Yasonna: Yang Tak Terima Napi Bebas, Tumpul Rasa Kemanusiaannya
D'On, Jakarta,- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly tetap kukuh membebaskan narapidana di tengah corona. Dia mengabaikan kritikan banyak pihak.
"Saya mengatakan hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaannya dan yang tidak menghayati sila kedua Pancasila yang tidak menerima pembebasan napi di lapas over kapasitas," kata Yasonna, Minggu (5/5/2020).
Yasonna sempat membagikan sejumlah foto suasana sesak di lembaga pemasyarakatan (lapas). Terlihat napi berdesak-desakan dalam satu ruangan yang sempit. Nyaris tak lagi menyisakan ruang kosong.
Beberapa lapas yang diperlihatkan Yasonna kelebihan kapasitas hingga 400 dan 600 persen. Termasuk di sejumlah lapas perempuan. Mereka tidur berdesak-desakan.
Yasonna sudah menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19 pada 30 Maret 2020.
Pembebasan itu diklaim dapat menghemat anggaran negara untuk kebutuhan warga binaan pemasyarakatan hingga Rp260 miliar.
"Ini sesuai anjuran Komisi Tinggi PBB untuk HAM, dan sub-komite PBB Anti Penyiksaan," ujar Yasonna.
Bahkan, menurut Yasonna, kritik terhadap kebijakan pembebasan narapidana tersebut ada yang tidak berdasarkan fakta.
"Yang tidak enak itu, tanpa data, langsung berimajinasi, memprovokasi, dan berhalusinasi membuat komentar di media sosial," tambah Yasonna.
Padahal, lanjut dia, negara-negara di dunia juga telah merespon himbauan PBB tersebut. Contohnya Iran membebaskan 95 ribu orang termasuk mengampuni 10 ribu tahanan dan Brazil membebaskan 34 ribu narapidana.
(mond/RKC)
"Saya mengatakan hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaannya dan yang tidak menghayati sila kedua Pancasila yang tidak menerima pembebasan napi di lapas over kapasitas," kata Yasonna, Minggu (5/5/2020).
Yasonna sempat membagikan sejumlah foto suasana sesak di lembaga pemasyarakatan (lapas). Terlihat napi berdesak-desakan dalam satu ruangan yang sempit. Nyaris tak lagi menyisakan ruang kosong.
Beberapa lapas yang diperlihatkan Yasonna kelebihan kapasitas hingga 400 dan 600 persen. Termasuk di sejumlah lapas perempuan. Mereka tidur berdesak-desakan.
Yasonna sudah menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19 pada 30 Maret 2020.
Pembebasan itu diklaim dapat menghemat anggaran negara untuk kebutuhan warga binaan pemasyarakatan hingga Rp260 miliar.
"Ini sesuai anjuran Komisi Tinggi PBB untuk HAM, dan sub-komite PBB Anti Penyiksaan," ujar Yasonna.
Bahkan, menurut Yasonna, kritik terhadap kebijakan pembebasan narapidana tersebut ada yang tidak berdasarkan fakta.
"Yang tidak enak itu, tanpa data, langsung berimajinasi, memprovokasi, dan berhalusinasi membuat komentar di media sosial," tambah Yasonna.
Padahal, lanjut dia, negara-negara di dunia juga telah merespon himbauan PBB tersebut. Contohnya Iran membebaskan 95 ribu orang termasuk mengampuni 10 ribu tahanan dan Brazil membebaskan 34 ribu narapidana.
(mond/RKC)