Breaking News

Dikritik karena Kebanyakan OTT, KPK Dianggap Mencari Rating


D'On, Jakarta,- Praktisi hukum Ade Irfan Pulungan menilai KPK selama ini hanya mengejar "rating" dengan banyak melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Menurut Ade, hal ini malah menimbulkan tanda tanya mengingat yang ditangkap merupakan pejabat yang jika diberitakan memiliki nilai jual.

"Dengan adanya OTT ini kayaknya semakin paradoks. Justru semakin di-blow up ini orang akan semakin lebih banyak. Muncul keraguan juga di kita. Apa sih yg menjadi peran kinerja di internal di KPK ini?," jelasnya di adalam acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/1/2020).

Ia melihat, KPK selama ini cenderung memilih kasus yang mempunyai nilai jual mengingat banyaknya laporan yang masuk, namun hanya sedikit yang diusut.
"Ini kan pertanyaan juga," kata Ade.

KPK, lanjut Ade, harusnya lebih fokus pada pencegahan korupsi untuk menurunkan indeks korupsi tanah air dengan bergerak sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam UU.

"Harusnya KPK banyak melakukan pencegahan benar-benar untuk pelaku korupsi, sehingga mampu meminimalkan tindakan korupsi di tanah air," lanjutnya.
Ia berharap nantinya KPK memiliki target dalam menurunkan indeks korupsi Indonesia.

Ade ingin KPK memiliki target, seperti ada target waktu yang dibuat bahwa bisa menurunkan indeks korupsi dalam empat tahun, lima tahun, atau pun 10 tahun.

Sementara, pakar hukum pidana Mudzakkir berpendapat, selama ini KPK masih sering menangani kasus-kasus yang tidak termasuk dalam kewenangannya, seperti yang diatur dalam UU KPK Pasal 11 yang salah satunya menyebutkan bahwa KPK hanya mengurusi kasus yang merugikan negara paling sedikit Rp1 Miliar.

"Jika kurang dari Rp 1 Miliar maka KPK melanggar wewenang," kata Mudzakkir.

Ia mencatat, beberapa kali KPK menangani kasus dengan jumlah tidak memenuhi kewenangan yang diatur dalam UU seperti, korupsi DPRD Kota Malang dengan nominal per anggota yang hanya Rp7,5 juta s/d Rp15 Juta, OTT Dirut Krakatau Steel Rp20 Juta dan OTT Ketum PPP Rp50 Juta.

Teranyar, komisioner KPU Wahyu Setiawan ditangkap dengan barang bukti uang Rp400 juta.

Menurut Mudzakkir, jika KPK terlanjur menangkap pelaku tipikor dengan nilai kurang dari Rp 1 Miliar, maka KPK berkewajiban untuk menyerahkan kepada pihak kepolisian dan jaksa yang memang memiliki kewenangan untuk menangani kasus tersebut.

"KPK tidak memiliki wewenang menangani perkara tipikor yang tidak memenuhi kualifikasi pasal 11 UU KPK, maka wajib menyerahkan perkara tipikor tersebut kepada penyidik polisi atau penyidik jaksa untuk menangani perkara tipikor tersebut ke pengadilan," lanjutnya.

(MP)