Jangan Percaya Klaim China Taklukkan Pandemi COVID-19
D'On, Tiongkok,- Pemerintah China berharap dapat segera mengembalikan perekonomian dan menegaskan pandemi COVID-19 hampir berakhir.
Namun, para ahli khawatir China mungkin mengabaikan bahaya yang masih mengancam. 4 April 2020 merupakan momen festival Qingming di China, yang dikenal sebagai “Hari Pembersihan Pusara”.
Pada hari itu, banyak orang Tionghoa memberikan penghormatan kepada leluhur mereka dengan membawa bunga ke makam mereka, yang juga akan disapu, lantas membakar uang kertas palsu sebagai persembahan agar orang-orang yang telah tiada dapat menikmati kehidupan yang nyaman di akhirat.
Tahun ini, festival tersebut akan dibayangi oleh wabah virus corona baru karena penguncian wilayah dan larangan pertemuan publik masih terus berlaku.
Namun, situasinya telah mereda di China.
Jumlah infeksi baru COVID-19 terus berkurang. Di provinsi tengah Hubei, di mana kasus-kasus pertama dikonfirmasi pada akhir Desember 2019, langkah-langkah penguncian telah dicabut secara bertahap.
Para politisi terkemuka telah muncul di depan umum tanpa mengenakan masker saat berbicara dengan investor, selama pertemuan partai, atau pada sesi pemotretan di warung makanan. Pesannya jelas: Kami telah kembali berbisnis seperti biasa. Sekarang saatnya menggenjot pertumbuhan kembali!
Target Pertumbuhan 6 Persen
Namun, belum pasti apakah pertumbuhan China akan benar-benar meningkat. Pada awal minggu lalu, bank investasi terbesar China, China International Capital Corporation, menurunkan perkiraan pertumbuhan 2020 dari 6,1 persen menjadi 2,6 persen.
Para pakar dan politisi di China sepakat, pertumbuhan 6 persen adalah batas bawah untuk mengamankan lapangan pekerjaan dan keharmonisan sosial.
Jadi, pada Rabu (25/3/2020), menurut Kementerian Luar Negeri China, Presiden China Xi Jinping meminta lebih banyak kerja sama ekonomi kepada Kanselir Jerman Angela Merkel selama panggilan telepon.
Xi mengatakan, rantai pasokan harus dihidupkan kembali sesegera mungkin dan “potensi baru untuk kerja sama” harus segera ditetapkan antara China dan Jerman.
Menurut catatan Deutsche Welle, China masih memiliki ekonomi terencana, sehingga berbagai provinsi selalu ingin memenuhi keinginan Partai Komunis. Hal ini adalah rutinitas ekonomi normal yang harus dimulai sesegera mungkin, sementara pembatasan dalam kehidupan sehari-hari harus dicabut.
Kekhawatiran Akan Infeksi Baru
Namun, orang-orang China terus tidak percaya pada pemerintah. Menurut seorang pengguna media sosial WeChat, pencabutan penguncian wilayah (lockdown) tidak selalu merupakan hal yang baik untuk warga negara biasa.
“Pemerintah tidak ingin menimbulkan risiko pada pertumbuhan dan harus memberikan bukti keberhasilan,” lanjut pengguna itu. Ia berpendapat, banyak orang yang terinfeksi mungkin bahkan tidak tahu karena mereka tidak menunjukkan gejala atau hanya memiliki gejala ringan.
Jika langkah-langkah karantina dicabut, menurut pengguna itu, virus corona baru yang sangat menular akan terus menyebar. Jurnal Nature baru-baru ini menerbitkan temuan penelitian pemodelan yang dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Wu Tangchun dari Huazhong University of Science and Technology di Kota Wuhan.
Penelitian itu menunjukkan, hingga 18 Februari 2020, pihak berwenang tidak mengetahui sekitar 60 persen dari semua infeksi telah berada di Wuhan pada saat itu. Harus diakui, Wu juga mengatakan kepada China News Weekly, pemodelannya tidak sempurna. “Ini matematika, bukan studi lapangan.”
Namun, dia menegaskan, jumlah yang digunakan sebagai dasar sangat konservatif dan merebaknya wabah baru sangat mungkin terjadi.
Seberapa Normal Situasi Di Wuhan
Sejauh ini, ada 2.500 kematian akibat pandemi COVID-19 di megalopolis Wuhan tempat wabah dimulai. Namun, dalam sepekan terakhir, hanya satu infeksi baru yang dilaporkan di sana. Pada Rabu (25/3/2020), 63 hari setelah penutupan wilayah, semua 171 jalur bus kembali beroperasi.
Mulai Sabtu (28/3/2020) dan seterusnya, enam dari tujuh jalur kereta bawah tanah akan kembali beroperasi sesuai jadwal normal. Perjalanan kereta ke Wuhan akan segera berjalan kembali.
Dengan demikian, para pekerja migran yang bersama keluarga mereka di suatu tempat lain ketika lockdown diumumkan akan dapat kembali melakukan rutinitas pekerjaan mereka.
Dilansir dari Deutsche Welle, China telah memperkenalkan sistem kode kesehatan nasional yang menilai individu berdasarkan informasi kesehatan dasar dan riwayat perjalanan.
Banyak warga negara China telah mendapatkan kode QR yang menyimpan informasi tentang identitas, nomor telepon, serta informasi kesehatan dasar dan sejarah perjalanan mereka. Sebelum menggunakan transportasi umum, orang-orang China sekarang harus memindai kode mereka terlebih dahulu.
Keraguan Akan Statistik Resmi
Terlepas dari tindakan pencegahan ini, banyak orang China merasa skeptis.
“Bahkan generasi pensiunan yang dulunya begitu loyal kepada partai kini tidak percaya omong kosong ini,” menurut seorang blogger Wuhan.
“Pemerintah China berusaha membuktikan kepada Barat, sekarang sudah tidak ada infeksi. Namun, itu tidak lebih dari sekadar slogan.”
Blogger dan ahli biokimia China Fang Zhouzi yang berbasis di Amerika Serikat juga mengecam data resmi dari pemerintah China. Dia menulis di Twitter, “Tidak ada yang harus percaya pemerintah setempat yang telah berbohong tentang statistik demi ekonomi.”
Dia berpendapat, hanya jik Kongres Rakyat Nasional China yang ditunda dan Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China kembali dilangsungkan, dia baru akan percaya pandemi telah benar-benar berakhir.
“Kehidupan rakyat kurang berharga daripada kehidupan para pejabat wakil rakyat.”
Kedua pertemuan itu seharusnya berlangsung pada Maret, tetapi ditunda tanpa batas waktu karena wabah.
Pakar Pemerintah: Jangan Cabut Karantina Terlaluu Cepat
Namun, banyak warga China yang mempercayai penasihat medis senior pemerintah Zhong Nanshan yang berperan penting dalam memerangi SARS pada 2003 dan telah memimpin upaya penanggulangan pandemi COVID-19. Dia memperingatkan para ahli virus Eropa dalam konferensi video pada Rabu (25/3/2020), mungkin akan ada gelombang kedua infeksi.
“Langkah isolasi dan karantina saat ini harus diperluas. Sangat penting untuk berhati-hati, khususnya tentang orang-orang yang kembali dari wilayah berisiko tinggi.”
China saat ini juga memperingatkan para warga negara untuk tidak melakukan perjalanan ke Jerman. Pada Kamis (26/3/2020), China mengumumkan akan melarang masuknya semua warga negara asing, termasuk mereka yang memiliki visa atau izin tinggal yang sah.
Sumber: matamatapolitik.com