KPK OTT Bupati Cianjur Atas Dugaan Penyelewengan DAK
D'On, JAKARTA,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil melaksanakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Cianjur yang juga politikus partai Nasdem Irvan Rivano Muchtar pada Rabu (12/12/2018) kemarin di beberapa lokasi di Kabupaten Cianjur.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan kronologi OTT yang dilakukan tim penindakan tersebut berawal dari adanya informasi masyarakat dan melakukan penyelidikan sejak 30 Agustus 2018. OTT dilakukan, kata Basaria, setelah KPK menemukan sejumlah petunjuk dan bukti awal.
Diketahui dalam kasus dugaan korupsi pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kabupaten Cianjur tahun 2018, telah menjerat Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar, bersama Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, Cecep Sobandi (CS); Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, Rosidin; dan kakak ipar bupati Irvan, Tubagus Cepy Sethiady (TCS).
Dituturkan Basaria, pada pukul 05.00 WIB, Rabu (12/12/2018), pihaknya mengidentifikasi terjadinya perpindahan uang dari mobil Kepala Bidang SMP Disdik Kabupaten Cianjur, Rosidin yang dibawa oleh sopir ke mobil Kadisdik Cecep Sobandi yang telah dikemas dalam kardus berwarna coklat. Lalu, tim penindakan KPK mengetahui kardus yang dibawa di mobil Rosidin itu berisi uang yang sebelumnya telah dikumpulkan dari sejumlah kepala sekolah SMP di Cianjur.
“Kemudian tim KPK mengamankan dua orang yakni Cecep Sobandi dan sopir di halaman Masjid Agung Cianjur,” kata Basaria gelaran konfrensi pers, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/12/2018) malam.
Setelah itu, lanjut Basaria, pukul 05.17 WIB tim operasi senyap lembaga antirasuah langsung mengamankan Rosidin di rumahnya. Pada pukul 05.37 WIB, tim pun bergerak ke rumah pribadi Taufik yang merupakan Bendahara Majelis Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Cianjur dan Rudiansyah sebagai Kepala MKKS Cianjur. Keduanya langsung diamankan di rumah masing-masing.
“Sekitar pukul 06.30 WIB tim memasuki pendopo Bupati dan mengamankan IRM (Bupati Cianjur) di rumah dinasnya,” ucap Basaria.
Tidak lama kemudian, tim KPK secara paralel mengamankan Budiman, seorang kepala seksi di sebuah hotel di Cipanas pada pukul 12.05 WIB. “Enam orang pertama dibawa langsung dan tiba di kantor KPK pada pukul 10.30 WIB untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.
Sedangkan Budiman dibawa terpisah dan telah sampai di kantor KPK pada sore hari tadi,” papar Basaria.
Tim KPK juga berhasil mengamankan uang sekitar Rp 1,5 miliar yang diduga dikumpulkan dari kepala sekolah dari lokasi OTT.
Fakta-fakta
Atas perbuatanya, Irvan, Cecep, Rosidin, dan Tubagus Cepy telah ditetapkan sebagai tersangka, dan melanggar Pasal 12 huruf f atau huruf e atau Pasal 12 huruf B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Merujuk pasal-pasal yang disangkakan, Irvan dan anak buahnya bisa terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
“Untuk penuntutan kita sepakat akan tuntut maksimal supaya memberi efek jera agar tidak terjadi di daerah-daerah lainnya,” kata Basaria.
Menurut Basaria, DAK Pendidikan 2018 itu harusnya digunakan untuk membangun fasilitas di 140 Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk meningkatkan kualitas pendidikan di masyarakat. Dimana KPK menemukan, setidaknya 14.5% anggaran DAK dari total Rp46,8 miliar yang harusnya digunakan oleh sekitar 140 SMP di Cianjur untuk membangun fasilitas sekolah seperti ruang kelas, laboratorium atau fasilitas yang lain, justru dipangkas.
Cepy, kepercayaan Irvantak terjaring dalam OTT KPK. Dalam hal ini, Cepy diduga berperan sebagai perantara pemberian uang dari para kepala sekolah kepada Irvan. Untuk itu, KPK meminta Cepy yang merupakan orang kepercayaan sang bupati Cianjur untuk segera menyerahkan diri.
“Terhadap TCS kami imbau untuk datang ke KPK dan menyerahkan diri segera mungkin begitu mendapat informasi ini. Sikap kooperatif dalam proses hukum akan kami hargai,” kata Basaria.
Kode ‘Cempaka’
Saat ini, sambung Basaria, KPK juga telah mengidentifikasi adanya penggunaan kode untuk menyamarkan nama Irvan dengan sebutan ‘Cempaka’ untuk melakukan tindak pidana korupsi. Istilah ‘cempaka’, kata dia, merupakan kode yang diduga digunakan sejumlah pihak untuk mengganti nama Bupati Cianjur.
Kode tersebut, lanjutnya, diduga untuk menyamarkan komunikasi dalam proses transaksi uang korupsi antara kepala Dinas, Kepala Sekolah dengan pihak kepercayaan bupati. “Sandi yang digunakan adalah ‘Cempaka’ yang diduga merupakan kode yang menunjuk Bupati IRM,” kata Basaria. (nn)