Ketua DPR-RI Bamsoet Minta PP Nomor 43 Tahun 2018 Dikaji Ulang
D'On, Jakarta,- Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong Komisi III untuk meminta Kementerian Hukum dan HAM mengkaji kembali Peraturan Pemerintah (PP) No 43 Tahun 2018. Sehingga pemerintah tak sekadar memberikan janji kosong pada pelapor korupsi.
Bamsoet mengatakan, pelaksanaan pemberian penghargaan dalam bentuk premi kepada masyarakat tidak serta merta diberikan. Melainkan, setelah pelaku mendapatkan keputusan hakim yang tetap. Karena itu, pihaknya mendorong Komisi III meminta kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya mensosialisasikan PP yang mengatur pelapor kasus korupsi dan suap bisa mendapat hadiah hingga Rp 200 juta itu secara masif. Termasuk syarat-syarat yang harus dipenuhi.
"Agar seluruh masyarakat Indonesia dapat mengetahui syarat-syarat yang diwajibkan ketika melakukan pelaporan, agar dapat memaksimalkan pemberantasan korupsi di Indonesia," jelasnya di Jakarta, Kamis (11/10/2018).
Tidak hanya itu, Bamsoet juga mengimbau masyarakat untuk turut berperan dalam pemberantasan korupsi dengan berani melaporkan kepada aparat penegak hukum. Sehingga semakin banyak tindak pidana korupsi yang diungkap.
"Mengingat peran serta masyarakat dalam melaporkan adanya tindak pidana korupsi akan dijamin keamanannya sebagaimana diatur dalam Pasal 12 PP tersebut," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan PP No 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada 18 September 2018. Dalam PP tersebut diatur pemberian penghargaan dalam dua bentuk bagi pelapor korupsi yakni piagam dan premi.
Penghargaan diberikan kepada pelapor yang laporannya telah dinilai tingkat kebenarannya oleh penegak hukum. Penilaian tingkat kebenaran laporan dilakukan setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Jumlah penghargaan atau hadiah dalam bentuk premi diatur dalam pasal 17 PP tersebut. Untuk penghargaan bagi kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara, pelapor bisa mendapat premi sebesar dua permil dari total jumlah kerugian yang bisa dikembalikan kepada negara. Maksimal premi yang diberikan Rp200 juta.
Sementara itu, dalam kasus suap, premi juga bisa diberikan kepada pelapor kasus suap. Besarannya dua permil dari jumlah suap atau hasil rampasan dengan nilai maksimal Rp10 juta.
Aturan tersebut menggantikan PP Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (mi/mond)