Gabung Militer hingga Jadi Ahli Virologi, Ini 6 Fakta Menarik Chen Wei sang Penemu Vaksin COVID-19
Dirgantaraonline.co.id,- Baru-baru ini, sosok Chen Wei (54) berhasil mencuri perhatian publik internasional. Bagaimana tidak, Ahli Epidemiologi dan virologi militer China ini disebut-sebut sukses mengembangkan vaksin untuk COVID-19.
Tidak hanya itu, vaksin ciptaan Chen ini bahkan disebut-sebut paling sempurna daripada sampel lain dari ilmuwan China lainnya. Meski belum jelas apakah akan diproduksi secara massal, tetapi berita penemuan vaksin ini membuat profil Chen makin moncer dan tentunya menarik untuk diulik.
Dilansir dari berbagai sumber, Dirgantaraonline.co.id, pada Jumat (20/3) menghimpun 6 fakta menarik penemu vaksin COVID-19 dari China, Chen Wei.
1. Raih gelar doktor dari Ilmu Kedokteran Militer China
Meski informasi personal Chen tidak banyak dipublikasikan media, tetapi wanita kelahiran Februari 1966 ini diketahui memiliki riwayat pendidikan yang tinggi. Lahir di Lanxi, Provinsi Zhejiang, Chen pun sempat mengambil kuliah Ilmu Kimia di Universitas Zhejiang.
Lulus pada tahun 1988, Chen lantas hijrah ke Beijing dan meneruskan pendidikan S2 di Universitas Tsinghua. Barulah setelah sukses memboyong gelar master, Chen hijrah ke Beijing, bergabung di Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dan bersekolah di Akademi Ilmu Kedokteran Militer (AMMS).
Di AMMS itulah, Chen mendapatkan gelar doktornya dan menjadi ahli virologi serta epidemiologi.
2. Berpangkat Mayor Jenderal hingga jadi anggota badan penasihat politik
Setelah mendapatkan gelar doktor pada tahun 1998, Chen lantas bergabung menjadi anggota fakultas AMMS. Sekitar 17 tahun setelahnya, Chen baru diangkat dan dianugerahi oleh Xi Jinping pangkat Mayor Jenderal di Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA).
Tidak hanya berhasil menjadi perwira tinggi, Chen rupanya juga ikut terjun dalam dunia politik. Pasalnya, pada tahun 2018 lalu, Chen ternyata juga terpilih sebagai anggota Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China, sebuah badan penasihat politik utama di negara itu.
3. Pimpin Institut Virologi Wuhan
Sebagai ahli biokimia terkemuka di China, Chen lantas diterjunkan ke jantung epidemi COVID-19, Wuhan, pada pertengahan Januari lalu. Bersama tim ilmuwan militer terkemuka lainnya, Chen ditugaskan untuk memahami virus yang sebelumnya tidak diketahui dan telah membuat puluhan ribu orang menderita sakit seperti pneumonia tersebut.
Dalam proyek melawan penyebaran virus ini, Chen dipasrahi tugas besar lainnya, yaitu memimpin Institut Virologi Wuhan, laboratorium paling terkemuka di Wuhan dengan klasifikasi keamanan hayati super tinggi.
Pada masa-masa awal krisis wabah, Chen pun dilaporkan terus berupaya mengembangkan terapi plasma yang pada akhirnya diakui secara resmi sebagai salah satu metode pengobatan COVID-19.
4. Terapkan metode radikal untuk uji coba vaksin
Televisi Pusat China (CCTV) sempat menyebutkan bagaimana vaksin ciptaan Chen dan timnya dari perusahaan vaksin Tianjin CanSino Biotech adalah yang paling unggul dari ilmuwan lainnya di China.
Namun, di tengah ketenarannya ini, Chen rupanya juga menyedot perhatian para pengguna internet China lantaran metode uji cobanya yang dianggap radikal.
Bagaimana tidak, alih-alih menguji coba vaksin pada hewan, Chen justru dilaporkan langsung menyuntikkan vaksin tersebut ke dalam tubuhnya sendiri serta enam anggota tim lainnya. Sempat tersebar luas di Weibo, foto lengan Chen yang diyakini tengah disuntik vaksin COVID-19 itu pun membuat warga berpikir bagaimana setianya Ahli Epidemiologi ini pada PLA.
Namun, foto yang kemudian dihapus oleh pihak PLA ini ternyata juga mengundang pertanyaan. Pasalnya, IB Times pada 5 Maret 2020 menuliskan bagaimana pengujian langsung pada manusia ini justru telah menimbulkan spekulasi lain, yaitu Sars-CoV-2 adalah strain yang direkayasa secara biologis oleh manusia.
5. Berpengalaman dalam perangi SARS hingga Ebola
Bukan tanpa alasan mengapa Chen akhirnya diangkat untuk memimpin penanggulangan Virus Corona. Disebut-sebut sebagai 'ahlinya virus lama' yang paling menonjol, Chen pun tercatat mempunyai pengalaman luar biasa dalam menghadapi epidemi pada masa lalu.
Pasalnya, sebelum menemukan vaksin COVID-19, Chen ternyata diketahui telah memberikan kontribusi besar dalam menangani wabah SARS yang pada tahun 2002-2003 mulai merebak di China. Karena keahliannya ini, Chen juga diketahui sempat memberikan semprotan hidung yang dikembangkan oleh timnya selama wabah SARS pada sejumlah pekerja medis Wuhan.
Semprotan hidung Chen itu disebut-sebut mampu melindungi para pekerja medis dari penularan salah satu jenis Virus Corona tersebut. Tidak hanya berpartisipasi besar dalam pandemi SARS, Chen ternyata juga dilaporkan ikut berperan besar dalam penanganan wabah Ebola yang menyerang Afrika Barat pada tahun 2014-2016 lalu.
6. Profesi didukung suami hingga jarang lihat anak sendiri
Tidak banyak yang bisa diketahui dari kehidupan pribadinya, tetapi South China Morning sempat menuliskan bagaimana peran yang dijalani Chen begitu didukung oleh keluarganya. Bahkan, demi penelitian Chen, suaminya, Ma Yiming, dilaporkan begitu suportif hingga rela mengerjakan semua urusan rumah tangga.
Tidak hanya itu, selama mengembangkan semprotan hidung untuk SARS, putra Chen yang saat itu berusia empat tahun juga rela ditinggal ibunya selama berbulan-bulan.
"Selama waktu itu, kita hanya bisa melihatnya di CCTV. Anakku melompat dan mencium layar TV ketika dia melihat ibunya di program. Saya tidak ingin dia melakukan pekerjaan rumah, itu akan membuang-buang bakatnya. Dia seharusnya melakukan sesuatu yang lebih bermakna," ucap suami Chen.
Bagaimana menurutmu wanita luar biasa dari China ini? Chen memang lebih muda dibandingkan dengan Ahli Epidemiologi top China lainnya (Zhong Nanshan atau Li Lanjuan), tetapi ia telah membuktikan dedikasi yang begitu luar biasa kepada negaranya. Semoga nantinya Chen sukses memulai uji klinis terhadap vaksin ciptaannya ya.
***