Lewat Surat Kaleng, KPK Dituduh Ikut Andil Dalam Demo Mahasiswa
D'On, Jakarta,- Publik sempat dikejutkan oleh surat kaleng atau surat terbuka yang mengatasnamakan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Surat tersebut menyampaikan soal dinamika internal KPK pascapengesahan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Dalam surat yang didapat, tanpa disertai nama jelas penulis, surat terbuka itu menyoroti aksi demontrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa sebagai bentuk penolakan RUU KPK yang telah disahkan menjadi UU oleh DPR dan Pemerintah.
Penulis yang mengaku sudah bekerja 10 tahun di KPK itu mengatakan bahwa adanya aksi demontrasi, justru membuat dampak dan akibatnya ke depan makin sulit.
Dalam surat itu, dia juga menyinggung soal inisiasi Wadah Pegawai KPK (WP KPK) yang punya wewenang luar biasa dalam segala aktivitasnya di internal KPK.
Dia menulis bahwa dirinya lebih memilih aksi penolakan UU KPK baru hasil revisi dengan cara wajar dan konstitusional.
Namun, menurutnya, pada demontrasi beberapa waktu lalu, WP KPK lebih memilih untuk berjuang dengan cara mencari dukungan ke semua universitas, akademisi, dan tokoh nasional serta bahkan ikut turun ke lapangan.
"Kekecewaan saya makin bertambah ketika melihat dampak dari gerakan mereka yang tidak sedikit mengakibatkan korban berjatuhan," kata si penulis.
Penulis juga menuding adanya kekhawatiran WP KPK bahwa apabila UU KPK diubah maka berdampak pada kesejahteraan pegawai KPK.
Sang pegawai juga membeberkan bahwa penghasilan pegawai KPK khususnya penyelidik dan penyidik berkisar antara Rp25 juta - Rp45 juta.]
Diketahui, UU KPK hasil revisi yang sudah disahkan di rapat paripurna DPR memuat ketentuan perubahan status kepegawaian di KPK menjadi ASN. Sementara, ASN sudah memiliki standar gaji sendiri yang berbeda dari KPK saat ini.
Selain itu, dia juga mengaku bahwa upaya-upaya WP KPK dinilai kehabisan akal lantaran Presiden Joko Widodo tak juga mengelurkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) UU KPK sehingga WP KPK berkolaborasi dengan mayoritas pimpinan untuk melakukan cara lain.
Hal itu diklaim penulis dilakukan dengan cara segera menaikkan calon tersangka, terutama yang berasal dari pemerintahan dan legislatif.
Dia menilai saat ini, pimpinan KPK mulai meminta penyidik yang menangani perkara yang di dalamnya terlibat menteri dan anggota DPR, untuk segera melakukan ekspose ke pimpinan.
Kondisi ini disebut tidak biasa lantaran biasanya, kegiatan ekspose dilakukan dengan cara bottom up atau penyampaian usulan dari penyidik atau penyelidik kepada pimpinan.
Pada akhir tulisan, penulis meminta semua pihak termasuk pegawai KPK untuk merenungkan segala akibat kejadian demontrasi yang terjadi beberapa hari lalu.
Tak hanya itu, dia juga mempertanyakan WP KPK, terutama jajaran pengurusnya, terkait apakah harus mengorbankan para mahasiswa untuk menuntut segala keinginan selama ini.
"Apakah harus kawan-kawan mengorbankan kawan-kawan mahasiswa jika hanya sekedar untuk mempertahankan apa yang saat ini kita nikmati (kesejahteraan dan kewenangan)?" tulisnya.
Surat terbuka tersebut belum dipastikan apakah benar dibuat oleh pegawai KPK atau bukan.
Ketika diklarifikasi, Penasihat WP KPK Nanang Farid Syam memastikan bahwa surat kaleng itu adalah hoaks, berdasarkan surat tanpa nama yang jelas.
"Sumbernya saja tidak jelas, jadi tidak layak informasinya," ujar Nanang ketika dikonfirmasi wartawan, Minggu (29/9/2019).
Sementara Ketua WP KPK enggan berkomentar banyak lantaran surat terbuka itu tidak terdapat kejelasan, seperti tak ada nama penulis surat dan isinya yang tidak mencerminkan kenyataan.
"Pegawai yang mana? Kecuali ada namanya," jawab Yudi saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (29/9/2019).
Yudi mengatakan surat terbuka tersebut bukan kali pertama yang menyasar pihaknya. Sebelumnya juga beredar foto pertemuan WP KPK dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di kantin gedung KPK. Di dalamnya, dikatakan bahwa mereka sedang membicarakan perihal rangkaian aksi menolak pelemahan KPK.
"Lagian itu kan udah (serangan) ke sekian," kata Yudi.
Selain itu, dia menyebut serangan terhadap pihaknya juga dibungkus dengan berbagai cara. Salah satunya adalah menciptakan narasi isu Taliban yang dinilainya gagal.
Yudi, yang juga merupakan penyidik KPK, menegaskan pihaknya sampai saat ini masih solid. Perihal surat terbuka itu, dia mengaku hal itu belum tersebar di internal lembaganya. Pun, aku dia, rekan-rekannya tidak menaruh perhatian sedikit pun terhadap hal-hal seperti itu.
"Masih (solid) lah," Yudi mengakui.(*)
Surat tersebut menyampaikan soal dinamika internal KPK pascapengesahan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Dalam surat yang didapat, tanpa disertai nama jelas penulis, surat terbuka itu menyoroti aksi demontrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa sebagai bentuk penolakan RUU KPK yang telah disahkan menjadi UU oleh DPR dan Pemerintah.
Penulis yang mengaku sudah bekerja 10 tahun di KPK itu mengatakan bahwa adanya aksi demontrasi, justru membuat dampak dan akibatnya ke depan makin sulit.
Dalam surat itu, dia juga menyinggung soal inisiasi Wadah Pegawai KPK (WP KPK) yang punya wewenang luar biasa dalam segala aktivitasnya di internal KPK.
Dia menulis bahwa dirinya lebih memilih aksi penolakan UU KPK baru hasil revisi dengan cara wajar dan konstitusional.
Namun, menurutnya, pada demontrasi beberapa waktu lalu, WP KPK lebih memilih untuk berjuang dengan cara mencari dukungan ke semua universitas, akademisi, dan tokoh nasional serta bahkan ikut turun ke lapangan.
"Kekecewaan saya makin bertambah ketika melihat dampak dari gerakan mereka yang tidak sedikit mengakibatkan korban berjatuhan," kata si penulis.
Penulis juga menuding adanya kekhawatiran WP KPK bahwa apabila UU KPK diubah maka berdampak pada kesejahteraan pegawai KPK.
Sang pegawai juga membeberkan bahwa penghasilan pegawai KPK khususnya penyelidik dan penyidik berkisar antara Rp25 juta - Rp45 juta.]
Diketahui, UU KPK hasil revisi yang sudah disahkan di rapat paripurna DPR memuat ketentuan perubahan status kepegawaian di KPK menjadi ASN. Sementara, ASN sudah memiliki standar gaji sendiri yang berbeda dari KPK saat ini.
Selain itu, dia juga mengaku bahwa upaya-upaya WP KPK dinilai kehabisan akal lantaran Presiden Joko Widodo tak juga mengelurkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) UU KPK sehingga WP KPK berkolaborasi dengan mayoritas pimpinan untuk melakukan cara lain.
Hal itu diklaim penulis dilakukan dengan cara segera menaikkan calon tersangka, terutama yang berasal dari pemerintahan dan legislatif.
Dia menilai saat ini, pimpinan KPK mulai meminta penyidik yang menangani perkara yang di dalamnya terlibat menteri dan anggota DPR, untuk segera melakukan ekspose ke pimpinan.
Kondisi ini disebut tidak biasa lantaran biasanya, kegiatan ekspose dilakukan dengan cara bottom up atau penyampaian usulan dari penyidik atau penyelidik kepada pimpinan.
Pada akhir tulisan, penulis meminta semua pihak termasuk pegawai KPK untuk merenungkan segala akibat kejadian demontrasi yang terjadi beberapa hari lalu.
Tak hanya itu, dia juga mempertanyakan WP KPK, terutama jajaran pengurusnya, terkait apakah harus mengorbankan para mahasiswa untuk menuntut segala keinginan selama ini.
"Apakah harus kawan-kawan mengorbankan kawan-kawan mahasiswa jika hanya sekedar untuk mempertahankan apa yang saat ini kita nikmati (kesejahteraan dan kewenangan)?" tulisnya.
Surat terbuka tersebut belum dipastikan apakah benar dibuat oleh pegawai KPK atau bukan.
Ketika diklarifikasi, Penasihat WP KPK Nanang Farid Syam memastikan bahwa surat kaleng itu adalah hoaks, berdasarkan surat tanpa nama yang jelas.
"Sumbernya saja tidak jelas, jadi tidak layak informasinya," ujar Nanang ketika dikonfirmasi wartawan, Minggu (29/9/2019).
Sementara Ketua WP KPK enggan berkomentar banyak lantaran surat terbuka itu tidak terdapat kejelasan, seperti tak ada nama penulis surat dan isinya yang tidak mencerminkan kenyataan.
"Pegawai yang mana? Kecuali ada namanya," jawab Yudi saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (29/9/2019).
Yudi mengatakan surat terbuka tersebut bukan kali pertama yang menyasar pihaknya. Sebelumnya juga beredar foto pertemuan WP KPK dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di kantin gedung KPK. Di dalamnya, dikatakan bahwa mereka sedang membicarakan perihal rangkaian aksi menolak pelemahan KPK.
"Lagian itu kan udah (serangan) ke sekian," kata Yudi.
Selain itu, dia menyebut serangan terhadap pihaknya juga dibungkus dengan berbagai cara. Salah satunya adalah menciptakan narasi isu Taliban yang dinilainya gagal.
Yudi, yang juga merupakan penyidik KPK, menegaskan pihaknya sampai saat ini masih solid. Perihal surat terbuka itu, dia mengaku hal itu belum tersebar di internal lembaganya. Pun, aku dia, rekan-rekannya tidak menaruh perhatian sedikit pun terhadap hal-hal seperti itu.
"Masih (solid) lah," Yudi mengakui.(*)