Tiongkok Tak Ambil Pusing RI Mau Akui Nine Dash Line Atau Tidak
D'On, Jakarta,- Pemerintah Tiongkok mengaku tak ambil pusing dengan pernyataan yang dibuat oleh Indonesia bahwa mereka tak memiliki hak kedaulatan atas perairan Natuna.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Geng Shuang mengatakan posisi Pemerintah Tiongkok yang menyebut bahwa mereka memiliki hak historis di Laut China Selatan termasuk perairan Natuna, sudah sesuai aturan hukum yang berlaku, termasuk UNCLOS.
"Jadi, mau Pemerintah Indonesia terima atau tidak (hal itu), tidak akan mengubah fakta bahwa Tiongkok memiliki hak dan kepentingan perairan terkait," ujar Geng ketika memberikan keterangan pers pada Kamis (2/1) kemarin di kantor Kemlu Tiongkok.
Bahkan, mereka menyebut SCS Tribunal tahun 2016 yang merujuk keputusan sidang South China Sea atau sidang mengenai Laut Tiongkok Selatan adalah ilegal dan batal demi hukum.
"Dan kami telah menyatakan secara jelas bahwa China tidak menerima atau mengakuinya. Pihak Tiongkok tetap tegas menolak negara manapun yang menggunakan hasil sidang itu untuk melukai kepentingan Tiongkok," tutur dia lagi.
Lalu, apa yang hendak dilakukan oleh Indonesia untuk menegaskan bahwa wilayah perairan Natuna masuk ke dalam kedaulatan RI?
1. RI akan melakukan patroli secara intensif di wilayah ZEE Indonesia di Perairan Natuna
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan beberapa menteri terkait menggelar rapat koordinasi bersama Menkopolhukam di kantor Kemenkopolhukam pada Jumat (3/1).
Hasilnya, para menteri sepakat agar dilakukan patroli secara intensif di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di perairan Natuna.
"Dari rapat tadi juga disepakati beberapa intensifikasi patroli di wilayah tersebut dan juga kegiatan perikanan yang memang merupakan hak bagi Indonesia di perairan Natuna," ujar Retno seperti dikutip kantor berita Antara pada hari ini.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda itu juga menegaskan kembali apa yang dilakukan oleh kapal nelayan dan penjaga perbatasan Tiongkok merupakan suatu pelanggaran. Tak seharusnya kapal-kapal Negeri Tirai Bambu memasuki wilayah ZEE Indonesia di perairan Natuna.
Wilayah ZEE Indonesia, ujar Retno, sudah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS).
"Tiongkok merupakan salah satu party (pihak) dari UNCLOS 1982, oleh karena itu merupakan kewajiban Tiongkok untuk mengimplementasikan dari UNCLOS tersebut," tutur dia lagi.
2. RI tak akan mengakui sembilan garis putus-putus yang diklaim sepihak oleh Tiongkok
Selain itu, Menlu Retno sudah memanggil Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia untuk menyatakan protes resmi. Di dalam pertemuan itu, Retno juga kembali menegaskan posisi RI yang menolak klaim sepihak sembilan garis putus-putus yang dibuat oleh Tiongkok.
"Karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana yang diputuskan melalui ruling tribunal UNCLOS tahun 2016," ujar Retno.
Sembilan garis putus-putus yang diklaim oleh Tiongkok merupakan peninggalan historis mereka ternyata bersinggungan dengan ZEEI di Perairan Natuna. Itu sebabnya, Tiongkok berani mengklaim wilayah perairan Natuna sebagai bagian dari kedaulatan mereka.
3. KRI siap melakukan patroli untuk menegakan kedaulatan Indonesia di Perairan Natuna
Sementara, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, Laksmana Madya TNI Yudo Margono mengatakan KRI dalam posisi siaga tempur pengamanan laut di Natuna, Kepulauan Riau. Hal ini, kata Yudo, dilakukan sebagai bagian dari upaya menegakan kedaulatan negara.
"Ada dua KRI yang kami kerahkan dan ditambah menjadi tiga menyusul esok. Ini kami lakukan karena ada pelanggaran kedaulatan di Natuna," kata Yudo seperti dikutip dari kantor berita Antara hari ini.
TNI AL, kata Yudo mendeteksi ada sekitar 30 kapal penangkap ikan asing yang dikawal oleh tiga kapal pengawas mereka. Kapal tersebut diduga merupakan pasukan penjaga pantai dari Tiongkok.
"Dan mereka sengaja menghidupkan AIS. Ini ada apa," tanya Yudo.
Ia pun sudah mengingatkan para prajuritnya agar tidak terpancing ketika bertemu dengan kapal pencari ikan dan penjaga perbatasan Tiongkok. Yudo mendorong agar para prajuritnya menggunakan upaya persuasif lebih dulu untuk mengusir kapal dari Tiongkok keluar dari perairan Natuna.
(IDN)