Komnas Perempuan Nilai Vonis Baiq Nuril Cederai Hukum
D'On, JAKARTA,- Pembatalan putusan bebas Baiq Nurik Maknun (36) sangat disesalkan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan. Putusan bebas Baiq Nuril Maknun (36) oleh Mahkamah Agung ( MA). Putusan kasasi MA nomor 574K/PID.SUS/2018, tanggal 26 September 2018 menyatakan, mengabulkan permohonan kasasi dari Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Mataram dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Mataram sebelumnya yang memvonis bebas Nuril.
"Kejadian ini sangatlah kami sesalkan terkait putusan MA yang membatalkan putusan bebas Nuril. Kami menilai, putusan MA itu tidak sejalan dengan semangat MA untuk mengintegrasikan perspektif gender di dalam proses penanganan perempuan berhadapan dengan hukum," ujar Ketua Komnas Perempuan, Azriana Manalu kepada awak media dalam konfrensi persnya, Sabtu (17/11).
1. KUHP tidak mengenal secara utuh bentuk kekerasan seksual
Dituturkan Azriana, MA telah mencederai semangat Peraturan MA No.3 tahun 2017 tentang Pedoman Hakim Mengadili Kasus Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Dalam pasal 4 disebutkan, hakim perlu mempertimbangkan situasi yang dialami yang berdampak pada akses keadilan perempuan.
"Kami menilai bahwa kasus Nuril, perlindungan hukum untuk korban pelecehan seksual sangat minim sekali karena KUHP tidak mengenal secara utuh kekerasan seksual," ungkapnya.
2. KUHP hanya mengenal pasal pencabulan
Dijelaskan Azriana, KUHP hanya kenal pasal pencabulan. Dengan demikian, bentuk kekerasan seksual yang dilakukan secara verbal atau lewat internet tidak dikenali KUHP.
"Sehingga kalau korban melapor, punya bukti, hukum gak mengenali. Bisa jadi laporan pengaduannya gak diproses, karena mau pakai pasal yang mana?" Azriana mempertanyakan.
3. Baiq Nuril divonis 6 bulan penjara
Dalam vonis MA, Baiq Nuril hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan bui. Mantan Guru Honorer SMAN 7 Mataram, NTB dinilai melanggar pasal 27 ayat 1 UU ITE karena menyebarkan informasi elektronik bermuatan materi asusila.
Di sisi lain Nuril dinilai sejumlah pihak merupakan korban pelecehan seksual secara verbal oleh eks kepala sekolah SMAN 7 Kota Mataram, Muslim, saat keduanya bertemu ataupun melalui saluran telepon. Nuril merekam itu sebagai bukti adanya perilaku kekerasan oleh atasannya.
Rekaman Nuril tersebar saat rekan sekantornya, HIM dan NA meminjam telepon genggamnya. Nuril tidak menyadari ternyata isi rekaman dalam teleponnya di kemudian hari tersebar dan berujung pada pelaporan Muslim ke kepolisian. (adi)