KPK: Ada Dua Hal Yang Mesti Dibenahi Untuk Urai Korupsi Politik di Daerah
D'On, Jakarta,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai banyak hal yang harus dilakukan untuk mengurai benang kusut korupsi politik di daerah, di antaranya penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan pembiayaan partai politik.
"Jika dua hal di atas tidak diselesaikan, akan semakin sulit mengurai benang kusut korupsi politik di daerah," kata Febri Diasyah, juru bicara KPK di Jakarta, Minggu (7/10).
Karena itu, lanjut Febri, penguatan APIP secara struktural adalah hal mendesak. Bukan hanya agar aparatur pengawas ini memahami bagaimana celah dan bentuk penyimpangan yang terjadi, tetapi juga revitalisasi posisi APIP yang selama ini nyaris tersandera dan tidak independen di bawah kepala daerah.
"Sulit membayangkan inspektorat yang diangkat dan diberhentikan kepala daerah, kemudian dapat melakukan pengawasan terhadap atasannya tersebut hingga penjatuhan sanksi," katanya.
Karena itulah perbaikan regulasi seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pengawasan Intern Pemerintah menjadi kebutuhan untuk mencegah korupsi kepala daerah yang terus terjadi.
Menurutnya, APIP yang lebih independen dapat memetakan siapa saja pemegang proyek yang berulang kali menjadi pemenang tender di daerah, melakukan review sejak awal proses penganggaran, pengadaan hingga memfasilitasi keluhan dari masyarakat tentang adanya penyimpangan di sektor tertentu. Butuh perhatian lebih dari Presiden dan DPR untuk menyusun aturan setingkat UU ini.
Kemudian soal pembiayaan politi lanjut Febri, pasalnya jika melihat proses awal untuk menjadi kepala daerah memerlukan biaya atau ongkos politik yang sangat tinggi. Ini menjadi salah satu faktor pendorong korupsi kepala daerah.
"Dalam OTT para kepala daerah ini, terdapat beberapa pelaku yang mengumpulkan uang untuk tujuan pencalonan kembali, dan pengumpulan mantan tim sukses untuk 'mengelola' proyek di daerah tersebut," katanya.
Akuntabilitas sumbangan dana kampanye menjadi salah satu faktor krusial yang perlu diperhatikan. Karena hubungan pelaku ekonomi dan politik yang tertutup rentan memicu persekongkolan dan penyalahgunaan wewenang saat kepala daerah menjabat. Utang dana kampanye tersebut berisiko dibayar melalui alokasi proyek-proyek di daerah. (wan/mond)