"Ini Sudah seperti Kiamat", Wuhan Serupa Kota Hantu
D'On, Wuhan (Tiongkok),- Wuhan Kota berpenduduk sebelas juta jiwa itu dikarantina menyusul ancaman wabah virus corona.
Penduduk mengaku seperti menghadapi kiamat. Penumpang pesawat yang lolos dari karantina mengabarkan kondisi kota yang lumpuh total.
Suasana mencekam mendekap Kota Wuhan di China menyusul ancaman wabah virus corona. Penumpang terakhir yang berhasil keluar dari Wuhan sesaat sebelum pemberlakuan karantina massal mengabarkan tentang kota yang lumpuh, toko-toko ditutup, dan jalan raya yang kosong.
Pemerintah China sebelumnya menutup akses transportasi dari dan ke Wuhan untuk menghadang wabah virus corona.
Saat ini otoritas kesehatan di Beijing juga dikabarkan sudah memerintahkan karantina massal untuk Kota Huanggang yang berpenduduk 7,5 juta orang. Kedua kota hanya terpaut jarak sejauh 85 kilometer.
Salah seorang warga Jepang yang tiba di bandara Narita di Tokyo berkisah betapa kota itu telah dibuat lumpuh.
"Semua toko-toko tutup sejak kemarin dan tidak seorangpun berada di jalan. Semua orang mengenakan masker," kata Minoru Okada, yang sering pulang pergi ke Wuhan untuk urusan bisnis.
Dia mengaku tidak tahu kapan bisa kembali ke kota berpenduduk sebelas juta jiwa tersebut. "Bus dan kereta bawah tanah berhenti beroperasi," ujarnya. Dia kini mengkhawatirkan rekan bisnisnya yang masih terjebak di dalam kota.
Minoru termasuk penumpang yang beruntung lantaran berhasil keluar dari Wuhan sebelum karantina. Dia mengabarkan semua penumpang pesawat mengenakan masker agar tidak terjangkit virus.
Hal senada dialami Kazayuki Kamei, 60, seorang warga Jepang lain yang kerap berpergian ke Wuhan. "Saya seharusnya kembali ke sana bulan depan. Tapi saya tidak tahu apakah itu mungkin," katanya. Dia mengaku sudah menginstruksikan stafnya di Wuhan agar menjaga kebersihan untuk mencegah penularan. "Kami sangat hati-hari."
Adapun penumpang pesawat yang tiba di Sydney dalam perjalanan terakhir dari Wuhan disambut oleh petugas kesehatan. Mereka diberikan penjelasan mengenai gejala dan ciri-ciri virus corona serta diminta proaktif untuk melapor jika ada dugaan penularan pada manusia.
"Mereka meminta semua orang mengenakan masker, meski semua penumpang sudah memakai masker sejak awal, bahkan awak pesawat sekalipun," kata Kevin Ouyang yang kembali dari perjalanan dinas di Cina.
Langkah serupa dilakukan berbagai negara. Amerika Serikat misalnya membatasi penerbangan dari Wuhan ke lima bandar udara untuk memudahkan pengawasan. Sementara di Seoul, otoritas bandara menyiapkan dua gerbang khusus untuk penumpang dari Wuhan.
Upaya pengawasan juga dilakukan di bandar udara di Singapura, Malaysia, Bangladesh, Rusia, Italia, India, Nigeria, dan Jepang.
Di Narita, seorang penumpang asal Jepang yang menolak menyebutkan nama meyakini penerbangan yang dia tumpangi "bisa jadi penerbangan terakhir keluar," dari Wuhan. "Saya sangat khawatir," imbuhnya.
Warga Wuhan sendiri tidak berdaya menghadapi karantina. Sejumlah penduduk mengaku "hampir menangis" ketika mendengar kabar tersebut. "Kami tidak lagi ke luar rumah," tutur seorang pengguna asal Wuhan lewat platform media sosial Weibo. "Kami membutuhkan makanan dan desinfektan," imbunya lagi.
"Kami harap semua orang bisa mengerti bahwa kami merasa ini sudah seperti kiamat."
(RKC)
Penduduk mengaku seperti menghadapi kiamat. Penumpang pesawat yang lolos dari karantina mengabarkan kondisi kota yang lumpuh total.
Suasana mencekam mendekap Kota Wuhan di China menyusul ancaman wabah virus corona. Penumpang terakhir yang berhasil keluar dari Wuhan sesaat sebelum pemberlakuan karantina massal mengabarkan tentang kota yang lumpuh, toko-toko ditutup, dan jalan raya yang kosong.
Pemerintah China sebelumnya menutup akses transportasi dari dan ke Wuhan untuk menghadang wabah virus corona.
Saat ini otoritas kesehatan di Beijing juga dikabarkan sudah memerintahkan karantina massal untuk Kota Huanggang yang berpenduduk 7,5 juta orang. Kedua kota hanya terpaut jarak sejauh 85 kilometer.
Salah seorang warga Jepang yang tiba di bandara Narita di Tokyo berkisah betapa kota itu telah dibuat lumpuh.
"Semua toko-toko tutup sejak kemarin dan tidak seorangpun berada di jalan. Semua orang mengenakan masker," kata Minoru Okada, yang sering pulang pergi ke Wuhan untuk urusan bisnis.
Dia mengaku tidak tahu kapan bisa kembali ke kota berpenduduk sebelas juta jiwa tersebut. "Bus dan kereta bawah tanah berhenti beroperasi," ujarnya. Dia kini mengkhawatirkan rekan bisnisnya yang masih terjebak di dalam kota.
Minoru termasuk penumpang yang beruntung lantaran berhasil keluar dari Wuhan sebelum karantina. Dia mengabarkan semua penumpang pesawat mengenakan masker agar tidak terjangkit virus.
Hal senada dialami Kazayuki Kamei, 60, seorang warga Jepang lain yang kerap berpergian ke Wuhan. "Saya seharusnya kembali ke sana bulan depan. Tapi saya tidak tahu apakah itu mungkin," katanya. Dia mengaku sudah menginstruksikan stafnya di Wuhan agar menjaga kebersihan untuk mencegah penularan. "Kami sangat hati-hari."
Adapun penumpang pesawat yang tiba di Sydney dalam perjalanan terakhir dari Wuhan disambut oleh petugas kesehatan. Mereka diberikan penjelasan mengenai gejala dan ciri-ciri virus corona serta diminta proaktif untuk melapor jika ada dugaan penularan pada manusia.
"Mereka meminta semua orang mengenakan masker, meski semua penumpang sudah memakai masker sejak awal, bahkan awak pesawat sekalipun," kata Kevin Ouyang yang kembali dari perjalanan dinas di Cina.
Langkah serupa dilakukan berbagai negara. Amerika Serikat misalnya membatasi penerbangan dari Wuhan ke lima bandar udara untuk memudahkan pengawasan. Sementara di Seoul, otoritas bandara menyiapkan dua gerbang khusus untuk penumpang dari Wuhan.
Upaya pengawasan juga dilakukan di bandar udara di Singapura, Malaysia, Bangladesh, Rusia, Italia, India, Nigeria, dan Jepang.
Di Narita, seorang penumpang asal Jepang yang menolak menyebutkan nama meyakini penerbangan yang dia tumpangi "bisa jadi penerbangan terakhir keluar," dari Wuhan. "Saya sangat khawatir," imbuhnya.
Warga Wuhan sendiri tidak berdaya menghadapi karantina. Sejumlah penduduk mengaku "hampir menangis" ketika mendengar kabar tersebut. "Kami tidak lagi ke luar rumah," tutur seorang pengguna asal Wuhan lewat platform media sosial Weibo. "Kami membutuhkan makanan dan desinfektan," imbunya lagi.
"Kami harap semua orang bisa mengerti bahwa kami merasa ini sudah seperti kiamat."
(RKC)