Mimpi Faldo Maldini Kandas Untuk Maju di Pilgub Sumbar
D'On, Jakarta,- Mimpi Faldo Maldini menjadi Gubernur Sumatera Barat untuk sementara harus ia kubur dalam-dalam. Mahkamah Konstitusi (MK) mengandaskan cita-cita kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu untuk menjadi Calon Gubernur Sumatera Barat pada Pilkada 2020 mendatang.
MK menolak seluruhnya permohonan uji materi yang diajukan Faldo terkait syarat usia kepala daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur pemilihan gubernur, bupati dan wali kota.
”Mengadili, menolak permohonan para pemohon,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (11/12).
Faldo adalah salah satu pemohon uji materi peraturan tersebut bersama beberapa politikus muda lain seperti Tsamara Amany, juga dari PSI, Dara Adinda Kesuma, serta politikus PKPI Cakra Yudi Putra.
Pada 23 September lalu, Faldo mengatakan menggugat peraturan itu karena dia memang mau maju di pilkada. ”Ya, niatan ada untuk maju Pilgub Sumbar," kata Faldo usai mendaftarkan gugatannya di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/9) lalu.
Faldo menyoroti pasal 7 UU Pilkada yang mensyaratkan usia minimal untuk maju Pilgub adalah 30 tahun. Menurut Faldo, jika pasal itu tetap berlaku dan dijalankan, maka ia tak bisa mendaftarkan diri maju Pilgub Sumbar 2020.
Sebab, penetapan calon pada 8 Juli 2020 berlangsung satu hari jelang umurnya berganti jadi 30 tahun, sesuai minimal usia dibolehkan maju sebagai gubernur.
Namun MK akhirnya memutuskan bahwa peraturan soal batas usia untuk maju sebagai gubernur/wakil gubernur tetap sama seperti yang diatur dalam Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016.
Hakim berpendapat kalau pemohon memiliki kedudukan hukum meski pemohon tidak menjelaskan tegas tentang hak konstitusional yang dirugikan dengan pemberlakuan pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada.
Dalam memutus perkara, hakim kembali mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 15/PUU-V/2007 pada 27 November 2007. Pertimbangan tersebut menyatakan kalau batas usia tidak terdapat persoalan karena hal tersebut merupakan kewenangan pembuat Undang-undang.
”Demikian pula halnya jika pembentuk undang-undang berpendapat bahwa untuk jabatan atau perbuatan hukum tertentu pembentuk undang-undang menentukan batas usia yang berbeda-beda dikarenakan perbedaan sifat jabatan atau perbuatan hukum itu,” kata Hakim I Dewa Gede Palguna saat membacakan pertimbangan.
Mahkamah menilai pembatasan usia tidak melanggar undang-undang meskipun batas usia tidak diatur dalam undang-undang. Oleh sebab itu, hakim berpendapat pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 bukanlah pengujian yang tertulis sesuai pasal-pasal undang-undang tetapi pengujian konstitusionalitas materi muatan norma yang diuji.
”Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas mahkamah berpendapat permohonan para pemohon mengenai inkonstitusionalitas norma pasal 7 ayat 3 huruf e UU Pilkada adalah tidak beralasan menurut hukum,” jelas Hakim Palguna.
Menanggapi putusan itu, Faldo kemudian membandingkan Indonesia dengan Finlandia yang baru saja melantik perdana menterinya, Sanna Marin, di usia 34 tahun. ”Baru 10 Desember yang lalu, Finlandia punya perdana menteri usia 34 tahun. Dunia sudah berubah, tidak seperti sepuluh tahun atau dua puluh tahun yang lalu,” kata Faldo dalam keterangan tertulis, Rabu (11/12/2019) kemarin.
Ketua DPW PSI Sumatera Barat itu mengatakan menghormati putusan hakim MK. Namun, dengan ditolaknya gugatan itu, kata Faldo, sosialisasi mengenai keberpihakan kepada anak muda hanya akan jadi komoditas kampanye.
”Kita hormati keputusan hakim. Yang jelas, ini bukan soal Faldo Maldini, tetapi kesempatan bagi anak muda. Artinya, kesempatan bagi anak muda hanya akan jadi komoditas kampanye. Keberpihakan akan jadi semacam ucapan, tapi tidak akan pada tindakan. Kalau bukan anak muda yang bertarung, siapa lagi,” sebutnya.
Faldo juga menilai keputusan ini akan menghambat regenerasi kepemimpinan nasional. Gugatan yang ditolak itu disebutnya menjadi sebuah alarm bagi negara.
”Permohonan kami ini adalah sebuah alert atau alarm peringatan bagi negara ini untuk mempercepat proses regenerasi kepemimpinan. Mempercepat hadirnya generasi baru yang tidak terikat sama masa lalu,” kata Faldo.
Senada dengan Faldo, Tsamara juga mengaku menyayangkan keputusan MK tersebut. Ia menilai keputusan itu menghambat proses penyiapan kader muda sebagai pemimpin bangsa.
”Sebetulnya kami sangat menghormati keputusan tersebut, tapi kami harus akui keputusan ini tidak mencerminkan semangat regenerasi. Ini kekalahan bagi anak-anak Indonesia yang juga mau maju memimpin daerahnya. Meskipun MK menganggap ini legal, kami belum mendapat rasionalisasi mengapa usia tertentu dianggap lebih layak,” kata.
Meski gugatannya ditolak, Faldo mengaku akan tetap akan berjuang untuk Sumbar. Menurutnya, perjuangannya terkait batas usia pendaftaran calon kepala daerah belum usai. PSI akan memperjuangkan revisi UU Pilkada bila masuk ke DPR RI pada Pemilu 2024.
”Apa yang saya sudah lakukan di Sumbar lanjut terus. Tidak akan berhenti gara-gara putusan ini. Sumangaik Baru (Semangat Baru) akan bekerja terus. Saya yakin PSI memperjuangkan revisi UU Pilkada terkait batas usia di parlemen bila kami nanti dipercaya ke DPR oleh publik. Masih ada pertarungan politik,” tegas Faldo.
(mond/heta/tribun)
MK menolak seluruhnya permohonan uji materi yang diajukan Faldo terkait syarat usia kepala daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur pemilihan gubernur, bupati dan wali kota.
”Mengadili, menolak permohonan para pemohon,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (11/12).
Faldo adalah salah satu pemohon uji materi peraturan tersebut bersama beberapa politikus muda lain seperti Tsamara Amany, juga dari PSI, Dara Adinda Kesuma, serta politikus PKPI Cakra Yudi Putra.
Pada 23 September lalu, Faldo mengatakan menggugat peraturan itu karena dia memang mau maju di pilkada. ”Ya, niatan ada untuk maju Pilgub Sumbar," kata Faldo usai mendaftarkan gugatannya di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/9) lalu.
Faldo menyoroti pasal 7 UU Pilkada yang mensyaratkan usia minimal untuk maju Pilgub adalah 30 tahun. Menurut Faldo, jika pasal itu tetap berlaku dan dijalankan, maka ia tak bisa mendaftarkan diri maju Pilgub Sumbar 2020.
Sebab, penetapan calon pada 8 Juli 2020 berlangsung satu hari jelang umurnya berganti jadi 30 tahun, sesuai minimal usia dibolehkan maju sebagai gubernur.
Namun MK akhirnya memutuskan bahwa peraturan soal batas usia untuk maju sebagai gubernur/wakil gubernur tetap sama seperti yang diatur dalam Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016.
Hakim berpendapat kalau pemohon memiliki kedudukan hukum meski pemohon tidak menjelaskan tegas tentang hak konstitusional yang dirugikan dengan pemberlakuan pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada.
Dalam memutus perkara, hakim kembali mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 15/PUU-V/2007 pada 27 November 2007. Pertimbangan tersebut menyatakan kalau batas usia tidak terdapat persoalan karena hal tersebut merupakan kewenangan pembuat Undang-undang.
”Demikian pula halnya jika pembentuk undang-undang berpendapat bahwa untuk jabatan atau perbuatan hukum tertentu pembentuk undang-undang menentukan batas usia yang berbeda-beda dikarenakan perbedaan sifat jabatan atau perbuatan hukum itu,” kata Hakim I Dewa Gede Palguna saat membacakan pertimbangan.
Mahkamah menilai pembatasan usia tidak melanggar undang-undang meskipun batas usia tidak diatur dalam undang-undang. Oleh sebab itu, hakim berpendapat pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 bukanlah pengujian yang tertulis sesuai pasal-pasal undang-undang tetapi pengujian konstitusionalitas materi muatan norma yang diuji.
”Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas mahkamah berpendapat permohonan para pemohon mengenai inkonstitusionalitas norma pasal 7 ayat 3 huruf e UU Pilkada adalah tidak beralasan menurut hukum,” jelas Hakim Palguna.
Menanggapi putusan itu, Faldo kemudian membandingkan Indonesia dengan Finlandia yang baru saja melantik perdana menterinya, Sanna Marin, di usia 34 tahun. ”Baru 10 Desember yang lalu, Finlandia punya perdana menteri usia 34 tahun. Dunia sudah berubah, tidak seperti sepuluh tahun atau dua puluh tahun yang lalu,” kata Faldo dalam keterangan tertulis, Rabu (11/12/2019) kemarin.
Ketua DPW PSI Sumatera Barat itu mengatakan menghormati putusan hakim MK. Namun, dengan ditolaknya gugatan itu, kata Faldo, sosialisasi mengenai keberpihakan kepada anak muda hanya akan jadi komoditas kampanye.
”Kita hormati keputusan hakim. Yang jelas, ini bukan soal Faldo Maldini, tetapi kesempatan bagi anak muda. Artinya, kesempatan bagi anak muda hanya akan jadi komoditas kampanye. Keberpihakan akan jadi semacam ucapan, tapi tidak akan pada tindakan. Kalau bukan anak muda yang bertarung, siapa lagi,” sebutnya.
Faldo juga menilai keputusan ini akan menghambat regenerasi kepemimpinan nasional. Gugatan yang ditolak itu disebutnya menjadi sebuah alarm bagi negara.
”Permohonan kami ini adalah sebuah alert atau alarm peringatan bagi negara ini untuk mempercepat proses regenerasi kepemimpinan. Mempercepat hadirnya generasi baru yang tidak terikat sama masa lalu,” kata Faldo.
Senada dengan Faldo, Tsamara juga mengaku menyayangkan keputusan MK tersebut. Ia menilai keputusan itu menghambat proses penyiapan kader muda sebagai pemimpin bangsa.
”Sebetulnya kami sangat menghormati keputusan tersebut, tapi kami harus akui keputusan ini tidak mencerminkan semangat regenerasi. Ini kekalahan bagi anak-anak Indonesia yang juga mau maju memimpin daerahnya. Meskipun MK menganggap ini legal, kami belum mendapat rasionalisasi mengapa usia tertentu dianggap lebih layak,” kata.
Meski gugatannya ditolak, Faldo mengaku akan tetap akan berjuang untuk Sumbar. Menurutnya, perjuangannya terkait batas usia pendaftaran calon kepala daerah belum usai. PSI akan memperjuangkan revisi UU Pilkada bila masuk ke DPR RI pada Pemilu 2024.
”Apa yang saya sudah lakukan di Sumbar lanjut terus. Tidak akan berhenti gara-gara putusan ini. Sumangaik Baru (Semangat Baru) akan bekerja terus. Saya yakin PSI memperjuangkan revisi UU Pilkada terkait batas usia di parlemen bila kami nanti dipercaya ke DPR oleh publik. Masih ada pertarungan politik,” tegas Faldo.
(mond/heta/tribun)