Wawako Hendri Septa: Ciri Khas Ikon Wisata Warisan Budaya Harus Dipertahankan
D'On, Medan (Sumut),- Sembari mengikuti rangkaian Sumbar Expo yang berlangsung di Lapangan Merdeka Medan, 14 - 17 November 2019, Wakil Wali Kota Padang Hendri Septa menyempatkan diri mengunjungi ikon wisata Kota Medan, Istana Maimun dan Masjid Raya Medan, Sabtu (16/11/2019).
"Kita perlu mempelajari kiat-kiat Kota Medan menata dan mengembangkan warisan budaya (heritage) berupa cagar budaya dan sejarah kota menjadi daya tarik wisata yang bernilai tinggi. Jika diperhatikan, banyak keunikan dari arsitektur maupun ornamen bangunan yang masih dipertahankan, tidak diubah sedikitpun. Ditambah dengan keberadaan saksi sejarah maupun pemandu wisata yang dapat menjelaskan histori dari setiap ikon, seperti di Istana Maimun dan Masjid Raya Medan ini", kata Wawako yang didampingi Kadis Koperasi dan UMKM Kota Padang, Syuhandra.
Sebagai informasi, Istana Maimun dibangun pada tahun 1888 pada masa Kesultanan Deli di bawah pimpinan Sultan Mahmoed Al Rasyid. Meskipun telah berusia lebih kurang 132 tahun, pesonanya tidak lekang dimakan zaman. Dominasi warna kuning pada berbagai ornamen ruangan membuat nuansa Melayu semakin kental terasa ketika menelusuri setiap lekuk istana.
Selain unsur budaya Melayu bergaya Islam, bangunan Istana Maimun juga memadukan unsur budaya Spanyol, India, Italia dan Timur Tengah ke dalam arsitekturnya. Ditambah alunan musik Melayu Deli, membuat pengunjung benar-benar merasakan suasana Kesultanan Deli tempo dulu.
Tidak jauh dari lokasi istana Maimun tampak Masjid Raya Al Mashun, yang lebih dikenal dengan Masjid Raya Medan. Sebagai landmark utama ibukota Provinsi Sumatera Utara, masjid tersebut masih mempertahankan ciri khas arsitekturnya yang megah dan unik.
Konon katanya, sejak dibangun pada tahun 1906 dan selesai pada tahun 1909 pada masa Kesultanan Deli dipimpin Sultan Ma'moen Al Rasyid Perkasa Alam Shah tidak banyak dilakukan renovasi pada bangunan masjid. Hingga saat ini, Masjid Raya Al Mashun tetap kokoh berdiri di usia lebih kurang 110 tahun dan menjadi ikon wisata religi andalan Kota Medan.
(hms Pdg)
"Kita perlu mempelajari kiat-kiat Kota Medan menata dan mengembangkan warisan budaya (heritage) berupa cagar budaya dan sejarah kota menjadi daya tarik wisata yang bernilai tinggi. Jika diperhatikan, banyak keunikan dari arsitektur maupun ornamen bangunan yang masih dipertahankan, tidak diubah sedikitpun. Ditambah dengan keberadaan saksi sejarah maupun pemandu wisata yang dapat menjelaskan histori dari setiap ikon, seperti di Istana Maimun dan Masjid Raya Medan ini", kata Wawako yang didampingi Kadis Koperasi dan UMKM Kota Padang, Syuhandra.
Sebagai informasi, Istana Maimun dibangun pada tahun 1888 pada masa Kesultanan Deli di bawah pimpinan Sultan Mahmoed Al Rasyid. Meskipun telah berusia lebih kurang 132 tahun, pesonanya tidak lekang dimakan zaman. Dominasi warna kuning pada berbagai ornamen ruangan membuat nuansa Melayu semakin kental terasa ketika menelusuri setiap lekuk istana.
Selain unsur budaya Melayu bergaya Islam, bangunan Istana Maimun juga memadukan unsur budaya Spanyol, India, Italia dan Timur Tengah ke dalam arsitekturnya. Ditambah alunan musik Melayu Deli, membuat pengunjung benar-benar merasakan suasana Kesultanan Deli tempo dulu.
Tidak jauh dari lokasi istana Maimun tampak Masjid Raya Al Mashun, yang lebih dikenal dengan Masjid Raya Medan. Sebagai landmark utama ibukota Provinsi Sumatera Utara, masjid tersebut masih mempertahankan ciri khas arsitekturnya yang megah dan unik.
Konon katanya, sejak dibangun pada tahun 1906 dan selesai pada tahun 1909 pada masa Kesultanan Deli dipimpin Sultan Ma'moen Al Rasyid Perkasa Alam Shah tidak banyak dilakukan renovasi pada bangunan masjid. Hingga saat ini, Masjid Raya Al Mashun tetap kokoh berdiri di usia lebih kurang 110 tahun dan menjadi ikon wisata religi andalan Kota Medan.
(hms Pdg)