OPM: Kami Bukan KKB Atau KKSB, Namun Pejuang
D'On, Papua,- Peristiwa penyerangan yang mengakibatkan tewasnya 31 orang di Kabupaten Nduga, Papua membuat Organisasi Papua Merdeka (OPM) akhirnya angkat bicara.
Melalui surat resminya Organisasi dengan bendera Bintang Kejora itu menolak disebut sebagai kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB).
Mereka sebaliknya menyebut diri meraka Indonesia sebagai negara kolonial.
Hal ini disampikan Jurubicara OPM Sebby Sanbom dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/12/2018).
“Kami menyampaikan kepada negara kolonial Indonesia bahwa kami berjuang, bukan KKB, KKSB dan lain-lain,” kata Sebby.
Sebaliknya, apa yang mereka lakukan selama ini diklaim hanya sebagai perjuangan untuk memerdekakan Papua.
“Kami adalah pejuang sejati untuk kebebasan republik West Papua,” tegasnya.
Terkait tewasnya 31 pekerja proyek pembangunan Tran-Papua, Sebby mengakui pihaknya bertanggungjawab atas peristiwa tersebut.
Untuk itu, satu-satunya jalan keluar dan solusi yang bisa meredakan segala masalah di Papua adalah kemerdekaan dan berdaulat sendiri sebagai bangsa.
Bukan dengan pembangunan jalan Trans-Papua maupun pembangunan infrastruktur lainnya.
“Kami tidak butuh pembangunan oleh pemerintah kolonial RI; kami hanya ingin kemerdekaan penuh,” imbuhnya.
Tak hanya itu, OPM juga menuntut agar semua pembangunan infrastruktur segera dihentikan.
“Dan, segera lakukan perundingan antara wakil TPNPB-OPM dan pemerintah RI untuk menentukan masa depan bangsa Papua,” tuntutnya.
Disampaikan Moeldoko, peristiwa tersebut tidak bisa dianggap kriminal murni. Melainkan aksi terorisme.
“Ini bukan hanya aksi kriminal biasa. Ini aksi terorisme oleh Organisasi Papua Merdeka,” tegasnya.
Untuk itu, mantan Panglima TNI itu juga menyebut bahwa pemerintah bergerak cepat untuk memulihkan keamanan di papua.
“Pembangunan di Papua tetap dilanjutkan. Karena ini adalah upaya membuka infrastruktur daerah tertinggal yang menjadi visi Presiden Jokowi,” jelas Moeldoko.
Ia juga menyampaikan bahwa TNI dan Polri akan melindungi segenap warga sipil, baik warga asli Papua maupun pendatang dari gangguan kelompok ini.
Untuk TNI dan Polri, Pihaknya berharap agar tak perlu terprovokasi dengan kejadian ini.
Ada baiknya tetap berlaku profesional dan proporsional dan tak terpancing melakukan aksi balas dendam.
“Tunjukkan bahwa prajurit dan bhayangkara akan menjaga dan mengawal pembangunan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat Papua,” harapnya.
Moeldoko menyatakan, pemerintah sudah mengambil langkah dan tindakan atas peristiwa tersebut.
Akan tetapi, pihaknya juga meminta kepada pihak yang selama ini melihat dari sudut berbeda agar tidak menerapkan standar ganda.
Jika saat terjadi kekerasan dari pihak TNI, lalu kelompok HAM bersuara lantang.
Maka pada peristiwa di Nduga, standar serupa harus diterapkan pada pelaku kejahatan kemanusiaan ini.
“Jangan melihat peristiwa yang terjadi di Papua dengan sebelah mata,” sindirnya. (Fini)
Melalui surat resminya Organisasi dengan bendera Bintang Kejora itu menolak disebut sebagai kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB).
Mereka sebaliknya menyebut diri meraka Indonesia sebagai negara kolonial.
Hal ini disampikan Jurubicara OPM Sebby Sanbom dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/12/2018).
“Kami menyampaikan kepada negara kolonial Indonesia bahwa kami berjuang, bukan KKB, KKSB dan lain-lain,” kata Sebby.
Sebaliknya, apa yang mereka lakukan selama ini diklaim hanya sebagai perjuangan untuk memerdekakan Papua.
“Kami adalah pejuang sejati untuk kebebasan republik West Papua,” tegasnya.
Terkait tewasnya 31 pekerja proyek pembangunan Tran-Papua, Sebby mengakui pihaknya bertanggungjawab atas peristiwa tersebut.
Untuk itu, satu-satunya jalan keluar dan solusi yang bisa meredakan segala masalah di Papua adalah kemerdekaan dan berdaulat sendiri sebagai bangsa.
Bukan dengan pembangunan jalan Trans-Papua maupun pembangunan infrastruktur lainnya.
“Kami tidak butuh pembangunan oleh pemerintah kolonial RI; kami hanya ingin kemerdekaan penuh,” imbuhnya.
Tak hanya itu, OPM juga menuntut agar semua pembangunan infrastruktur segera dihentikan.
“Dan, segera lakukan perundingan antara wakil TPNPB-OPM dan pemerintah RI untuk menentukan masa depan bangsa Papua,” tuntutnya.
Disampaikan Moeldoko, peristiwa tersebut tidak bisa dianggap kriminal murni. Melainkan aksi terorisme.
“Ini bukan hanya aksi kriminal biasa. Ini aksi terorisme oleh Organisasi Papua Merdeka,” tegasnya.
Untuk itu, mantan Panglima TNI itu juga menyebut bahwa pemerintah bergerak cepat untuk memulihkan keamanan di papua.
“Pembangunan di Papua tetap dilanjutkan. Karena ini adalah upaya membuka infrastruktur daerah tertinggal yang menjadi visi Presiden Jokowi,” jelas Moeldoko.
Ia juga menyampaikan bahwa TNI dan Polri akan melindungi segenap warga sipil, baik warga asli Papua maupun pendatang dari gangguan kelompok ini.
Untuk TNI dan Polri, Pihaknya berharap agar tak perlu terprovokasi dengan kejadian ini.
Ada baiknya tetap berlaku profesional dan proporsional dan tak terpancing melakukan aksi balas dendam.
“Tunjukkan bahwa prajurit dan bhayangkara akan menjaga dan mengawal pembangunan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat Papua,” harapnya.
Moeldoko menyatakan, pemerintah sudah mengambil langkah dan tindakan atas peristiwa tersebut.
Akan tetapi, pihaknya juga meminta kepada pihak yang selama ini melihat dari sudut berbeda agar tidak menerapkan standar ganda.
Jika saat terjadi kekerasan dari pihak TNI, lalu kelompok HAM bersuara lantang.
Maka pada peristiwa di Nduga, standar serupa harus diterapkan pada pelaku kejahatan kemanusiaan ini.
“Jangan melihat peristiwa yang terjadi di Papua dengan sebelah mata,” sindirnya. (Fini)