109 Tenaga Kesehatan Ogan Ilir Dipecat Secara Tidak Hormat
D'On, Ogan Ilir,- Bupati Ogan Ilir Ilyas Pandji Alam memecat secara tidak hormat sebanyak 109 tenaga kesehatan honorer di Rumah Akit Umum Daerah Ogan.
Pemecatan sebagai buntut dari aksi mogok kerja para tenaga kesehatan yang menuntut perlindungan dan penjelasan terkait penanganan COVID-19. RSUD Ogan Ilir ditunjut sebagai salah satu rumah sakit rujukan.
Tenaga kesehatan yang dipecat itu terdiri dari 45 perawat, 1 perawat mata, 60 bidan, dan tiga orang sopir ambulans. Pemecatan mereka dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Nomor 191/KEP/RSUD/2020, yang menyebut tenaga kesehatan lalai dalam tugasnya dan memilih tidak melaksanakan tugas menjadi garda terdepan melawan COVID-19. Mogok kerja pun dihitung sebagai bolos kerja sejak 15 Mei lalu.
"Padahal dikatakan lalai, tidak. Kami disuruh perang tapi tanpa dipersenjatai, saat ada senjata ada malah kami tidak bisa menggunakannya. Kami mogok kerja agar direktur RSUD OI mendengar apa yang menjadi keinginan tenaga medis," ujar salah satu pegawai honorer RSUD OI yang enggan disebutkan namanya kepada , Kamis (21/5).
1. Tenaga kesehatan merasa tidak mendapat sosialisasi
Dalam tuntutannya, tenaga kesehatan ini mempertanyakan kebijakan RSUD OI yang ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan penanganan COVID-19. Mereka merasa tidak dilibatkan, namun harus melayani pasien COVID-19. Padahal sosialisasi kepada tenaga kesehatan kurang jelas. Para tenaga medis honorer melihat SK kerja yang diberikan kepada tim gugus tugas lebih jelas, ketimbang kepada mereka yang hanya sebatas instruksi.
"Kami diajak mengurusi pasien COVID-19 tetapi pengalaman dan penanganan pasien saja kami belum tahu atau punya. Bagaimana cara pemasangan Alat Pelindung Diri (APD), bahkan APD ini kami cuci pakai karena ada keterbatasan," kata dia.
2. Tenaga medis khawatir risiko terpapar
Para tenaga medis juga merasa memiliki risiko tertular virus. Kalaupun harus menangani pasien, mereka meminta akses rumah singgah bagi tenaga medis dibuka. Sebab selama ini, mereka hanya diberi tahu ada rumah singgah yang tidak bisa digunakan.
"Kami kan rawan sehingga takut untuk balik ke rumah, makanya harus ada kejelasan bagaimana cara kami bisa menggunakan rumah singgah itu. Insentif juga tidak ada kejelasan, kami disuruh bekerja saja," ujarnya.
3. Tenaga medis kaget ada keputusan sepihak pemecatan
Aksi protes tenaga kesehatan ini dilakukan dengan mendatangi Komisi IV DPRD OI pada Senin lalu (18/5). Saat itu ada sekitar 150 orang yang meminta kejelasan dan pembelaan dari para wakil rakyat. Mereka menyampaikan tuntutan dan pihak RSUD OI pun meminta waktu untuk mengkaji tuntutan itu hingga Jumat (22/5).
Antara RSUD OI dan para pegawai pun sepakat akan membahas tuntutan di pertemuan selanjutnya. Hanya saja menurut dia, pada Rabu (20/5), muncul SK memecat 109 tenaga medis.
"Hari Rabu kami disuruh kembali bekerja seperti biasa dan diminta datang. Saat itu kami hanya mengirimkan perwakilan tujuh orang untuk menemui dirut RSUD," katanya.
Sesuai kesepakatan sebelumnya, dalam aksi protes tenaga medis itu baru akan masuk bekerja jika tuntutannya disetujui. Namun, pihak rumah sakit menganggap mereka yang tidak hadir memilih mengundurkan diri.
"Padahal sudah jelas dalam tuntutan kami, aksi mogok ini akan berlangsung sampai pihak RS memberikan kejelasan, sehingga kami di rumah dulu," ujar dia.
4. Tenaga medis kecewa dengan putusan pemecatan
Salah satu bidan yang merasakan dampak pemecatan juga mengaku kecewa dengan keputusan sepihak rumah sakit.
Menurutnya, tenaga medis memiliki tanpa dasar keengganan menangani pasien COVID-19 di rumah sakit. Minimnya APD dan sosialisasi penanganan membuat mereka tidak berani karena memiliki risiko terpapar.
"Siapa yang mau bekerja dengan kondisi serba kekurangan seperti ini. APD kita kurang, insentif bagi tenaga medis tidak ada," tegas dia.
5. RSUD OI sebut mereka yang dipecat tidak melaksanakan tugas dan kewajiban
Direktur Utama RSUD OI Roretta Arta Guna Riama saat dikonfirmasi , tidak membantah telah melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap 109 tenaga kesehatan.
Menurutnya, alasan para tenaga medis mogok bekerja karena tanpa surat tugas, tidak bisa dijadikan pembenaran.
Para tenaga kesehatan itu, kata Roretta, sudah memiliki SK penempatan yang mengatur tugas pokok dan fungsi sebagai tenaga medis. "Tidak semua kita pecat, kita lakukan pemanggilan lebih dulu untuk berkomitmen bekerja dan ada sebagian yang mau," kata dia.
Sedangkan masalah APD yang kurang dan insentif yang tidak jelas dibantah tegas oleh Roretta. Menurutnya, RSUD OI telah menyediakan kedua sarana penunjang tenaga medis itu dalam bekerja sesuai standar.
"Intinya mereka tidak melaksanakan tugas dan kewajiban, padahal sekarang negara sedang menghadapi pandemik. APD kita banyak, insentif tersedia bagi yang melayani COVID-19," tandas dia.
(mond/IDN)