Dibantainya Petinggi Negara di Tanah Drakula
D'On, Romania,- Romania. Dengan sejarah yang panjang, persatuan Moldavia, Wallachia, dan Bessarabia itu sempat menjadi bagian dari Uni Soviet.
Dengan hubungan persahabatan yang baik dengan perserikatan tersebut, wajar negara ini juga memiliki pemahaman komunis dan sosialis.
Nilai-nilai tersebut dijunjung tinggi di negara tersebut, dan rakyatnya harus setuju untuk hidup dengan pengaplikasian nilai tersebut.
Paham komunis dan sosialis cukup lama bertahan di Romania, hingga akhirnya rakyatnya berdiri melawan dalam sebuah gerakan revolusi.
Saat itu tahun 16 Desember 1989. Di Timisoara, bagian barat Romania, berlangsung demonstrasi besar-besaran yang menentang pemerintahan Nicolae Ceausescu, petinggi negara yang saat itu menjabat.
Rakyat turun ke jalan dan menyuarakan protesnya akan pemerintahan yang dinilai tidak adil dan tidak transparan.
Pemerintahan komunis dan sosialis yang ada di Romania juga tidak sama dengan yang ada di negara-negara tetangganya—tidak ada nilai Glasnost serta Perestroika, yang dicetuskan oleh Mikhail Gorbachev pada tahun 1986.
Ditambah dengan keadaan ekonomi negara yang tidak stabil di mana hutang negara menggunung dan rakyat semakin melarat sementara petinggi negara semakin makmur, membuat rakyat muak dan menuntut.
Demonstrasi besar-besaran yang berlangsung selama berhari-hari itu menjadi sebuah kerusuhan.
Banyak korban berjatuhan dalam demonstrasi tersebut.
Pihak yang diprotes, Ceausescu, terbang ke Iran pada tanggal 18 Desember 1989 untuk kunjungan negara dan memberikan tanggungjawab meredakan kerusuhan kepada istri serta bawahannya.
Harapannya pulang pada tanggal 20 Desember 1989 ke Romania dengan keadaan tentram, tak dapat terwujud. Demonstrasi masih terus berlanjut.
Berusaha meredakan emosi rakyat, Ceausescu pada tanggal 21 Desember 1989 memberikan sebuah pidato di tempat yang kini dikenal sebagai “Lapangan Revolusi”.
Pidatonya berisi akan nilai-nilai komunis dan sosialis.
Ceausescu menyebutkan segala kesuksesan yang telah Romania raih.
Bagai menuang minyak tanah pada api, pidatonya malah memperburuk keadaan.
Demonstran semakin rusuh sehingga Ceausescu memerintahkan pasukan tentara dan pasukan khusus buatannya, Securitate, untuk menyerang dan membunuh demonstran yang tidak bisa diatur.
Menteri Pertahanan serta petinggi militer bernama Vasile Milea menentang perintah tersebut, dan keesokan harinya dia ditemukan meninggal dunia—beberapa orang menduga dia bunuh diri, dan yang lain menduga dibunuh atas perintah Ceausescu.
Berita kematian Milea yang mencurigakan itu kemudian membuat Victor Stanculescu, pengganti Milea, serta pasukan tentara kehilangan kepercayaannya dengan Ceausescu.
Mereka kemudian berbalik melawan Ceausescu, dengan membiarkan para demonstran yang rusuh menyerang tempat-tempat demi menemukan Ceausescu.
Ceausescu beserta istrinya ketakutan dan panik. Berhari-hari mereka pergi menyelamatkan diri ke berbagai tempat dengan bantuan tentara—tanpa mengetahui bahwa mereka telah membelot.
Ceausescu dan istrinya dibawa ke sebuah pusat agrikultur di Targoviste.
Adalah Stanculescu tokoh yang merencanakan penculikan Ceausescu dan istri untuk kemudian disidang oleh National Salvation Front (NSF), sebuah gerakan reaksi dalam gerakan revolusi ini.
Tanggal 25 Desember 1989, sidang pun dilaksanakan. Berbagai dakwaan bersalah dijatuhkan kepada Ceausescu, termasuk dalam kasus pembunuhan massal serta hutang negara yang menggunung.
Hukuman pun dijatuhkan, yaitu eksekusi mati dengan senjata api. Pasangan suami istri yang tak berdaya itu tidak ingin mati sendiri-sendiri, mereka berkeras untuk dieksekusi bersama.
Maka pada hari Natal pukul empat sore, dengan tangan yang diikat tanpa suka rela serta kamera televisi yang merekam, 120 peluru ditembakkan—menjadi tiket mereka pergi dari mimpi buruk yang menghantui sejak 16 Desember 1989.
Proses eksekusi Ceausescu dan istrinya menjadi konsumsi masyarakat luas.
Berbagai stasiun televisi menayangkan peristiwa eksekusi tersebut, bahkan negara-negara lain di dunia, termasuk Indonesia, juga turut menayangkan.
Hingga kini, setelah lebih dari 25 tahun, peristiwa tewasnya petinggi negara dan istrinya sebagai penanda runtuhnya rezim komunis dan sosialis di Romania, masih bisa disaksikan.
(***)
Dengan hubungan persahabatan yang baik dengan perserikatan tersebut, wajar negara ini juga memiliki pemahaman komunis dan sosialis.
Nilai-nilai tersebut dijunjung tinggi di negara tersebut, dan rakyatnya harus setuju untuk hidup dengan pengaplikasian nilai tersebut.
Paham komunis dan sosialis cukup lama bertahan di Romania, hingga akhirnya rakyatnya berdiri melawan dalam sebuah gerakan revolusi.
Saat itu tahun 16 Desember 1989. Di Timisoara, bagian barat Romania, berlangsung demonstrasi besar-besaran yang menentang pemerintahan Nicolae Ceausescu, petinggi negara yang saat itu menjabat.
Rakyat turun ke jalan dan menyuarakan protesnya akan pemerintahan yang dinilai tidak adil dan tidak transparan.
Pemerintahan komunis dan sosialis yang ada di Romania juga tidak sama dengan yang ada di negara-negara tetangganya—tidak ada nilai Glasnost serta Perestroika, yang dicetuskan oleh Mikhail Gorbachev pada tahun 1986.
Ditambah dengan keadaan ekonomi negara yang tidak stabil di mana hutang negara menggunung dan rakyat semakin melarat sementara petinggi negara semakin makmur, membuat rakyat muak dan menuntut.
Demonstrasi besar-besaran yang berlangsung selama berhari-hari itu menjadi sebuah kerusuhan.
Banyak korban berjatuhan dalam demonstrasi tersebut.
Pihak yang diprotes, Ceausescu, terbang ke Iran pada tanggal 18 Desember 1989 untuk kunjungan negara dan memberikan tanggungjawab meredakan kerusuhan kepada istri serta bawahannya.
Harapannya pulang pada tanggal 20 Desember 1989 ke Romania dengan keadaan tentram, tak dapat terwujud. Demonstrasi masih terus berlanjut.
Berusaha meredakan emosi rakyat, Ceausescu pada tanggal 21 Desember 1989 memberikan sebuah pidato di tempat yang kini dikenal sebagai “Lapangan Revolusi”.
Pidatonya berisi akan nilai-nilai komunis dan sosialis.
Ceausescu menyebutkan segala kesuksesan yang telah Romania raih.
Bagai menuang minyak tanah pada api, pidatonya malah memperburuk keadaan.
Demonstran semakin rusuh sehingga Ceausescu memerintahkan pasukan tentara dan pasukan khusus buatannya, Securitate, untuk menyerang dan membunuh demonstran yang tidak bisa diatur.
Menteri Pertahanan serta petinggi militer bernama Vasile Milea menentang perintah tersebut, dan keesokan harinya dia ditemukan meninggal dunia—beberapa orang menduga dia bunuh diri, dan yang lain menduga dibunuh atas perintah Ceausescu.
Berita kematian Milea yang mencurigakan itu kemudian membuat Victor Stanculescu, pengganti Milea, serta pasukan tentara kehilangan kepercayaannya dengan Ceausescu.
Mereka kemudian berbalik melawan Ceausescu, dengan membiarkan para demonstran yang rusuh menyerang tempat-tempat demi menemukan Ceausescu.
Ceausescu beserta istrinya ketakutan dan panik. Berhari-hari mereka pergi menyelamatkan diri ke berbagai tempat dengan bantuan tentara—tanpa mengetahui bahwa mereka telah membelot.
Ceausescu dan istrinya dibawa ke sebuah pusat agrikultur di Targoviste.
Adalah Stanculescu tokoh yang merencanakan penculikan Ceausescu dan istri untuk kemudian disidang oleh National Salvation Front (NSF), sebuah gerakan reaksi dalam gerakan revolusi ini.
Tanggal 25 Desember 1989, sidang pun dilaksanakan. Berbagai dakwaan bersalah dijatuhkan kepada Ceausescu, termasuk dalam kasus pembunuhan massal serta hutang negara yang menggunung.
Hukuman pun dijatuhkan, yaitu eksekusi mati dengan senjata api. Pasangan suami istri yang tak berdaya itu tidak ingin mati sendiri-sendiri, mereka berkeras untuk dieksekusi bersama.
Maka pada hari Natal pukul empat sore, dengan tangan yang diikat tanpa suka rela serta kamera televisi yang merekam, 120 peluru ditembakkan—menjadi tiket mereka pergi dari mimpi buruk yang menghantui sejak 16 Desember 1989.
Proses eksekusi Ceausescu dan istrinya menjadi konsumsi masyarakat luas.
Berbagai stasiun televisi menayangkan peristiwa eksekusi tersebut, bahkan negara-negara lain di dunia, termasuk Indonesia, juga turut menayangkan.
Hingga kini, setelah lebih dari 25 tahun, peristiwa tewasnya petinggi negara dan istrinya sebagai penanda runtuhnya rezim komunis dan sosialis di Romania, masih bisa disaksikan.
(***)