Breaking News

Plin Plan Yasonna dan Imigrasi soal Lokasi Harun Masiku Persulit KPK


D'On, Jakarta,- Misteri keberadaan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Masiku mulai terbuka. Tersangka perkara suap proses pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI dari PDIP itu dipastikan sudah berada di Indonesia sejak Selasa, 7 Januari 2020.

Ronny F Sompie, Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, menyatakan Harun Masiku kembali ke Indonesia sehari sebelum operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait perkara suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Rabu (8/1/2020).

"Saya sudah menerima informasi berdasarkan pendalaman di sistem, termasuk data melalui IT yang dimiliki stakeholder terkait di Bandara Soetta, bahwa HM (Harun Masiku) telah melintas masuk kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Batik pada tanggal 7 Januari 2020," kata Ronny di Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Pernyataan Ronny mengamini apa yang disampaikan istri Harun Masiku, Hildawati Jamrin kepada sejumlah media massa. Pernyataan itu juga mengkonfirmasi rekaman kamera pengawas CCTV di Bandara Soekarno Hatta yang dirilis Majalah Tempo.

Rekaman itu berisi laki-laki diduga Harun Masiku melintas di selasar Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, 7 Januari 2020 pukul 17:15 WIB.

Ronny mengoreksi keterangan anak buahnya sendiri yang sebelumnya menyatakan Harun Masiku tercatat berada di luar negeri sejak 6 Januari 2020.

Kabag Humas Ditjen Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilang pekan lalu, Senin (16/1/2020), menyatakan Harun Masiku belum kembali ke Indonesia.

"Tercatat tanggal 6 Januari keluar Indonesia menuju Singapura," kata Arvin kepada wartawan, Senin (13/1/2020).

Ronny menuturkan Harun memang pergi ke Singapura pada 6 Januari, tapi Harun kembali ke tanah air sehari setelahnya.

Apa yang disampaikan Ronny juga bertentangan dengan atasannya, yakni Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Yasonna yang juga menjabat Ketua DPP Bidang Hukum dan Perundang-Undangan PDIP selalu berkukuh Harun berada di luar negeri.

"Pokoknya belum di Indonesia," tegas Yasonna usai menghadiri Deklarasi Resolusi Permasyarakatan 2020 di Lapas Narkotika IIA, Jakarta Timur, Kamis (16/1/2020)lalu.

Yasonna mengklaim tidak mengetahui keberadaan kader PDIP Harun Masiku. Ia hanya bilang Harun tidak berada di Indonesia.

Yasonna Dinilai Tidak Profesional

Tak hanya pernyataan soal keberadaan Harun Masiku, kehadiran Yasonna dalam konferensi pers pembentukan tim hukum PDIP juga menuai sorotan.

Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala khawatir sikap Yasonna Laoly bakal mengganggu independensi proses hukum terhadap Harun Masiku.

Adrianus mengatakan Yasonna turut menghadiri agenda konferensi pers tim hukum PDIP terkait kasus Harun Masiku. Saat itu Yasonna didampingi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah.

"Yang bersangkutan adalah pejabat publik di bidang hukum. Kami berpikir bahwa ini ada potensi mal-kepentingan, tidak profesional, pembiaran, dan tidak memberikan keterangan yang sebenarnya," kata Adrianus di Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Sikap Yasonna diduga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dalam aturan itu terdapat asas-asas umum penyelenggara negara, salah satunya adalah asas profesionalitas.

"Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Adrianus.

Ombudsman juga menilai kehadiran Yasonna Laoly dalam agenda Konferensi Pers PDIP sebagai tindakan yang kurang patut. Hal itu mengingat jabatan yang diemban cukup strategis dalam penegakan hukum.

Politik dua muka jabatan Yasonna dalam menghadapi proses hukum di KPK juga dinilai rentan dengan politik kepentingan.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari bahkan mengatakan apa yang dilakukan Yasonna sebagai bentuk intervensi negara terhadap konflik antara PDIP dan KPK.

"Seharusnya pengabdian terhadap partai berakhir ketika Yasonna menjadi pejabat publik. Harusnya menteri mengutamakan kepentingan negara dibanding partai," kata Feri kepada wartawan, Sabtu (18/1/2020)silam.

Feri menilai, tak mungkin bagi Yasonna tidak mengatur strategi dalam menghadapi KPK, baik sebagai Ketua DPP Bidang Hukum dan Perundang-Undangan PDIP maupun Menkumham.

(Tirto)