Kejam!!! Majikan Siksa ART Bahkan Menyuruhnya Bunuh Diri Gunakan Cutter
D'On, Semarang (Jateng),- Kasus asisten rumah tangga (ART) disiksa oleh majikan kembali terjadi di Indonesia. Kali ini menimpa Ika Musriati (20).
Dari penuturan Ika Musriani pada Kamis (23/4/2020), Ia mengaku masih trauma setelah dipaksa makan 50 cabai dan menenggak air mendidih oleh majikannya, RS dan S, di Semarang Barat, Jawa Tengah.
Akibatnya, Ika terpaksa menjalani operasi pita suara di rumah sakit dan pendampingan untuk mengatasi rasa traumanya.
"Saya masih takut dan kebayang kejadian itu. Saya trauma kalau keluar rumah harus ditemani orangtua."
"Enggak bisa pergi jauh dari rumah. Lihat air putih takut karena teringat siksaan," kata Ika dinukil dari Kompas.com di rumahnya di Mlatiharjo Timur, Citarum Semarang.
Ika menceritakan, dirinya mulai bekerja sebagai ART di rumah RS dan S sejak Agustus tahun lalu. Saat itu, dirinya dijanjikan gaji Rp1,6 juta per bulan.
Namun, menurut Ika, dirinya baru satu menerima satu bulan gaji.
Menurut Ika, dua bulan pertama bekerja, dirinya merasa tak ada yang aneh, bahkan merasa betah.
Namun, menginjak bulan ketiga, majikannya tersebut mulai bertindak kasar dan tidak segan memukulinya jika tak menuruti perintah.
Dirinya sempat berusaha kabur dan mengadu ke tetangga, tetapi hal itu sia-sia.
"Dua bulan awal bekerja majikan masih berlaku baik."
"Sudah mulai betah, tapi di bulan ketiga mulai berlaku kasar dan mulai disiksa."
"Setiap hari saya disiksa oleh majikan saya."
"Pernah akan kabur dan minta tolong tetangga tapi enggak peduli," jelas Ika, Selasa (21/4/2020).
Dipaksa bunuh diri dengan cutter
Tak hanya pukulan dan tendangan, Ika mengaku sempat dipaksa bunuh diri dengan cara menyayat pergelangan tangan kirinya dengan cutter.
Saat itu, dirinya yang dikuasai rasa takut, menyayat sebanyak enam kali.
Lalu, saat kelaparan, Ika mengaku hanya diberikan makanan yang sudah tak layak seperti nasi basi tanpa lauk pauk.
Sikap kasar dari majikannya itu harus ia terima setiap hari, tak ada habisnya.
Bahkan, dirinya harus menerima ancaman pembunuhan dari majikannya jika tidak menuruti permintaan RS dan S.
Terungkap di kantor polisi
Ika menceritakan, kasus tersebut terbongkar saat dirinya dibawa ke kantor polisi karena dituduh mencuri ponsel milik majikannya.
Saat itu, petugas di kantor polisi curiga dengan luka lebam dan kondisinya yang lemas.
"Saat di kantor polisi kondisi saya lemas, memar, mau jalan juga susah, polisinya curiga. Saya diantar ke RS Bhayangkara."
"Kemudian saya divisum. Baru tahu kalau tenggorokan saya luka parah, pita suara rusak."
"Penyiksaan yang saya alami terbongkarnya awalnya ya dari situ," ujarnya.
Hal senada diungkapkan juga oleh Sumardjo (40), ayah kandung Ika.
Dirinya mengaku ditelepon polisi terkait kondisi putrinya.
"Bulan September atau Oktober tahun lalu, saya mau telepon dia enggak bisa."
"Soalnya perasaan saya sudah enggak enak."
"Dan ternyata pas bulan Desember saya ditelepon polisi, disuruh datang ke Polsek Semarang Barat."
"Di sana saya baru tahu kalau anak saya kondisinya sudah parah," katanya.
Menuntut hukuman setimpal
Dalam kasus tersebut, kuasa hukum Ika, Deo Hermansyah, mengaku telah melaporkan RS dan S ke Polsek Semarang Barat pada Desember tahun lalu.
Ia mendesak penyidik agar memproses kasus tersebut ke ranah hukum.
“Kasus ini sudah berlangsung empat bulan. Saya minta kasus ini dilanjutkan dan kedua pelaku suami istri RS dan S segera ditahan,” katanya.
Deo menganggap tindakan penganiayaan itu dikategorikan pengeroyokan yang mengancam jiwa seseorang.
Kepada penyidik, ia meminta agar kedua pelaku dijerat Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan dan Penganiayaan.
Sementara itu, Kapolsek Semarang Barat Kompol Iman Sudiyantoro mengatakan, pihaknya telah mendalami kasus penganiayaan terhadap ART yang dilakukan kedua pelaku suami istri itu.
Proses penanganan kasus sudah masuk tahap penyidikan sehingga korban didampingi kuasa hukum telah dipanggil usai penyembuhan pasca-operasi pita suara untuk memberikan keterangan.
"Sebelumnya dari proses penyelidikan meningkat ke tingkat penyidikan."
"Proses penyidikan kasus masih berjalan."
"Usai penyembuhan dan tes psikologis, korban sudah kami panggil dan sudah memberikan keterangan," jelas Iman, Rabu (22/4/2020) kemarin.
(Ucil/IOC)