Fenomena Bank Lokal dibeli Asing, Begini Kata Ketua Umum Perbanas
D'On, Jakarta,- Setidaknya dalam beberapa periode terakhir, ada banyak bank di Tanah Air yang menarik minat investor asing. Semisal, PT Bank BTPN Tbk yang diambilalih oleh Sumitomo Mitsui Bank Corporation (SMBC) asal Jepang dan PT Bank Danamon Tbk yang juga dicaplok perusahaan Jepang yakni MUFG.
Bukan cuma itu saja, beberapa bank nasional lain juga ada yang mendapatkan suntikan modal dari investor asing seperti PT Bank Bukopin Tbk oleh Kookmin Bank asal Korea Selatan (Korsel) dan PT Bank Agris Tbk yang sahamnya dibeli oleh Industrial Bank of Korea (IBK). Belum lagi santer isu banyaknya investor asing yang berniat untuk mengambil porsi kepemilikan saham di PT Bank Permata Tbk.
Melihat fenomena tersebut, Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Kartika Wirjoatmodjo mengatakan hal tersebut sangat wajar. Hal ini disebabkan banyak bank di Indonesia yang tengah menghadapi tantangan dari sisi permodalan. Hal ini dikarenakan adanya penerapan standar akuntansi baru PSAK 71 yang mengharuskan bank untuk memupuk pencadangan lebih tinggi.
"Memang tidak banyak pemodal yang mampu untuk mendanai permodalan bank dalam skala besar," ujar Kartika saat ditemui di Jakarta, Jumat (18/10).
singkatnya, Tiko, sapaan akrab Kartika menjelaskan bahwa perbankan Indonesia memang perlu mendapat dukungan investasi dari luar negeri.
Sebab, di tengah persaingan yang semakin ketat dan dibarengi dengan ekspansi lembaga keuangan dari sisi teknologi, perbankan dituntut untuk mampu lebih aktif melakukan penetrasi pasar. Apalagi, menurutnya saat ini hampir seluruh bank tengah berlomba untuk menyasar pasar retail menengah ke bawah.
"Bank lokal harus mampu bermain di level menengah dan ke bawah. Kalau main proyek besar melawan funding Jepang (asing) tentunya sangat berat," tegasnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri ini menambahkan, mayoritas pemodal asing yang masuk ke perbankan di Indonesia berasal dari kawasan Asia. Penyebabnya, di beberapa negara Asia seperti Jepang tengah mengalami fenomena cost of fund (CoF) yang terlampau rendah bahkan minus.
Singkatnya, banyak perusahaan perbankan di Jepang yang memiliki ekses modal berlebih, di tambah pasar di Jepang sedang tidak bergairah.
"Kalau Eropa punya masalah sendiri, kalau bank di Asia, mereka punya dana besar makanya mereka aktif akuisisi di sini," terangnya.
#kontan
Bukan cuma itu saja, beberapa bank nasional lain juga ada yang mendapatkan suntikan modal dari investor asing seperti PT Bank Bukopin Tbk oleh Kookmin Bank asal Korea Selatan (Korsel) dan PT Bank Agris Tbk yang sahamnya dibeli oleh Industrial Bank of Korea (IBK). Belum lagi santer isu banyaknya investor asing yang berniat untuk mengambil porsi kepemilikan saham di PT Bank Permata Tbk.
Melihat fenomena tersebut, Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Kartika Wirjoatmodjo mengatakan hal tersebut sangat wajar. Hal ini disebabkan banyak bank di Indonesia yang tengah menghadapi tantangan dari sisi permodalan. Hal ini dikarenakan adanya penerapan standar akuntansi baru PSAK 71 yang mengharuskan bank untuk memupuk pencadangan lebih tinggi.
"Memang tidak banyak pemodal yang mampu untuk mendanai permodalan bank dalam skala besar," ujar Kartika saat ditemui di Jakarta, Jumat (18/10).
singkatnya, Tiko, sapaan akrab Kartika menjelaskan bahwa perbankan Indonesia memang perlu mendapat dukungan investasi dari luar negeri.
Sebab, di tengah persaingan yang semakin ketat dan dibarengi dengan ekspansi lembaga keuangan dari sisi teknologi, perbankan dituntut untuk mampu lebih aktif melakukan penetrasi pasar. Apalagi, menurutnya saat ini hampir seluruh bank tengah berlomba untuk menyasar pasar retail menengah ke bawah.
"Bank lokal harus mampu bermain di level menengah dan ke bawah. Kalau main proyek besar melawan funding Jepang (asing) tentunya sangat berat," tegasnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri ini menambahkan, mayoritas pemodal asing yang masuk ke perbankan di Indonesia berasal dari kawasan Asia. Penyebabnya, di beberapa negara Asia seperti Jepang tengah mengalami fenomena cost of fund (CoF) yang terlampau rendah bahkan minus.
Singkatnya, banyak perusahaan perbankan di Jepang yang memiliki ekses modal berlebih, di tambah pasar di Jepang sedang tidak bergairah.
"Kalau Eropa punya masalah sendiri, kalau bank di Asia, mereka punya dana besar makanya mereka aktif akuisisi di sini," terangnya.
#kontan