Donny Moenek : Tanah Ulayat Tak Lagi jadi Penghalang Investasi
D'On, Padang (Sumbar),- Tanah ulayat penghambat investasi? Kini sudah tak zamannya lagi. Itu pemikiran jadul. Kini, tanah ulayat justru bisa bernilai ekonomis dan menjadi peluang kerja baru bagi anak kemanakan tanpa harus menghilangkan hak-hak ulayat atau menjualnya. Cuma perlu legalitas dari pemerintah daerah dalam bentuK Peraturan Daerah (Perda), maka tanah ulayat sudah bisa jadi penyertaan modal bagi setiap investasi yang masuk.
Pemikiran cemerlang itu muncul dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI, DR Reydonnyzar Moenek saat tampil sebagai keynote speaker dalam Seminar Nasional 2019 yang diselenggarakan oleh Sustainable Multidiciplinary Academic Research (SMAR) Fakultas Ekonomi Universitas Taman Siswa Padang dengan tema “Perguruan Tinggi Dalam Mewujudkan Kemandirian Desa di Era Revolusi Industri 4.0 ” di Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (28/10/19).
“Mari kita duduk bersama, merancang perda tentang mekanisme penggunaan tanah ulayat dengan cara mengkonversikan hak ulayat menjadi aset untuk penyertaan modal bagi investasi yang masuk sehingga hak atas ulayat itu menjadi bernilai ekonomis, tanpa harus mengalihkan status kepemilikannya,” ungkap mantan Pejabat Gubernur Sumbar 2015-2016 yang akrab disapa Donny Moenek ini.
Ia menambahkan, daerah dapat menggunakan metode kuantifikasi aset dalam menghitung berapa nilai rekapitulasi aset yang ada dan disertakan dalam penyertaan modal dan kemudian dihitung dalam neraca, sehingga ada prinsip co-sharing dan co-finansing.
“Pemerintah daerah diharapkan dapat mengoptimalkan skema pendanaan untuk menjawab tantangan dan pendapatan daerah. Apalagi daerah diberikan kewenangan untuk membiayai pembangunan sesuai dengan kemampuan dan karakteristik wilayahnya melalui setidaknya lima skema pendanaan yaitu Regional Infrastruktur Development Fund, pembiayaan dari swasta, pembiayaan dari pemerintah pusat, pendapatan daerah dan Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU),” terang Donny.
Melalui skema pendanaan itu, lanjut Donny, daerah harus mampu mengubah tantangan menjadi peluang.
“Ini persoalannya, bagaimana keberdayaan dan pemberdayaan desa menjadi sebuah keniscayaan dalam menumbuh kembangkan potensi dan pertumbuhan ekonomi desa. Salah satu yang bisa kita gagas di Sumatera Barat adalah pemberdayaan badan usaha milik desa atau nagari, dimana hak ulayat atas tanah masih dilihat sebagai sebuah hambatan investasi, tapi sebenarnya disitulah kekuatan Sumatera Barat,” ujar Donny yang juga pernah menjabat sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah. Jadi soal kebijakan fiskal, Donny disebut sebut sudah pakarnya.
Lanjutnya, daerah harus memiliki inovasi dengan merubah aset daerah yang tidak diberdayakan menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual tinggi. Daerah dapat menggunakan metode kuantifikasi aset dalam menghitung berapa nilai rekapitulasi aset yang ada dan disertakan dalam penyertaan modal dan kemudian dihitung dalam neraca, sehingga ada prinsip co-sharing dan co-finansing.
“Tanah ulayat ditaksir oleh appraisal, kemudian nilai yang didapat dikonversikan menjadi penyertaan modal, sehingga tanah ulayat menjadi kekuatan idle money karena sudah menjadi divestasi saham, tentulah perlu kepastian hukum agar aset hak ulayat itu tetap dan tidak berpindah kepemilikan. Itulah gunanya perda itu,” ungkap Donny Moenek.
Dengan telah adanya kepastian aset, ujar Donny Moenek maka aset tanah ulayat iti dikerjasamakan dengan investor untuk membangun pabrik dan sebagainya..Tentunya akan bisa membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat setempat.
“Nah, dari usaha itulah pada akhirnya tercipta kemandirian nagari..Ditambah lagi dengan masuknya dana desa dan alokasi dana desa, akan menambah anggaran pembangunan desa. Namun tetap dibutuhkan inovasi untuk mengurangi ketergantungan dengan dana transfer dari pusat,” jelas Donny yang juga mantan jubir kemendagri.
Dalam kesempatan yang sama Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Mudrajad Kunjoro mengatakan pemerintah diharapkan tidak “campur tangan” terlalu dalam untuk pemberdayaan desa melainkan memberikan “uluran tangan” kepada desa dengan prinsip Tut Wuri Handayani.
“Kebersamaan dan gotong royong antara pemimpin desa, lembaga-lembaga desa dan masyarakat serta arah kebijakan pembangunan desa yang jelas merupakan kunci kesuksesan pembangunan desa,” jelasnya.
Ia menambahkan, tantangan utama bagi pemerintah pusat untuk membangun konektifitas nasional dan daerah untuk membangun pertumbuhan tinggi yang inklusif.
(ms/ald)
Pemikiran cemerlang itu muncul dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI, DR Reydonnyzar Moenek saat tampil sebagai keynote speaker dalam Seminar Nasional 2019 yang diselenggarakan oleh Sustainable Multidiciplinary Academic Research (SMAR) Fakultas Ekonomi Universitas Taman Siswa Padang dengan tema “Perguruan Tinggi Dalam Mewujudkan Kemandirian Desa di Era Revolusi Industri 4.0 ” di Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (28/10/19).
“Mari kita duduk bersama, merancang perda tentang mekanisme penggunaan tanah ulayat dengan cara mengkonversikan hak ulayat menjadi aset untuk penyertaan modal bagi investasi yang masuk sehingga hak atas ulayat itu menjadi bernilai ekonomis, tanpa harus mengalihkan status kepemilikannya,” ungkap mantan Pejabat Gubernur Sumbar 2015-2016 yang akrab disapa Donny Moenek ini.
Ia menambahkan, daerah dapat menggunakan metode kuantifikasi aset dalam menghitung berapa nilai rekapitulasi aset yang ada dan disertakan dalam penyertaan modal dan kemudian dihitung dalam neraca, sehingga ada prinsip co-sharing dan co-finansing.
“Pemerintah daerah diharapkan dapat mengoptimalkan skema pendanaan untuk menjawab tantangan dan pendapatan daerah. Apalagi daerah diberikan kewenangan untuk membiayai pembangunan sesuai dengan kemampuan dan karakteristik wilayahnya melalui setidaknya lima skema pendanaan yaitu Regional Infrastruktur Development Fund, pembiayaan dari swasta, pembiayaan dari pemerintah pusat, pendapatan daerah dan Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU),” terang Donny.
Melalui skema pendanaan itu, lanjut Donny, daerah harus mampu mengubah tantangan menjadi peluang.
“Ini persoalannya, bagaimana keberdayaan dan pemberdayaan desa menjadi sebuah keniscayaan dalam menumbuh kembangkan potensi dan pertumbuhan ekonomi desa. Salah satu yang bisa kita gagas di Sumatera Barat adalah pemberdayaan badan usaha milik desa atau nagari, dimana hak ulayat atas tanah masih dilihat sebagai sebuah hambatan investasi, tapi sebenarnya disitulah kekuatan Sumatera Barat,” ujar Donny yang juga pernah menjabat sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah. Jadi soal kebijakan fiskal, Donny disebut sebut sudah pakarnya.
Lanjutnya, daerah harus memiliki inovasi dengan merubah aset daerah yang tidak diberdayakan menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual tinggi. Daerah dapat menggunakan metode kuantifikasi aset dalam menghitung berapa nilai rekapitulasi aset yang ada dan disertakan dalam penyertaan modal dan kemudian dihitung dalam neraca, sehingga ada prinsip co-sharing dan co-finansing.
“Tanah ulayat ditaksir oleh appraisal, kemudian nilai yang didapat dikonversikan menjadi penyertaan modal, sehingga tanah ulayat menjadi kekuatan idle money karena sudah menjadi divestasi saham, tentulah perlu kepastian hukum agar aset hak ulayat itu tetap dan tidak berpindah kepemilikan. Itulah gunanya perda itu,” ungkap Donny Moenek.
Dengan telah adanya kepastian aset, ujar Donny Moenek maka aset tanah ulayat iti dikerjasamakan dengan investor untuk membangun pabrik dan sebagainya..Tentunya akan bisa membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat setempat.
“Nah, dari usaha itulah pada akhirnya tercipta kemandirian nagari..Ditambah lagi dengan masuknya dana desa dan alokasi dana desa, akan menambah anggaran pembangunan desa. Namun tetap dibutuhkan inovasi untuk mengurangi ketergantungan dengan dana transfer dari pusat,” jelas Donny yang juga mantan jubir kemendagri.
Dalam kesempatan yang sama Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Mudrajad Kunjoro mengatakan pemerintah diharapkan tidak “campur tangan” terlalu dalam untuk pemberdayaan desa melainkan memberikan “uluran tangan” kepada desa dengan prinsip Tut Wuri Handayani.
“Kebersamaan dan gotong royong antara pemimpin desa, lembaga-lembaga desa dan masyarakat serta arah kebijakan pembangunan desa yang jelas merupakan kunci kesuksesan pembangunan desa,” jelasnya.
Ia menambahkan, tantangan utama bagi pemerintah pusat untuk membangun konektifitas nasional dan daerah untuk membangun pertumbuhan tinggi yang inklusif.
(ms/ald)