Dihubungkan dengan Ribuan Kasus COVID-19, Pemimpin Kelompok Muslim India Didakwa Pasal Pembunuhan
D'On, India,- Maulana Muhammad Saad Kandhlawi, seorang pemimpin kelompok terkemuka muslim India, 'Jemaah Tabligh,' akhirnya mendapatkan dakwaan pasal pembunuhan oleh pihak berwenang setempat. Tuduhan yang dikenakan untuk Saad tersebut tidak lain sebagai imbas dari pertemuan yang diadakan di markas Jemaah Tabligh, Masjid Markaz Nizamuddin, di Delhi pada bulan Maret lalu.
Sebagaimana dilansir dari BBC pada Kamis (16/4), acara dari Jemaah Tabligh itu disebut-sebut sebagai biang keladi dari gelombang kasus infeksi COVID-19 di India. Bahkan, dalam laporan, 1.023 kasus yang tersebar di 17 negara bagian India disebutkan berasal dari peserta Jemaah Tabligh.
Sementara, dalam laporannya, Deccan Herald pada Rabu (15/4) sempat menambahkan bahwa polisi tidak hanya mendakwa bersalah Saad, tetapi juga telah mengeluarkan surat edaran terhadap 1.890 pengikut Jemaah Tabligh.
Dianggap melanggar larangan berkumpul selama lockdown, surat edaran tersebut ditujukan untuk memastikan para pengikut Khandalvi tidak meninggalkan India selama penyelidikan.
Namun, dalam kasus ini, Saad dan kelompok Jemaah Tablighnya mengaku tidak bersalah dan membantah segala tuduhan.
Dalam keterangannya, polisi lantas mengklaim bagaimana acara yang diselenggarkaan di markas Jemaah Tabligh tidak kunjung diakhiri meski pemerintah telah mengumumkan aturan lockdown atau penguncian pada 24 Maret lalu.
Seperti diketahui, acara tersebut dilaporkan berlangsung hampir sebulan, yaitu dari 3 Maret hingga akhir Maret lalu. Padahal, sebagaimana dilansir dari CNN, acara ini telah dihadiri oleh sekitar 7.600 warga India, dan 1.300 di antaranya adalah jemaah asing, termasuk warga Indonesia yang diyatakan positif COVID-19 setelah menghadiri acara tersebut.
Saat itu, polisi mengatakan telah memberikan setidaknya dua pemberitahuan untuk segera mengakhiri acara, tetapi Saad justru dikatakan abai terhadap perintah.
Namun, organisasi Jemaah Tabligh justru mengklaim bahwa mereka telah menunda acara dan meminta para jemaah untuk segera hengkang setelah Perdana Menteri Narendra Modi mengumumkan bahwa akan ada jam malam nasional selama sehari pada 22 Maret lalu.
Dalam pembelaannya, para pengikut Jemaah Tabligh lantas berdalih bahwa meski banyak jemaah yang bisa pergi, tetapi ada beberapa peserta asing yang juga terdampar lantaran negara-negara mulai menyegel perbatasan mereka pada hari berikutnya.
Pun, dua hari kemudian, India langsung menangguhkan bus dan kereta api. Alhasil, berbagai area di sekitar masjid, termasuk sejumlah asrama akhirnya digunakan untuk menampung ratusan jemaah.
Panitia penyelanggaraan acara juga telah mengatakan bahwa mereka telah memberi tahu polisi setempat serta terus bekerja sama dengan petugas medis yang datang untuk memeriksa area masjid serta asrama.
Sementara, pada akhir Maret lalu, pemerintah disebutkan telah mengungsikan lebih dari 2.300 orang dari markas Jemaah Tabligh. Tidak hanya itu, dalam laporannya, Business Today pada awal April lalu juga sempat menambahkan bahwa pemerintah telah mendisinfektan area Masjid Markaz Nizamuddin segera setelah proses evakuasi dilakukan.
Sumber: BBC/Akurat.com
Sebagaimana dilansir dari BBC pada Kamis (16/4), acara dari Jemaah Tabligh itu disebut-sebut sebagai biang keladi dari gelombang kasus infeksi COVID-19 di India. Bahkan, dalam laporan, 1.023 kasus yang tersebar di 17 negara bagian India disebutkan berasal dari peserta Jemaah Tabligh.
Sementara, dalam laporannya, Deccan Herald pada Rabu (15/4) sempat menambahkan bahwa polisi tidak hanya mendakwa bersalah Saad, tetapi juga telah mengeluarkan surat edaran terhadap 1.890 pengikut Jemaah Tabligh.
Dianggap melanggar larangan berkumpul selama lockdown, surat edaran tersebut ditujukan untuk memastikan para pengikut Khandalvi tidak meninggalkan India selama penyelidikan.
Namun, dalam kasus ini, Saad dan kelompok Jemaah Tablighnya mengaku tidak bersalah dan membantah segala tuduhan.
Dalam keterangannya, polisi lantas mengklaim bagaimana acara yang diselenggarkaan di markas Jemaah Tabligh tidak kunjung diakhiri meski pemerintah telah mengumumkan aturan lockdown atau penguncian pada 24 Maret lalu.
Seperti diketahui, acara tersebut dilaporkan berlangsung hampir sebulan, yaitu dari 3 Maret hingga akhir Maret lalu. Padahal, sebagaimana dilansir dari CNN, acara ini telah dihadiri oleh sekitar 7.600 warga India, dan 1.300 di antaranya adalah jemaah asing, termasuk warga Indonesia yang diyatakan positif COVID-19 setelah menghadiri acara tersebut.
Saat itu, polisi mengatakan telah memberikan setidaknya dua pemberitahuan untuk segera mengakhiri acara, tetapi Saad justru dikatakan abai terhadap perintah.
Namun, organisasi Jemaah Tabligh justru mengklaim bahwa mereka telah menunda acara dan meminta para jemaah untuk segera hengkang setelah Perdana Menteri Narendra Modi mengumumkan bahwa akan ada jam malam nasional selama sehari pada 22 Maret lalu.
Dalam pembelaannya, para pengikut Jemaah Tabligh lantas berdalih bahwa meski banyak jemaah yang bisa pergi, tetapi ada beberapa peserta asing yang juga terdampar lantaran negara-negara mulai menyegel perbatasan mereka pada hari berikutnya.
Pun, dua hari kemudian, India langsung menangguhkan bus dan kereta api. Alhasil, berbagai area di sekitar masjid, termasuk sejumlah asrama akhirnya digunakan untuk menampung ratusan jemaah.
Panitia penyelanggaraan acara juga telah mengatakan bahwa mereka telah memberi tahu polisi setempat serta terus bekerja sama dengan petugas medis yang datang untuk memeriksa area masjid serta asrama.
Sementara, pada akhir Maret lalu, pemerintah disebutkan telah mengungsikan lebih dari 2.300 orang dari markas Jemaah Tabligh. Tidak hanya itu, dalam laporannya, Business Today pada awal April lalu juga sempat menambahkan bahwa pemerintah telah mendisinfektan area Masjid Markaz Nizamuddin segera setelah proses evakuasi dilakukan.
Sumber: BBC/Akurat.com