Nani Wartabome Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia di Gorontalo
D'On, Padang,- Nani Wartabone lahir di Gorontalo pada 30 Januari 1907, dan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang cukup berada. Ayahnya adalah Zakaria Wartabone yang bekerja untuk pemerintah Belanda, sementara ibunya adalah seorang keturunan bangsawan di daerahnya. Meskipun ayahnya bekerja untuk pemerintah Belanda, sejak kecil Nani memiliki sentimen yang buruk kepada pemerintah kolonial. Ia pernah membebaskan tahanan orangtuanya, sebab ia tak sampai hati melihat rakyat kecil dihukum. Bahkan, ia tak betah bersekolah karena pengajar pengajarnya yang berkebangsaan Belanda tersebut sering merendahkan bangsa Indonesia. Diam diam, Nani menanam sikap antipati terhadap penjajah.
Perjuangannya dalam merebut kemerdekaan Indonesia dimulai ketika ia terlibat dalam pendirian organisasi kepemudaan Jong Gorontalo pada tahun 1923 di Surabaya. Nani terlibat dalam kepengurusan dan menuduki posisi sekretaris di Jong Gorontalo. Di Gorontalo, ia bersama rakyat berjuang melawan tentara Belanda, bergerak sekuat tenaga untuk mengusir kaum penjajah. Puncaknya adalah ketika mereka berhasil menangkap Kepala Jawatan Tentara Belanda di Gorontalo pada saat itu. Lewat kejadian itu, bumi Gorontalo kemudian terbebas dari pendudukan Belanda.
Selesai dari penangkapan Kepala Jawatan Tentara Belanda tersebut, Jumat pagi, 23 Januari 1942, pasukan yang dipimpin langsung olehnya berangkat dari Suwawa menuju Gorontalo. Sepanjang perjalanan, banyak rakyat ikut bergabung. Pukul 09.00 pagi semua pejabat Belanda di Gorontalo berhasil ditangkap. Setelah itu, Ia memimpin rakyat menurunkan bendera Belanda dan mengibarkan bendera Merah Putih yang diiringi lagu Indonesia Raya. Kemudian Ia berpidato:
"Pada hari ini, 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada disini sudah merdeka, bebas, lepas dari penjajahan bangsa manapun juga. Bendera kita adalah Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya, pemerintahan Belanda telah diambil alih oleh pemerintahan nasional"
Nani Wartabone memimpin upacara pengibaran Bendera Merah Putih yang diiringi oleh nyanyian Indonesia Raya. Pernyataan kemerdekaan berlangsung di bumi Gorontalo. Ternyata perjuangan belum selesai, sebab setelah itu datanglah pasukan tentara Jepang yang kemudian melarang berkibarnya bendera Indonesia di Gorontalo pada 6 Juni 1942. Nani tidak tinggal diam. Ia memimpin pergerakan melawan penjajahan Jepang. Sayang, pada 30 Desember 1943 ia ditangkap dan diasingkan ke Manado.
Nani baru dilepaskan oleh tentara Jepang pada 6 Juni 1945, setelah Jepang mencium tanda tanda kekalahan mereka dari Sekutu. Setelah pembebasannya, pihak Jepang masih mengagumi dan mengakuinya sebagai pemimpin masyarakat Gorontalo. Hal itu ditunjukkan dengan penyerahan pemerintahan Gorontalo dari pemerintah Jepang kepada Nani Wartabone pada 16 Agustus 1945, satu hari sebelum proklamasi kemerdekaan secara nasional. Sejak saat itu, merah putih berkibar kembali di tanah Gorontalo.
Nani Wartabone yang pernah menjadi anggota MPRS Rl, anggota Dewan Perancang Nasional dan anggota DPA itu, akhirnya menutup mata bersamaan dengan berkumandangnya azan salat Jumat pada tanggal 3 Januari 1986, sebagai seorang petani di desa terpencil, Suwawa, Gorontalo. Wartabone ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 085/TK/Tahun 2003 tertanggal 6 November 2003. Untuk mengenang perjuangannya di Kota Gorontalo dibangun Tugu Nani Wartabone untuk mengingatkan masyarakat Gorontalo akan jasa jasa beliau.
(Tulisan dikutip dari berbagi sumber)
Perjuangannya dalam merebut kemerdekaan Indonesia dimulai ketika ia terlibat dalam pendirian organisasi kepemudaan Jong Gorontalo pada tahun 1923 di Surabaya. Nani terlibat dalam kepengurusan dan menuduki posisi sekretaris di Jong Gorontalo. Di Gorontalo, ia bersama rakyat berjuang melawan tentara Belanda, bergerak sekuat tenaga untuk mengusir kaum penjajah. Puncaknya adalah ketika mereka berhasil menangkap Kepala Jawatan Tentara Belanda di Gorontalo pada saat itu. Lewat kejadian itu, bumi Gorontalo kemudian terbebas dari pendudukan Belanda.
Selesai dari penangkapan Kepala Jawatan Tentara Belanda tersebut, Jumat pagi, 23 Januari 1942, pasukan yang dipimpin langsung olehnya berangkat dari Suwawa menuju Gorontalo. Sepanjang perjalanan, banyak rakyat ikut bergabung. Pukul 09.00 pagi semua pejabat Belanda di Gorontalo berhasil ditangkap. Setelah itu, Ia memimpin rakyat menurunkan bendera Belanda dan mengibarkan bendera Merah Putih yang diiringi lagu Indonesia Raya. Kemudian Ia berpidato:
"Pada hari ini, 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada disini sudah merdeka, bebas, lepas dari penjajahan bangsa manapun juga. Bendera kita adalah Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya, pemerintahan Belanda telah diambil alih oleh pemerintahan nasional"
Nani Wartabone memimpin upacara pengibaran Bendera Merah Putih yang diiringi oleh nyanyian Indonesia Raya. Pernyataan kemerdekaan berlangsung di bumi Gorontalo. Ternyata perjuangan belum selesai, sebab setelah itu datanglah pasukan tentara Jepang yang kemudian melarang berkibarnya bendera Indonesia di Gorontalo pada 6 Juni 1942. Nani tidak tinggal diam. Ia memimpin pergerakan melawan penjajahan Jepang. Sayang, pada 30 Desember 1943 ia ditangkap dan diasingkan ke Manado.
Nani baru dilepaskan oleh tentara Jepang pada 6 Juni 1945, setelah Jepang mencium tanda tanda kekalahan mereka dari Sekutu. Setelah pembebasannya, pihak Jepang masih mengagumi dan mengakuinya sebagai pemimpin masyarakat Gorontalo. Hal itu ditunjukkan dengan penyerahan pemerintahan Gorontalo dari pemerintah Jepang kepada Nani Wartabone pada 16 Agustus 1945, satu hari sebelum proklamasi kemerdekaan secara nasional. Sejak saat itu, merah putih berkibar kembali di tanah Gorontalo.
Nani Wartabone yang pernah menjadi anggota MPRS Rl, anggota Dewan Perancang Nasional dan anggota DPA itu, akhirnya menutup mata bersamaan dengan berkumandangnya azan salat Jumat pada tanggal 3 Januari 1986, sebagai seorang petani di desa terpencil, Suwawa, Gorontalo. Wartabone ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 085/TK/Tahun 2003 tertanggal 6 November 2003. Untuk mengenang perjuangannya di Kota Gorontalo dibangun Tugu Nani Wartabone untuk mengingatkan masyarakat Gorontalo akan jasa jasa beliau.
(Tulisan dikutip dari berbagi sumber)