Istana Buka Suara Soal Isu Jokowi Jabat Presiden 3 Periode
D'On, Jakarta,- Istana Negara buka suara perihal usulan perubahan ihwal masa jabatan presiden yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Setidaknya, ada dua usulan yang mengemuka.
Pertama, masa jabatan presiden cukup satu kali namun dengan usia kepemimpinan selama delapan tahun. Kedua, masa jabatan presiden tiga kali, dengan durasi kepemimpinan selama 15 tahun.
Lantas, apa kata Istana Negara atas munculnya wacana tersebut?
"Itu kan baru wacana ya. Wacana boleh saja," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Moeldoko menilai, sebagai negara demokrasi wajar saja apabila terdapat usulan-usulan seperti itu. Namun, Purnawirawan TNI itu menegaskan bahwa sampai saat ini pemerintah belum menentukan sikap.
"Kita belum punya sikap. Namanya baru wacana. Mungkin nanti lebih ke bagaimana wacana akademik. Setelah itu melalui round table discussion diperluas, akan mengerucut apakah pandangan itu pas atau tidak," kata Moeldoko.
Sebagai informasi, saat ini masa jabatan presiden yang diatur dalam pasal 7 UUD 1945 hanya dua kali dengan amandemen yang berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan,"
Meski begitu, Jokowi memang pernah membahas amandemen UUD 1945 dengan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2014 - 2019 Zulkifli Hasan di Istana Kepresidenan Jakarta.
"Saya tadi bertanya mengenai amandemen ke beliau, kan beliau mantan Ketua MPR RI, sehingga kajian yang lalu seperti apa, yang datangnya nanti kira-kira seperti apa," kata Jokowi kepada wartawan.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Puan Maharani pun sudah angkat bicara perihal usulan penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode dengan durasi kepemimpinan total selama 15 tahun. Menurut Puan, usulan itu masih sebatas wacana.
"Wacana yang menurut saya masih harus kita kaji secara lebih dalam," ujarnya selepas menghadiri "Kadin Talks" di Menara Kadin Indonesia.
"Karena bukan suatu hal yang serta merta bisa kita sepakati atau tidak kita sepakati kita juga harus lihat positifnya ke depan di alam demokrasi seperti apa," lanjut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tersebut.
Source: CNBC
Pertama, masa jabatan presiden cukup satu kali namun dengan usia kepemimpinan selama delapan tahun. Kedua, masa jabatan presiden tiga kali, dengan durasi kepemimpinan selama 15 tahun.
Lantas, apa kata Istana Negara atas munculnya wacana tersebut?
"Itu kan baru wacana ya. Wacana boleh saja," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Moeldoko menilai, sebagai negara demokrasi wajar saja apabila terdapat usulan-usulan seperti itu. Namun, Purnawirawan TNI itu menegaskan bahwa sampai saat ini pemerintah belum menentukan sikap.
"Kita belum punya sikap. Namanya baru wacana. Mungkin nanti lebih ke bagaimana wacana akademik. Setelah itu melalui round table discussion diperluas, akan mengerucut apakah pandangan itu pas atau tidak," kata Moeldoko.
Sebagai informasi, saat ini masa jabatan presiden yang diatur dalam pasal 7 UUD 1945 hanya dua kali dengan amandemen yang berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan,"
Meski begitu, Jokowi memang pernah membahas amandemen UUD 1945 dengan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2014 - 2019 Zulkifli Hasan di Istana Kepresidenan Jakarta.
"Saya tadi bertanya mengenai amandemen ke beliau, kan beliau mantan Ketua MPR RI, sehingga kajian yang lalu seperti apa, yang datangnya nanti kira-kira seperti apa," kata Jokowi kepada wartawan.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Puan Maharani pun sudah angkat bicara perihal usulan penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode dengan durasi kepemimpinan total selama 15 tahun. Menurut Puan, usulan itu masih sebatas wacana.
"Wacana yang menurut saya masih harus kita kaji secara lebih dalam," ujarnya selepas menghadiri "Kadin Talks" di Menara Kadin Indonesia.
"Karena bukan suatu hal yang serta merta bisa kita sepakati atau tidak kita sepakati kita juga harus lihat positifnya ke depan di alam demokrasi seperti apa," lanjut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tersebut.
Source: CNBC