Breaking News

40 Siswa Indonesia Jadi Korban Perdagangan Manusia ke Taiwan, 6 Tersangka Diamankan

D'On, Taiwan,- Sebanyak 40 siswa Indonesia dilaporkan ditawarkan beasiswa dan pekerjaan, tetapi akhirnya bekerja enam hari seminggu dan menghadiri kelas hanya pada hari Minggu.

Akibatnya, 6 orang dijadikan tersangka perdagangan manusia ke Taiwan. Direktur Departemen Teknologi dan Pendidikan Vokasi Yang Yu-hui, pada bulan Juni mengatakan bahwa kementerian telah menemukan bahwa setidaknya 19 siswa Indonesia di Chienkuo bekerja 48 hingga 54 jam per minggu, lebih dari dua kali lipat dari maksimum 20 jam seminggu siswa internasional diizinkan secara hukum untuk bekerja.

Setidaknya enam orang Taiwan diyakini terlibat dalam lingkaran perdagangan manusia ke Taiwan, yang mengirim 40 orang Indonesia untuk bekerja secara ilegal di Taiwan dengan dalih bahwa mereka akan belajar, kata polisi Indonesia, Senin (14/10).

Polri pada Rabu (9/10) pekan lalu mengatakan bahwa 40 orang Indonesia ditawarkan beasiswa dan pekerjaan jika mereka belajar di Universitas Teknologi Chienkuo di Kabupaten Changhua, The Jakarta Post melaporkan.

Orang-orang Indonesia itu tiba di Taiwan pada tanggal 27 Oktober 2017.

Dua dari mereka mengajukan laporan kepada polisi Indonesia setelah tidak menerima gaji yang dijanjikan, setelah 18 bulan tinggal di Taiwan, kata polisi.

Polisi Indonesia menyebutkan dua tersangka Indonesia yang membantu para korban mendaftar dan dikenakan biaya administrasi masing-masing US$2.473 (sekitar Rp35 juta).

Joko, seorang polisi di satuan tugas yang bertanggung jawab atas kasus ini, mengatakan kepada wartawan pada Minggu (13/10), bahwa mereka percaya setidaknya 6 warga Taiwan terlibat dalam skema tersebut.

Kedua korban mengatakan kepada polisi bahwa mereka diwawancarai sebelum mereka pergi ke Taiwan oleh 6 orang Taiwan menggunakan juru bahasa, kata Joko, dan menambahkan bahwa polisi Indonesia berharap untuk berbagi informasi dengan rekan-rekan Taiwan mereka.

Keduanya awalnya diberitahu bahwa mereka akan belajar di universitas di Changhua dan akan menerima gelar sarjana.

Namun, ketika tiba di Taiwan, mereka dipaksa bekerja dari hari Senin hingga hari Sabtu, dari jam 1 siang sampai jam 9 malam, dan hanya diizinkan menghadiri kelas-kelas bahasa China di universitas pada hari Minggu, kata Joko.

Mereka bekerja di tiga pabrik yang berbeda, yang diatur oleh orang Taiwan dari Shixin International Human Resources, kata Joko.

Para korban berusia 20 hingga 24 tahun, dan dalam beberapa kasus orang tua mereka meminjam uang untuk mengirim mereka ke Taiwan, kata Wibowo, petugas lain yang menyelidiki kasus ini.

Polisi akan membantu keduanya dalam mengajukan gugatan pada minggu depan, dan lebih banyak korban bisa menyusul, tambahnya.

Kantor perwakilan Taiwan di Indonesia mengatakan bahwa Departemen Pendidikan mulai menyelidiki kasus ini pada bulan Juni, setelah menerima pengaduan dari sekelompok orang Indonesia. Mereka tidak menjelaskan lebih lanjut.

Direktur Departemen Teknologi dan Pendidikan Vokasi Yang Yu-hui (楊玉惠) pada bulan Juni mengatakan bahwa kementerian telah menemukan bahwa setidaknya 19 siswa Indonesia di Chienkuo bekerja 48 hingga 54 jam per minggu, lebih dari dua kali lipat dari maksimum 20 jam seminggu siswa internasional diizinkan secara hukum untuk bekerja.

Yang mengatakan pada saat itu, bahwa kementerian akan mendenda universitas tersebut.

Kementerian menyerahkan kasus itu kepada jaksa penuntut untuk diselidiki.

Sekretaris Jenderal Universitas Liu Pin-lin (劉 柄 麟) mengatakan bahwa 40 orang Indonesia telah mendaftar untuk belajar di sekolah tersebut pada bulan Oktober tahun lalu, dalam tiga gelombang.

Sebanyak 26 orang kemudian meninggalkan sekolah dan kembali ke Indonesia “karena mereka tidak bisa beradaptasi dengan kehidupan di Taiwan,” katanya.

Liu membantah universitas telah melakukan kesalahan, mengatakan bahwa sekolah telah merawat para siswa dengan baik.

Universitas bekerja sama dengan jaksa Distrik Changhua, tambahnya.

Source: CNA