.00 WIB, Satgas KPK juga meringkus Hendrik, yang tak lain keponakan Setiyono, di rumahnya di kawasan Margo Utomo. Baru kemudian, pukul 10.30 WIB, mengamankan Siti Amini, kepala Dinas Koperasi dan UKM di kantornya.
Kendati tiga diantara dilepas (Siti Amini, Muhdor dan Hendrik), KPK telah menetapkan empat tersangka. Wahyu, Setiyono dan Dwi Fitri. Ketiganya diduga menerima hadiah atau janji dari rekanan mitra Pemkot terkait proyek belanja modal gedung Pengembangan Pusat Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada dinas Koperasi dan UMKM.
Setiyono, Dwi Fitri dan Wahyu, disangka melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan M. Baqir disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Adalah rencana pembangunan gedung Pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM), yang menjadi biang terbongkarnya skandal korupsi paling heboh di Kota Pasuruan. Proyek PLUT mulai dikerjakan tahun ini, dengan anggaran sebesar Rp 2,19 miliar.
Koordinator Forum Transparansi Anggaran (Fitra) Jawa Timur, M. Dahlan mengatakan, selama ini, pengadaan barang dan menjadi salah satu spot paling rawan terjadi korupsi. Bentuknya, suap menyuap, permainan harga, dan lain sebagainya.
“Modusnya macam-macam. Memenangkan rekanan tertentu dengan imbalan sesuatu dari rekanan adalah yang paling jamak terjadi. Dan, ini pula yang terjadi pada Wali Kota Pasuruan, Setiyono,” kata Dahlan. Karena itu, menurut Dahlan, harus ada perbaikan sistem dalam proses pengadaan itu, guna mempersempit terjadinya ruang korupsi.
PLUT-UMKM sendiri merupakan program terbaru Pemkot, dalam upaya meningkatkan potensi ekonomi. Selain sentra UKM, gedung tersebut akan dilengkapi sejumlah fasilitas lain. Seperti Balai Latihan Kerja (BLK), showroom produk kerajinan unggulan, serta kantor Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda).
Proses pembangunan itu sudah dimulai tahun lalu dengan melakukan pengurukan. Nah, tahun ini, Pemkot berencana melanjutkan, melalui anggaran daerah (APBD). Sebagai pemenang lelangnya, adalah CV. Mahadir, asal Dusun Gentengan, Desa Sedarum, Kecamatan Nguling, dengan harga negosiasi sebesar Rp 2.195.813.000.
Kemenangan CV Mahadir dalam proyek itu layak dicermati. Pasalnya, proyek tersebut sempat dinyatakan gagal lelang pada 4 Agustus 2018. Alasannya, dari 21 peserta lelang, tak satu pun yang dinilai memenuhi syarat. CV Sinar Perdana, satu-satunya peserta yang sempat mengajukan penawaran, juga dinyatakan gugur karena tidak memenuhi syarat teknis.
Belakangan, pada tanggal 4 September, Bagian Layanan Pengadaan (BLP) mengumumkan pemenang proyek tersebut. Yakni, CV Mahadir.
Dengan begitu, ada jeda 13 hari kerja, sejak proyek tersebut dinyatakan gagal lelang, sampai kemudian BLP mengumumkan pemenangnya.
Terkait keputusan gagal lelang oleh BLP sebelumnya, WartaBromo berusaha mengonfirmasi pemilik CV. Sinar Perdana, H. Wongso di rumahnya, komplek Pondok Sejati Indah, Kota Pasuruan. Penjelasan yang bersangkutan dirasa perlu, lantaran ia menjadi satu-satunya pihak yang sempat mengajukan penawaran, sebelum akhirnya dinyatakan gagal. Tetapi, pihaknya memilih tidak berkomentar. “No comment,” katanya, singkat.
Merujuk keterangan KPK, penetapan tersangka Setiyono, lantaran yang bersangkutan diduga kuat turut dalam pengaturan proyek di wilayahnya. Sebagai imbalannya, pihak pemenang bersepakat memberikan fee sebesar 5-7 persen kepada Setiyono dan kelompoknya. Khusus untuk proyek PLUT-UMKM ini, CV Mahadir sepakat memberikan fee 10 persen.
Menggunakan kata sandi “apel” dan “ready mix” alias semen campuran, CV Mahadir memberikan uang secara bertahap. Diantaranya, tanggal 24 Agustus atau 4 hari setelah CV Sinar Perdana di-drop, sebesar Rp 20 juta melalui transfer kepada Wahyu Tri Hardianto. Menurut KPK, uang tersebut sebagai tanda jadi. Padahal, saat itu masih proses retender.
Seperti rencana, tanggal 4 September, BLP akhirnya menetapkan CV. Mahadir sebagai pemenang lelang. Dan, sebagai imbal jasa atas penetapan pemenang itu, melalui M. Baqir, CV Mahadir kembali menyetorkan uang kepada Wali Kota. Kali ini secara tunai sebesar Rp 115 juta atau 5 persen dari kesepakatan. “Sisanya (5 persen) akan diberikan setelah termin pertama cair,” terang Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Febri menyebutkan, praktik jual-beli proyek, telah berlangsung lama. Melalui sejumlah orang dekatnya yang disebut sebagai trio kwek kwek, Setiyono disangka melakukan pengaturan proyek, di lingkungan Kota Pasuruan, dengan komitmen fee sebesar 5-7 persen dari nilai proyek.
Siapa trio kwek kwek yang dimaksud, pihak KPK belum bersedia membukanya. Namun, saat penggeledahan Sabtu, 6 Oktober lalu, sempat terdengar beberapa nama yang ditanyakan Satgas KPK. Diantaranya adalah ET, HN, dan AF. Tapi, ada juga mengkaitkan dengan akronim-akronim lain yang saat ini berkembang di masyarakat. Mereka adalah AW, FD, PW. Informasi yang didapat, ketiganya bernaung di tiga asosiasi jasa kontruksi berbeda.
Merasa Jadi Korban Birokrasi Nakal
Jual beli proyek dengan merekayasa pemenang, tak dibantah oleh pihak CV Mahadir. Meski begitu, CV yang berlokasi di Dusun Gentengan, Desa Sedarum, Kecamatan Nguling ini, juga merasa sebagai korban. “Korban dari birokrasi yang tidak sehat, nakal,” jelas Luthfi, kakak ipar M. Baqir.
Meski ada pemberian uang untuk mendapatkan pekerjaan di lingkungan Pemkot, Luthfi menepis CV Mahadir banyak mendapat proyek dari Wali Kota. Bahkan, proyek PLUT-UMKM yang menyeret adiknya, diakuinya sebagai proyek pertama yang didapat dari Pemkot.
“Bohong itu, kalau kami dapat banyak proyek dari Kota. Baru kali ini kami dapat proyek di kota,” akunya.
Luthfi yang sehari-hari sebagai dosen ini, mengatakan, selama ini, CV milik mertuanya itu tidak pernah bermain di kota, tapi di Kabupaten Pasuruan. Karena itu, sebagai pemain baru di Kota, pihaknya mengaku sebagai korban.
“Kalau birokrasinya seperti itu, bisa apa kita. Karena kalau tidak kasih fee, nggak dapat pekerjaan, nggak bisa makan,” lanjut Luthfi.
Atas dasar itu pula, untuk membela adiknya yang tertangkap KPK, pihak keluarga telah menyiapkan pengacara guna mendampingi proses hukumnya nanti.
Sepak terjang CV Mahadir di dunia kontruksi cukup lama. Bukan hanya proyek swasta, tapi juga proyek pemerintah. Di kalangan warga sekitar, nama Muhdor, sosok yang disebut sebagai pemilik CV Mahadir dikenal sebagai juragan proyek. “Ramai terus proyeknya, tiap tahun selalu dapat,” kata Toha, tukang tambal yang ada di depan kantor CV Mahadir.
Proyek pengerjaan drainase di Desa Lajuk, Kecamatan Gondangwetan, Kabupaten Pasuruan pada Oktober 2017 adalah salah satunya. Tahun ini, CV Mahadir juga kembali kebagian proyek pemeliharaan berkala jalan Nyato, Desa Orobulu, Kabupaten Pasuruan. CV Mahadir dinyatakan sebagai pemenang dengan harga disepakati Rp 456.693.600. Proyek ini belum termasuk proyek PLUT-UMKM di lingkungan Pemkot Pasuruan yang kini tengah disidik KPK.
Diketahui, KPK menangkap Wali Kota Pasuruan, Setiyono dalam sebuah operasi tangkap tangah di rumahnya, Kamis, 4 Oktober lalu. Orang nomor satu di lingkungan Pemkot ini, diduga menerima uang, pemberian dari rekanan melalui perantara Wahyu Tri Hardianto. Dalam operasi itu, Plh Kepala Dinas PUPR Dwi Fitri Nurcahyo, serta M. Baqir, selaku pemberi dari CV Mahadir juga ikut diamankan.
Diitangkapnya Setiyono bisa dibilang cukup mengejutkan. Sebabnya, Wali Kota Pasuruan ke-16 itu, boleh dibilang cukup banyak makan asam garam di birokrasi. Dilantik pada 17 Februari 2016, usai memenangi pilkada 2015, suami Rini Widjajati ini sempat menduduki sejumlah posisi di birokrasi.
Mulai dari kepala unit di Pasar Besar, Kepala Dinas Dukcapil, Sekretaris Daerah Pemkot Pasuruan, hingga wakil wali kota, mendampingi Hasani kala itu. Nah, rupanya, pengalaman itu pula yang membuat Partai Golkar mendapuknya sebagai calon wali kota, berpasangan dengan Raharto Teno Prasetyo, sebagai wakilnya.
Berangkat melalui koalisi Golkar-PDIP,  pria kelahiran Nganjuk pada 18 April 1955 itu, sukses menumbangkan dominasi petahana, Hasani. Tapi sayang. Baru dua tahun menjabat, Setiyono yang juga ketua DPD Golkar Kota Pasuruan itu tertangkap tangan oleh KPK. (cak)