Keterlambatan Bansos Covid19 di Padang, Pemprov dan Pemerintah Pusat Tak Konsisten Soal Data
D'On, Padang,- Pemerintah Kota Padang akhirnya buka suara perihal kejelasan bantuan sosial (bansos) bagi warga Kota Padang yang terdampak secara sosial ekonomi akibat wabah virus corona atau covid-19.
Pemko Padang pun menilai yang membuat proses pendataan dan penyaluran lambat adalah kebijakan Pemerintah Pusat yang tidak konsisten dan berubah-ubah.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Padang Amasrul didampingi Kepala Dinas Sosial Kota Padang Afriadi dan Kabag Prokopim Amrizal Rengganis kepada wartawan di Kantor Dinas Sosial Kota Padang, Rabu (29/4/2020).
Sekda mengatakan, ia pun membenarkan kebijakan Pemerintah Pusat terkait kriteria permintaan format data yang ditetapkan penerima bansos tersebut sering kali berubah.
"Sebenarnya kita sudah menuntaskan data tersebut pada pekan lalu. Bahkan sebelum kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ditetapkan di Sumbar. Hanya saja data-data tersebut kriterianya berubah tiap sebentar. Jadi ini yang jadi permasalahan, namun begitu kita berharap persoalan ini segera 'clear' dan bantuan dapat disalurkan," harapnya.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Sosial Kota Padang Afriadi, menuturkan kronologi persoalan tersebut. Pertama katanya, Pemko Padang berpedoman terhadap aturan tak hanya di Pemerintah Provinsi namun juga Pemerintah Pusat.
"Jadi, kepada masyarakat Kota Padang kami harapkan bisa memahami kronologis dalam pengurusan bantuan ini. Bagaimana dan apa saja kendalanya sampai saat ini. Yang jelas insya Allah, proses bansos itu akan kita upayakan untuk bisa diturunkan ke masyarakat sesegera mungkin," ungkapnya.
Ia melanjutkan, informasi pertama untuk bansos Kota Padang hanya diberikan kuota dari Provinsi sebanyak 8.049 Kartu Keluarga (KK) dengan jumlah itu dikalikan per 5 jiwa.
"Makanya kita sudah menyelesaikan pendataan dimaksud dengan dijilid rapi sebanyak 2 rangkap. Dan malah Kota Padang yang pertama kali memasukkan data tersebut ke Provinsi sebanyak 40.245 Rumah Tangga (Ruta). Jadi dari jiwa pindah lagi ke Ruta," imbuhnya.
Kemudian kata Afriadi lagi, selanjutnya aturan pun berobah menyesuaikan anggaran Provinsi. Sebagaimana untuk bantuan yang awalnya diberikan Rp200 ribu per bulan itu hanya 13.415 diterima untuk Kota Padang.
"Sehingga jumlah awal yang 40.245 Ruta itu dikurangi menjadi 13.415 dikali Rp600 per bulan," paparnya.
Lebih lanjut ungkap Afriadi, begitu juga dari format yang diberikan 40.245 tersebut, ternyata dirubah kembali oleh Pusat dengan meminta format terbaru yakni harus by name by address (BNBA) disertai Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dipadankan dengan Disdukcapil plus nomor hand phone orang calon penerima bantuan dan dimana ia lahir.
"Perubahan format ini tentu menyusahkan kita di Kota Padang khususnya para RT/RW dan pihak kelurahan yang harus kembali melakukan pendataan di lapangan," tuturnya.
Sementara itu beranjak ke tingkat Kementerian Sosial (Kemensos) sambung Afriadi, juga memiliki persoalan. Yaitu juga terjadinya perubahan format yang terus terjadi dalam pengurusan bantuan tersebut.
"Hal itu dimulai sejak 17 April 2020 lalu dengan diterimanya surat dari Kemensos melalui Dirjen Penanganan Fakir Miskin (PFM) terkait pagu penerimaan bansos tunai untuk Kota Padang hanya dijatahkan sebanyak 28.594 KK. Sedangkan formatnya juga berbeda dari apa yang sebelumnya."
"Maka itu, NIK ini yang menjadi kendala bagi kita di Kota Padang khususnya di tingkat RT/RW dalam pendataan. Kenapa, karena dari 28.594 KK yang kita usulkan cuma yang diakui hanya sebanyak 18 ribu dikarenakan ada beberapa yang NIK nya tidak padan dengan data Kemendagri. Sehingga kita langsung konsultasikan hal ini dengan Disudakcapil Padang untuk memadankan data NIK tersebut," paparnya.
Afriadi pun juga menyampaikan kekhawatiran mengingat dalam pemberian bantuan pemerintah kepada masyarakat tidak boleh ganda atau dempet.
"Jadi ini yang kami khawatirkan. Kalau menyerahkan bantuan itu bisa saja cepat dilakukan, tapi akibatnya juga kami fikirkan karena semuanya itu harus sesuai aturan," tegasnya menjelaskan.
(hms pdg)
Pemko Padang pun menilai yang membuat proses pendataan dan penyaluran lambat adalah kebijakan Pemerintah Pusat yang tidak konsisten dan berubah-ubah.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Padang Amasrul didampingi Kepala Dinas Sosial Kota Padang Afriadi dan Kabag Prokopim Amrizal Rengganis kepada wartawan di Kantor Dinas Sosial Kota Padang, Rabu (29/4/2020).
Sekda mengatakan, ia pun membenarkan kebijakan Pemerintah Pusat terkait kriteria permintaan format data yang ditetapkan penerima bansos tersebut sering kali berubah.
"Sebenarnya kita sudah menuntaskan data tersebut pada pekan lalu. Bahkan sebelum kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ditetapkan di Sumbar. Hanya saja data-data tersebut kriterianya berubah tiap sebentar. Jadi ini yang jadi permasalahan, namun begitu kita berharap persoalan ini segera 'clear' dan bantuan dapat disalurkan," harapnya.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Sosial Kota Padang Afriadi, menuturkan kronologi persoalan tersebut. Pertama katanya, Pemko Padang berpedoman terhadap aturan tak hanya di Pemerintah Provinsi namun juga Pemerintah Pusat.
"Jadi, kepada masyarakat Kota Padang kami harapkan bisa memahami kronologis dalam pengurusan bantuan ini. Bagaimana dan apa saja kendalanya sampai saat ini. Yang jelas insya Allah, proses bansos itu akan kita upayakan untuk bisa diturunkan ke masyarakat sesegera mungkin," ungkapnya.
Ia melanjutkan, informasi pertama untuk bansos Kota Padang hanya diberikan kuota dari Provinsi sebanyak 8.049 Kartu Keluarga (KK) dengan jumlah itu dikalikan per 5 jiwa.
"Makanya kita sudah menyelesaikan pendataan dimaksud dengan dijilid rapi sebanyak 2 rangkap. Dan malah Kota Padang yang pertama kali memasukkan data tersebut ke Provinsi sebanyak 40.245 Rumah Tangga (Ruta). Jadi dari jiwa pindah lagi ke Ruta," imbuhnya.
Kemudian kata Afriadi lagi, selanjutnya aturan pun berobah menyesuaikan anggaran Provinsi. Sebagaimana untuk bantuan yang awalnya diberikan Rp200 ribu per bulan itu hanya 13.415 diterima untuk Kota Padang.
"Sehingga jumlah awal yang 40.245 Ruta itu dikurangi menjadi 13.415 dikali Rp600 per bulan," paparnya.
Lebih lanjut ungkap Afriadi, begitu juga dari format yang diberikan 40.245 tersebut, ternyata dirubah kembali oleh Pusat dengan meminta format terbaru yakni harus by name by address (BNBA) disertai Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dipadankan dengan Disdukcapil plus nomor hand phone orang calon penerima bantuan dan dimana ia lahir.
"Perubahan format ini tentu menyusahkan kita di Kota Padang khususnya para RT/RW dan pihak kelurahan yang harus kembali melakukan pendataan di lapangan," tuturnya.
Sementara itu beranjak ke tingkat Kementerian Sosial (Kemensos) sambung Afriadi, juga memiliki persoalan. Yaitu juga terjadinya perubahan format yang terus terjadi dalam pengurusan bantuan tersebut.
"Hal itu dimulai sejak 17 April 2020 lalu dengan diterimanya surat dari Kemensos melalui Dirjen Penanganan Fakir Miskin (PFM) terkait pagu penerimaan bansos tunai untuk Kota Padang hanya dijatahkan sebanyak 28.594 KK. Sedangkan formatnya juga berbeda dari apa yang sebelumnya."
"Maka itu, NIK ini yang menjadi kendala bagi kita di Kota Padang khususnya di tingkat RT/RW dalam pendataan. Kenapa, karena dari 28.594 KK yang kita usulkan cuma yang diakui hanya sebanyak 18 ribu dikarenakan ada beberapa yang NIK nya tidak padan dengan data Kemendagri. Sehingga kita langsung konsultasikan hal ini dengan Disudakcapil Padang untuk memadankan data NIK tersebut," paparnya.
Afriadi pun juga menyampaikan kekhawatiran mengingat dalam pemberian bantuan pemerintah kepada masyarakat tidak boleh ganda atau dempet.
"Jadi ini yang kami khawatirkan. Kalau menyerahkan bantuan itu bisa saja cepat dilakukan, tapi akibatnya juga kami fikirkan karena semuanya itu harus sesuai aturan," tegasnya menjelaskan.
(hms pdg)